Kekecewaan yang mendalam

956 66 5
                                    



Sapu yang dipegang Rasi terjatuh. Dia menatap Raka dan Maya bergantian. Tanpa disengaja air matanya terjatuh. Tangannya menutup mulutnya sendiri agar tidak keluar suara isak tangisnya.

Tidak jauh dengan Bi Suci. Dia terduduk di lantai dengan air mata yang bercucuran. Tidak menyangka dengan apa yang Maya katakan.

"Lo gila ya! Gue gak kenal lo! Dan lo malah tiba-tiba dateng ke rumah gue bilang bahwa lo hamil karena gue!? Pikir dong!" Raka menunjuk-nunjuk Maya.

Maya mulai menangis sesegukan, "Aku gak gila! Kamu jangan pura-pura bodoh Rak! Jelas-jelas semuanya terjadi!"

"Terjadi apa!" Raka menyanggah.

"Aku hamil! Dan ini anak kamu! Aku hamil gara-gara bersetubuh sama kamu waktu itu di club!" Maya menghapus air matanya, "Pokoknya kamu harus tanggung jawab!"

"Gue emang suka ke club, tapi sumpah demi apapun gue gak pernah nyentuh cewek! Mabuk ya mabuk! Mabuk buat ngerasain sensasi terbang, bukan buat jadi perangsang!" Raka sudah emosi. Tangannya ia kepalkan untuk melampiaskan kekesalannya.

Tanpa berkata apapun, tangan Maya sibuk membuka isi tasnya bermaksud membawa handfonenya. Setelah handfonenya ditemukan, Maya lantas memberikan sebuhan foto yang membuktikan bahwa semuanya benar-benar terjadi. Difoto itu, mata Raka tampak sayu dengan badan yang setengah telanjang. Di sampingnya ada Maya yang sedang menyender di pundak Raka dengan tubuh yang ditutupi selimut. "Mau ngelak lagi?"

"Ini editankan!" Raka menggretakan rahangnya. "Gue gak pernah nyentuh lo, dasar pelacur!"

*

Rehan, Aidan, dan Aldi sudah sampai di rumah Raka sejak tiga puluh menit yang lalu. Hanya Revan yang tidak datang karena sedang pergi ke luar kota tadi pagi.

"Lo emang udah ngingkarin sumpah lo, Rak," Aidan terduduk di ranjang Raka dengan tangan menjadi tumpuan kepala. Matanya panas, tapi sebisa mungkin dia tidak mengeluarkan cairan itu. Untuk apa? Untuk penyesalan yang sama sekali tidak ia lakukan? Atau, untuk sesuatu yang tidak berguna? Hah, mungkin untuk usaha yang sia-sia.

"Ngomong Rak! Lo bego! Lo tolol! Lo gila!" Rehan sudah tidak tahan, dia bangkit dari duduknya dan mendorong Raka sampai tubuhnya hampir terjengkang. "Lo kenapa ngelakuin ini, hah!?"

"Iya, gue bego, gue tolol dan, bahkan gue gila! Tapi segila-gilanya gue, gue gak bakal sampai ngelakuin hal kaya begitu! Apalagi sama orang yang sama sekali gak gue kenal!" Raka menjambak rambutnya sendiri. "Lo mau percaya sama orang lain atau sama gue?"

"Bukan masalah itu Rak! Tapi semuanya udah terbukti!" Rehan kali ini menonjok Raka.

Raka terdiam. Kakinya lemas dan tanpa sadar dia terduduk. "Kalo iya, tapi kenapa gue gak inget udah ngelakuin itu?"

Di sudut kamar, ada seseorang yang sejak tadi tidak bicara. Bibirnya menyeringai menyiratkan sesuatu. Iya, dia Aldi.

*

PLAK!

Pipi Raka terasa perih ketika tangan milik Pangestu menamparnya hingga ia hampir terhuyung. "Papa gak pernah ngajarin kamu jadi laki-laki brengsek!"

Raka terdiam.

"Papa udah gak habis pikir, Rak! Buat apa Papa sekolahin kamu mahal-mahal kalo balasan kamu kaya gini? Iya, papa emang brengsek. Itukan anggapan kamu! Tapi kamu jangan seperti papa mu ini yang brengsek!"

"Tapi Pa, Raka gak ngelakuin itu."

"Papa kecewa sama kamu," tepat saat mengatakan itu air mata Pangestu terjatuh. Air mata yang baru Raka lihat. Akan tetapi Pangestu buru-buru menghapusnya dan berbalik untuk pergi meninggalkan Raka.

Rasi beranjak mendekati Raka. Dia menatap mata sayu Raka. "Gue juga kecewa Rak. Bahkan beribu kata gak bisa mendeskripsikan kekecewaan gue," Rasipun berlalu meninggalkan Raka dengan air mata.

Kali ini Bi Suci yang menghampiri Raka. Air matanya sedari tadi tidak surut-surut. "Bibi lebih kecewa. Dari kecil bibi rawat Raka. Dari kecil! Bibi gak percaya kalo Raka kaya gini!" Bi Suci menghapus air matanya, "Bibi kecewa!"

*

Karena terburu-buru dan sudah muak akan suasana di rumah, Raka mengendarai motornya tanpa pelindung kepala. Dia berencana untuk pergi menenangkan diri ke makam mamanya. Walaupun ini sudah malam, Raka tidak pernah merasa takut.

Namun sepertinya Raka hanya bisa berencana, Tuhanlah yang lebih berkuasa atas segalanya. Di jalan yang gelap tanpa penerangan, seekor kucing berbulu hitam bersantai tanpa menghiraukan kendaraan. Tapi mata Raka tidak sejeli itu untuk melihat kucing hitam didalam keadaan yang gelap seperti ini. Alhasil, kucing itu terlindas. Dan Raka terpental jauh. Kepalanya membentur tiang listrik hingga berlumuran darah. Saking banyaknya, darah itu sampai menggenang dijalan. Jangan tanyakan seberapa sakitnya, karena Rakapun tak sanggup untuk terus membuka matanya. Hingga akhirnya pandangannya buram dan dia tak sadarkan diri.

*

Rasi dan Bi Suci sedang menangis berdua di ruang tamu.

Pangestu juga sedang menangis di rumahnya.

Sedangkan anggota 3R2A sedang berkumpul untuk memperbincangkan masalah Raka.

Akan tetapi, tepat di waktu yang sama namun berbeda tempat, handfone merek berbunyi.

"Apa? Raka kecelakaan?"

*

Hai nih saya update lagi hihi. jangan lupa voment loh ya^^

Galaksi ke2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang