"Selamat pagi. Aku ingin mengambil jad—,"
"Pagi, Swift. Apa kau tak melihat papan pengumuman? Hari ini tak ada kelas. Ulangtahun kampus jadi, kampus mengadakan berbagai lomba untuk semua fakultas per angkatan." Belum sempat Taylor menyelesaikan omongannya, si petugas tata usaha sudah menjawab tanpa menoleh sedikitpun.
Taylor mengerucutkan bibir. "Kalau begitu, kenapa aku datang? Aku tak ikut lomba sama sekali."
"Bukankah rektor sudah memberitahumu? Absensi merupakan sesuatu yang sangat penting dan kau sudah mengambil libur terlalu banyak kemarin." Si petugas menjawab, tanpa mau menoleh.
Taylor menghela napas. "Baiklah. Terima kasih atas informasinya. Aku permisi."
Gadis itu melangkah pergi meninggalkan ruangan tata usaha. Taylor diam sejenak di depan pintu ruangan tata usaha sampai suara derap kaki terdengar dan langsung membuatnya menoleh ke sumber suara.
Biru kembali bertemu hijau.
Tak usah ditanya lagi, siapa yang tengah ditatap oleh Taylor saat ini. Pemuda itu memasang wajah datar dan mengalihkan pandangannya dari Taylor sebelum kembali melangkah mendekati ruangan tata usaha yang tengah Taylor belakangi.
Tangan Harry baru saja menyentuh knop ketika Taylor berkata cukup keras dan dapat didengar Harry dengan baik, "Tak ada kelas hari ini. Ulangtahun kampus. Lompa antar fakultas per angkatan."
Senyuman muncul di bibir Harry mendengar Taylor yang berbicara terlebih dahulu padanya. Harry mengurungkan niat untuk membuka pintu dan melangkah mendekati Taylor. Taylor menahan napas dan menghadap pemuda itu.
"Apa moodmu sudah jauh lebih baik dari kemarin?" tanya Harry.
Taylor tersenyum tipis. "Apa ucapanku terlalu berlebihan kemarin?"
Harry menggeleng. "Tidak juga. Lagipula, kau mengucapkan sesuatu yang benar. Jadi, kenapa harus menyesalinya?"
Gadis berambut pirang itu melangkah mendekati Harry dan menepuk bahu pemuda itu beberapa kali. "Aku salah. Kau temanku. Kau sudah kuanggap sebagai temanku sekarang."
"Aku temanmu karena kau tak punya pilihan lain? Yang masih mau berbicara denganmu hanya aku dan aku juga tak mengerti kenapa aku masih berbicara denganmu."
Harry menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal saat Taylor terkekeh geli.
"Apa kau ikut lomba nanti?" Taylor bertanya tiba-tiba.
Harry menggeleng. "Tak berminat. Aku ingin pergi dari kampus dan bersenang-senang di luar. Yang penting, aku sudah mengisi daftar hadirku." Pemuda itu nyengir kuda.
"Ke mana?"
"Jangan berbasa-basi, Swift. Bilang saja kau ingin ikut denganku."
Taylor tertawa dan menganggukkan kepala. "Baru kali ini aku bertemu pria yang cepat peka sepertimu."
Harry ikut tertawa dibuatnya.
"Kalau begitu ayo pergi! Belum banyak orang yang datang dan kita sudah absen." Harry langsung mengajak dan Taylor mengangguk setuju.
Harry melangkah di depan menuju ke halaman parkir tempat motornya berada. Taylor cukup terkejut saat tahu jika Harry pergi ke kampus menaiki motor. Taylor pikir, pemuda seperti Harry mana mungkin mau berlama-lama menaiki motor.
Taylor memperhatikan Harry yang langsung mengenakan helm yang disangkutkan di kaca spion motor ninja merahnya. Gadis itu melipat tangan di depan dada.
"Kau meletakkan helmmu begitu saja di sini? Bukankah di dekat pos keamanan ada rak penitipan helm?" Taylor mengernyit dan Harry yang baru selesai mengenakan helm, membuka kaca helm sambil nyengir lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionHarry Styles menyukai Taylor Swift, jauh sebelum akhirnya mendapat kesempatan untuk berada di dekat gadis itu. Tapi tak lama setelah kesempatan itu datang, Harry diberi dua pilihan sulit dan dia selalu berharap pilihannya benar.