Pilihan ada ditangan

1K 72 3
                                    



Setiap hari, para guru bergantian mendatangi Raka yang masih berada di rumah sakit untuk mengerjakan soal UKKnya. Setiap hari juga, Rasi menemani Raka saat dirinya sudah pulang sekolah. Bahkan tak jarang dia juga sampai menginap di rumah sakit. Itu semua Rasi lakukan agar Raka tidak merasa kesepian.

Termasuk kemarin, saat Raka baru saja bangun tidur dan Rasi baru saja pulang sekolah, tiba-tiba Raka bangun dalam satu hentakan. Dia lantasi mengacak-acak selimutnya sambil berteriak, "Anak gue mati? Gak! Gak mungkin!"

Terbayang mungkin betapa lelahnya Rasi setelah berpikir keras karena sedang ujian. Dan harus menenangkan Raka yang tiba-tiba tidak kontrol seperti itu. Kata dokter, Raka akan tiba-tiba menjadi tidak terkontrol, atau bahkan bisa sampai seperti anak kecil ketika otaknya tidak bisa memproses dengan baik apa yang sedang ia pikirkan.

"Raka, udah makan?" kini Rasi menghampiri Raka yang sedang berpura-pura tertidur karena kedatangan Rasi.

Lain dengan yang Rasi pikirkan, Raka malah menjawab sambil matanya yang terus menutup, "Jangan ganggu Raka lagi tidur."

Bukannya diam, Rasi malah tertawa terbahak-bahak membuat Raka terpaksa harus bangun dan memilih untuk duduk. "Kenapa ketawa? Dibilangin jangan ganggu Raka lagi tidur."

Rasi mengacak-ngacak rambut Raka, sedangkan Raka memberikan tatapan jengkel kepada Rasi. "Lo lucu Rak kalo lagi kaya gini. Tapi gue berharap lo cepet sembuh."

Tepat setelah mengucapkan kata itu, seseorang masuk dengan membawa makanan ditangannya. "Kamu udah bangun ya?"

Tiba-tiba, Raka menjadi Raka yang seperti biasa. "Ngapain tan-te kesini?"

"Sudah berapa kali papa bilang? Panggil dia mama bukan tante!" Pangestu datang di belakang Isma.

"Apa untungnya manggil dia Mama?" Raka mengalihkan pandangannya.

Isma menyimpan nampan dimeja dekat ranjang. "Sudahlah Pah, mungkin dia belum siap."

"Tapi sampai kapan?" Pangestu menggretakkan rahangnya.

Isma menghampiri Raka. Dia mencoba memegang tangan Raka, akan tetapi tangan Raka menangkisnya. "Saya tahu, sampai kapanpun kamu tidak akan menerima saya karena kejadian masa lalu. Tapi mungkin kamu bisa memilih, bersedih atas sesuatu yang pergi atau berbahagia atas sesuatu yang kamu punya," Isma menarik napasnya berat, "Jika kamu bersedia, saya akan menjadi ibu yang seperti kamu inginkan."

Mendengar kata-kata itu, Raka terdiam. Mengapa Isma bisa masih sesabar itu? Bahkan ssetiap dirinya datang, Raka selalu saja mengusirnya mentah-mentah. Raka juga sering membentaknya karena kesal. Bagi Raka, Isma adalah perusak hubungan Mama dengan Papa, perusak hubungan dirinya dengan Papa. Isma adalah peusak keluarganya. Mana mungkin si perusak itu ia sebut dengan panggilan Mama?

"Raka, sorry bukan maksud gue ikut campur," Rasi ikut menengahi, mencoba membela Isma. "Mungkin memperbaiki sesuatu yang telah rusak gak ada salahnya? Termasuk keluarga. Gue malah sirik sama lo. Lo masih punya Papa yang gagah dan mama pengganti yang baik. Sedangkan gue? Orang tua gue udah meninggal. Lo harusnya bersyukur Rak, karena orang lain mungkin gak seberuntung lo."

"Mama yang baik lo bilang? Mama yang baik itu bukan seorang perusak!"

"Lo tuh kaya orang yang buta Rak! Coba buka mata lo sedikit aja. Lo gak liat perjuangan mama sama papa lo kemarin waktu lo kecelakaan? Semua orang tuh udah cape tau gak nasehatin lo! Tapi Cuma mereka yang setia sama lo! Lo mikir dong Rak!" Rasi mulai geram.

"Diem kan lo?" Rasi kembali berbicara.

*

yeay! Galaksi Ke2 hampir selesai! sekitar 3-4 part lagi;') jangan lupa di voment

Galaksi ke2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang