Gadis itu memainkan rambut pendek pirang yang panjangnya hanya sedikit melewati bahu. Sesekali iris birunya menatap berkeliling, berharap yang ditunggunya muncul sehingga dia tak perlu lagi hanya diam di sini tanpa ada yang dapat diajak bicara. Dia menyandarkan punggungnya pada sofa tempatnya duduk sejak satu jam lalu.
Tangannya meraih ponsel yang terletak di atas meja dan kembali berusaha untuk menghubungi yang sedari tadi ditunggunya. Taylor menunggu sampai nada tunggu yang sekarang didengarnya berubah menjadi suara seseorang.
"Taylor! Maafkan aku! Mobil Louis mogok di jalan dan baru selesai diperbaiki. Setengah jam lagi kami sampai, okay?"
Suara menggebu-gebu Eleanor langsung terdengar di telinga Taylor sebelum sempat Taylor mengucapkan salam atau bahkan berkata sepatah katapun.
Taylor menghela napas. "Damn it, Ele. Kau sudah membuatku menunggu satu jam, sekarang kau memintaku menunggu lagi setengah jam? Itu juga belum termasuk hambatan-hambatan lainnya."
"Jangan marah, Swizzle. Ayolah. Kami sedang dalam perjalanan. Tunggu sebentar, okay?
Taylor memutar bola matanya mendengar nada memelas Eleanor. "Iya, Ele. Beritahu Lou untuk lebih cepat, okay? Jika tiga puluh menit dari sekarang kalian tak datang, aku pergi."
"Iya, Sayang. Sampai bertemu, Swizzle."
Suara Louis-lah yang terdengar sebelum panggilan berakhir. Taylor menjauhkan ponsel dari telinga dan meletakkan di atas meja lalu, melipat tangan di depan dada. Dia masih punya tiga puluh menit lagi untuk menunggu.
Pandangan Taylor beralih pada pintu masuk restoran yang memang sedari tadi banyak orang lalu lalang. Kali ini, yang memasuki restoran adalah seorang gadis membawa beberapa buku yang Taylor ketahui sebagai modul seperti miliknya saat masih berstatus sebagai mahasiswi.
Senyuman tipis muncul di bibir gadis itu. Tak terasa, ini sudah tahun ke-dua sejak kelulusan Taylor dari UCLA. Sekarang, Taylor bekerja sebagai seorang karyawan di sebuah peruasahaan swasta atas rekomendasi dari kampus saat itu. Untungnya, perusahaan tempatnya bekerja tidak begitu mempertimbangkan latar belakang keluarganya.
Taylor sudah dapat merelakan fakta jika Ayahnya masih menjalani hukuman atas sesuatu yang Taylor masih yakini tak dia lakukan. Sebulan sekali, Taylor mengunjungi Scott dan setidaknya, Taylor bisa lega karena melihat Ayahnya baik-baik saja selama berada di sana.
Ini juga sudah empat tahun sejak terakhir kali Taylor melihat pemuda berambut keriting dengan iris hijau serta lesung pipi tatkala dia tersenyum atau tertawa.
Taylor memejamkan mata. Sudah empat tahun dan dia masih juga belum bertemu dengan pria yang banyak membantunya bangkit dari keterpurukan. Sudah empat tahun dan pria itu seperti hilang ditelan bumi. Tak banyak yang Taylor ketahui tentang Harry Styles saat ini selain pemuda itu tidak lagi berada di Los Angeles. Bahkan, Eleanor atau Louis yang notabene adalah sahabat karib Harry tak tahu keberadaan dan apa yang dilakukan pria tersebut.
Itulah dia. Harry Styles dan semua misteri yang ada dalam dirinya.
Taylor berusaha menghapus ingatan tentang Harry dalam pikirannya. Gadis itu kembali menatap pintu masuk restoran dan yang kali ini memasuki restoran adalah sepasang kekasih yang paling malas Taylor temui.
Zayn Malik dan Amanda Corwell.
Tatapan Taylor sempat bertemu dengan Zayn namun, buru-buru Taylor mengalihkan pandangannya dari pemuda yang dulu adalah sahabat dekatnya.
Kabar burung yang Taylor dengar, Zayn sekarang bekerja di perusahaan keluarganya, menggantikan sang Ayah yang mulai sakit-sakitan sementara, Amanda bekerja sebagai model. Tak heran sebenarnya. Gadis seperti Amanda memang hanya memiliki peluang pekerjaan yang memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh mengingat nilai akademis gadis itu sangat buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionHarry Styles menyukai Taylor Swift, jauh sebelum akhirnya mendapat kesempatan untuk berada di dekat gadis itu. Tapi tak lama setelah kesempatan itu datang, Harry diberi dua pilihan sulit dan dia selalu berharap pilihannya benar.