Penggagalan Taruhan

1.1K 91 23
                                    

"Balik sono ke kamar, udah malem."

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Rasi dan Raka selesai berbincang di balkon kamar Raka.

Baru saja Rasi memegang knop pintu hendak keluar, tiba-tiba suara kilat mengangetkan mereka dan lampu menjadi padam.

"AAAAAAA," bukan, ini bukan Rasi, melainkan Raka.

Raka menarik Rasi untuk berjongkok di samping tempat tidur dan memeluknya. "Gu-gue takut."

Rasi masih tidak bisa mengondisikan degup jantungnya yang tidak terkonrol akibat secara tiba-tiba dipeluk Raka.

"Tetep disini. Jangan jauh-jauh. Gue takut gelap." Rasi merasakan tubuh Raka bergetar.

"Pegel ya lama-lama di bawah," Rasi bergumam, jelas gumamannya di dengar Raka.

Secara perlahan Raka bangkit tanpa melepaskan genggaman Rasi dan terduduk di atas ranjang. Tak ada percakapan apa-apa setelahnya. Hanya ada suara detikan jam dan degupan jantung mereka.

*

Rasi membuka matanya perlahan. Rasi merasa begitu hangat. Beberapa saat kemudian saat matanya sudah bisa memfokuskan dengan cahaya kamar, dia bangkit dalam satu hentakan dan berteriak.

"Aaaa! Ya allah Ya gusti!" Rasi mendorong tubuh Raka yang memeluknya.

Raka membuka matanya sembari mengucek matanya. Tidak beda jauh dengan Rasi, ketika menyadari kehadiran Rasi di kamarnya, Raka langsung menjauh. "Ngapain lo disini? Ya allah tubuh suci ini gak ternodai-kan?"

Mereka diam sesaat dan mulai mengingat kejadian semalam.

Semalam, setelah Raka dan Rasi berbincang di balkon kamar Raka, tiba-tiba mati lampu. Dan, Raka takut kegelapan. Raka meminta Rasi untuk menemaninya, setidaknya sampai lampu kembali menyala. Dan bodohnya mereka, kenapa tidak menyalakan lilin saja? Alhasil, mereka ketiduran.

"Sekarang jam berapa?"

Raka menatap layar handfonenya. "Jam enam lebih sepuluh."

Rasi memulai ancang-ancang untuk berlari. "Cepet lo siap-siap. Gak pake lama."

Raka menguap. "Tenang aja, kan ada lubang yang kemarin. Biar gue bisa liat sempak lo lagi."

Seketika rona merah di wajah Rasi terlihat jelas. "Demi apapun gue gak mau pake sempak yang kemarin!"

*

"Lo gak masuk?" Rasi turun dari motor.

"Masuk, tapi nanti aja. Gue suntuk mau ngopi dulu," Raka-pun melajukan motornya dan berhenti di warkop.

Rasi melangkah menuju kelasnya dengan sedikit risih. Pasalnya, banyak pasang mata para cewek yang memandangnya dengan sudut mata yang tajam.

"Itu bukannya Rasi ya? Kok bisa sih barengan sama Raka?"

"So cantik banget, masih cantikkan pantat gue,"

"Awas aja kalo gosip itu beneran, gue bejek mukanya pake garpu,"

"Gosipnya dia pacaran sama Raka,ya? Dih semoga aja itu bohong. Mau-maunya Raka sama dia,"

Rasi muak dengan apa yang mereka bicarakan terang-terangan di hadapannya. Dia lantas menatap cewek itu satu-persatu dengan tatapan tajam khas dirinya. "Sorry ya, gue gak pacaran sama Raka. Gak tertarik tuh. Kalo mau macarin dia, pacarin aja sana!"

"Dih, apaan sih? So cantik banget!"

Rasi menarik nafas pelan lantas berlalu meninggalkan mereka yang masih menatapnya. Rasi bukan takut, Rasi bisa saja melawan lagi, atau bahkan bisa sampai beradu mulut, tapi Rasi bukan orang yang seperti itu. Dia memilih berlalu karena ini adalah hal yang tidak berguna.

Galaksi ke2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang