"Swift!"
Harry memanggil gadis yang melangkah cepat beberapa langkah di depannya, mengabaikan tatapan para mahasiswa yang heran padanya. Harry Styles yang jarang bersosialiasi dengan siapapun tiba-tiba berlarian kecil di sepanjang lorong kampus hanya untuk mengejar gadis yang adalah anak dari terdakwa korupsi.
Sangat lucu.
"Hei," Harry akhirnya berhasil mencapai Taylor dan menahan lengan gadis yang memakai sweater berwarna pastel tersebut. Taylor mengernyit dan memutar tubuh menghadap Harry.
"Hei. Kau memanggilku?" Gadis itu bertanya, mengangkat satu alisnya dan lanjut berkata, "Kupikir kau sudah pergi membolos sejak pagi dan tak menungguku!"
Pemuda tampan itu terkekeh geli. "Aku mencarimu dari tadi. Kenapa kau bisa datang terlambat?" tanyanya.
Taylor mengedikkan bahu. "Kesiangan, sepertinya. Aku tidur sangat pulas dan malas untuk bangun jika tak ingat absenku sudah terlalu banyak."
"Aku bosan di sini. Mau ikut ke luar?"
"Bagaimana caranya? Semua pintu dijaga." Taylor berkata pasrah.
Harry menyeringai dan menggelengkan kepala. "Tidak semua pintu. Masih ada satu pintu yang tidak dijaga. Ayo, pergi!"
Kemudian, Harry melangkah menjauh dan Taylor mengekori dari belakang. Taylor senang karena akhirnya, dia tak benar-benar sendiri lagi hari ini dan dia tak harus terjebak di kampus dengan kegiatan paling membosankan ini.
Langkah kaki Taylor terhenti saat Harry menghentikan langkah terlebih dahulu di pintu gerbang kecil yang berada di belakang kampus. Taylor mengernyit. Apa Harry bodoh atau apa? Pintu itu sudah jelas-jelas diberi rantai dan digembok. Rantai dan gemboknya sudah karatan pula. Ditambah lagi, tanaman menjalar di pintu gerbang.
"Bagaimana cara—,"
"Memanjat. Sangat sederhana." Harry menjawab sambil memperlihatkan seringainya. "Kau bisa memanjat, kan? Gerbangnya tak cukup tinggi juga. Hanya dua meter. Jadi, bukan masalah besar, kan?"
Taylor menelan saliva seraya menatap gerbang tersebut. Seumur-umur, Taylor mana pernah memanjat seperti itu. Lagipula, dia itu seorang gadis. Mana mungkin seorang gadis memanjat pagar hanya untuk bolos dari kegiatan kampus?
"Motormu ada di halaman parkir, kan, Styles? Kau ingin mengajakku ke mana memangnya?" Taylor bertanya tak mengalihkan pandangan dari gerbang tersebut.
Taylor terkejut saat tiba-tiba Harry meraih tangannya dan menarik Taylor mendekatinya. Jarak mereka sangat dekat dan Harry berbisik kepada gadis itu, "Motorku masih di sana. Kita pergi dengan bus dan..." Harry melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Taylor tadi sambil tersenyum, "Jangan takut jatuh. Aku pastikan kau baik-baik saja."
"A—aku tidak takut jatuh!"
Taylor menarik diri dari Harry dan Harry menyeringai mengingat ucapan mulut Taylor sangat kontras dengan apa yang ada dalam pikiran gadis itu tadi.
Aku tak bisa memanjat. Gerbangnya terlalu tinggi dan terlihat berbahaya. Bagaimana jika aku jatuh dan sungguh, kenapa harus memanjat gerbang ini?
"Kau ingin pergi ke luar atau berada di kampus saja?" Harry bertanya, memasukkan kedua tangannya ke saku jaket yang dikenakannya sementara, Taylor menahan napas.
"Aku ingin ke luar, tapi aku—,"
"Aku akan memastikan jika kau akan baik-baik saja." Harry berkata tegas dan Taylor masih memberinya tatapan tak yakin.
Harry membungkukkan tubuh di hadapan Taylor sambil berkata, "Naiklah ke punggungku. Lalu, pijakkan kakimu di besi paling atas itu. Tak perlu kuajari cara memanjat secara rinci, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionHarry Styles menyukai Taylor Swift, jauh sebelum akhirnya mendapat kesempatan untuk berada di dekat gadis itu. Tapi tak lama setelah kesempatan itu datang, Harry diberi dua pilihan sulit dan dia selalu berharap pilihannya benar.