24 : Revealed

325 57 23
                                    

"Jauhi aku."

Taylor masih berdiri memasang wajah tak mengerti dan Harry memejamkan mata sebelum mengacak-acak rambut ikal panjangnya dan kembali menatap Taylor. Kali ini, tatapannya melunak, tidak setajam beberapa detik lalu.

"Aku akan mengantarmu pulang."

Harry mengulurkan tangannya di hadapan Taylor dan Taylor menatap uluran tangan itu tanpa mengucapkan apa-apa. Harry menghela napas sebelum berkata sambil tersenyum tipis, "Aku...sangat banyak hal yang ingin kusampaikan, tapi aku tak bisa. Untuk sekarang, izinkan aku mengantarmu pulang."

Taylor menundukkan kepala dan tersenyum tipis sebelum mengangkat wajah. "Apa itu hobimu? Datang dan pergi sesuai keinginanmu, tanpa mau tahu bagaimana perasaan orang lain yang sudah kau beri harapan sejak awal?"

Harry diam sejenak.

"Aku akan mengantarmu, Taylor. Ayo, pergi."

Akhirnya, dia buka suara lagi sambil mengulurkan tangannya kepada Taylor dan kali ini, Taylor menerimanya. Taylor menggenggam tangan Harry erat dan Harry membeku saat mendengar apa yang tersimpan dalam pikiran gadis itu.

Harus sendiri lagi, ya?

"Maafkan aku," Harry berkata pelan sebelum balas menggenggam erat tangan Taylor dan memimpin langkah menuju pintu ke luar gedung sedangkan, Taylor memilih untuk diam tanpa kata.

Harry menghentikan langkah dan menarik tangannya yang menggenggam tangan Taylor sesampainya di dekat mobil. Harry membukakan pintu mobil untuk Taylor, membiarkan Taylor memasuki mobil kemudian, barulah dia masuk dan melajukan mobil menjauh.

Selama perjalanan, tak ada percakapan sama sekali antara mereka dan sampai mobil Harry sampai di depan gerbang apartment Taylor pun, tak ada sepatah kata yang ke luar dari mulut masing-masing. Keduanya juga diam di posisi masing-masing.

Ragu-ragu, Harry menatap gadis berambut pirang di sampingnya sebelum membuka bicara, "Beristirahatlah. Jangan lupa makan malam dan jangan tidur terlalu larut."

Taylor menghela napas dan balas menatap Harry dan sungguh, Harry tak bisa membaca bagaimana raut wajah gadis itu. Tanpa ekspresi dan itu menyakitkan. Seperti tak ada cahaya dalam hidupnya.

"Terima kasih."

Taylor membuka pintu mobil dan hendak beranjak ke luar namun, tiba-tiba saja Harry menahan lengannya dan membuat Taylor menoleh masih mempertahankan ekspresi datarnya tersebut.

Harry tersenyum tipis. "Hati-hati dan jalani hidupmu dengan baik."

Tak terduga, Taylor balas tersenyum, tapi senyumannya jelas bukan senyum kebahagiaan. Senyuman pedih itu seperti menjelaskan segala sesuatu yang hendak dia sampaikan.

"Kau yang seharusnya lebih berhati-hati. Apapun yang akan terjadi padamu, kau masih memiliki seseorang yang mencemaskanmu."

Taylor memejamkan mata dan membukanya sebelum lanjut berkata, "Berhati-hatilah."

Setelah itu, Taylor melangkah ke luar dari mobil sementara, Harry hanya dapat menatap punggung gadis itu yang kian menjauh.

Harry menekankan genggaman tangannya pada stir, membuat buku-buku jarinya memutih. Wajahnya terlihat kalut bukan main. Ponselnya bergetar tiba-tiba dan Harry langsung meraihnya. Nama Liam tertera di sana. Harry mengangkat panggilan dengan cepat.

"Ya, Liam?"

"Di mana kau sekarang?" Liam langsung bertanya, tanpa basa-basi.

Harry menghela napas. "Di depan apartment Taylor. Baru saja mengantarnya pulang setelah mengucapkan kata perpisahan." Suaranya melemas.

"Tetap di sana."

"Hah?"

"Aku dan Mark sedang dalam perjalanan ke sana. Pastikan Taylor berada dalam pengawasanmu."

Perkataan Liam membuat Harry mengernyit. "Hei-hei, apa maksudmu dan kenapa kau membawa-bawa nama Taylor?"

"Tetap di sana, Styles."

"He—hei!"

Liam mengakhiri panggilan secara sepihak dan membuat Harry mengernyit heran. Apa-apaan Liam tadi? Menghubunginya dan meminta Harry untuk mengawasi Taylor ketika dia bahkan meminta Taylor untuk menjauhinya tadi.

Harry menunggu seraya berharap-harap cemas melihat ke arah gedung apartment tempat Taylor tinggal. Harry tak mengerti. Apa maksud Liam dan Mark memintanya menunggu di sini? Apa yang akan mereka lakukan?

Beberapa lama kemudian, Harry dapat melihat mobil yang dikendarai oleh Mark berhenti tak jauh darinya. Mark mengirimkan pesan kepada Harry untuk mendekat dan Harry menurut. Harry melangkah memasuki mobil dan memang ada Mark dan Liam di sana.

"Apa yang terjadi?" Harry langsung bertanya tanpa basa-basi.

Liam menahan napas sebelum menjelaskan, "She is in danger."

Harry memicingkan mata. "Apa? Apa maksudmu? Aku bahkan baru bertemu dengannya kemarin dan aku..aku sudah memintanya menjauhiku dan aku akan menghindarinya. Dia tak akan terlibat, bukan?"

Mark menggeleng. "Kau salah. Dia sudah terlibat. Jauh sebelum kau menemuinya."

"A—apa maksudmu?"

"Dia—dia bahkan bekerja untuk pemimpin Black Snake dan—aku tak mengerti. Tapi jelas dia terlibat dan sepertinya dia tak punya alasan untuk tak terlibat." Liam menjelaskan ragu-ragu.

"Apa yang kalian bicarakan?"

"Jafar ditemukan dalam keadaan tewas di toilet umum sebuah pusat perbelanjaan. Kau tahu, kan, Lorraine yang pernah hampir kita tangkap? Saat kita menyergap tempat persembunyiaannya, dia ditemukan tewas." Mark bercerita dan mata Harry membulat.

Liam melanjutkan dengan suara pelan, "Taylor menyimpan rahasia besar pimpinan Black Snake dan apa kau tahu jika Jafar sudah menyebarkan identitasmu kepada semua anggota Black Snake termasuk Taylor meskipun dia bukan anggota?"

"He saw you. Salah satu orang penting Black Snake sudah melihatmu dan Taylor. Kau mengerti ke mana arah pembicaraanku, kan?"

Tanpa basa-basi, dengan kalap Harry membuka pintu mobil dan melangkah ke luar. Seperti orang kesetanan, Harry memasuki apartment melewati para penjaga yang mungkin akan mengejar dan menuduh Harry memiliki niat buruk jika Liam dan Mark tak datang dan menjelaskan kepada penjaga keamanan tersebut.

"Taylor! Taylor Alison Swift!"

Harry langsung menyebut nama Taylor kepada resepsionis yang bertugas. Resepsionis itu mengernyit heran. "Maaf, apa yang bisa kubantu?

"Taylor Swift! Dia berada di kamar nomor berapa?!" Harry bertanya tak sabaran.

"Maaf, aku tak bisa membe—,"

"Aku pacarnya! Beritahu aku di mana kamarnya! Ini penting!"

"Ta—tapi, tetap saja—,"

"Kami dari FBI dan informasi mengenai gadis bernama Taylor Swift. Sekarang." Harry menoleh dan mendapati Liam dan Mark yang menunjukkan kartu identitas mereka kepada si resepsionis yang memasang wajah bingung.

Tapi pada akhirnya, sang resepsionis memberitahu di mana Taylor tinggal. Liam dan Mark memberi isyarat agar Harry segera menghampiri Taylor sementara mereka akan menunggu di sofa.

Harry sampai di lantai 5 dan bergegas mencari nomor apartment Taylor. Akhirnya Harry menemukannya. 513 dan tanpa basa-basi, Harry menekan bel. Berulang kali namun, tak juga ada tanda-tanda Taylor akan membukakan pintu.

Harry meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Taylor. Harry menunggu beberapa saat sebelum akhirnya suara Taylor terdengar, sangat pelan.

"Harry."

"Buka pintu, Taylor!"

"A-apa?"

"Buka pintumu sekarang! Cepat!"

Harry mengakhiri panggilan dan segera  menekan bel lagi. Setelah beberapa kali, barulah pintu terbuka. Tanpa basa-basi, Harry melangkah masuk dan memeluk gadis pirang yang membukakan pintu. Sangat erat.

"Kau akan selalu baik-baik saja. Aku bersumpah."

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang