"Apa kau akan bertahan melamun di sana?"
Pemuda berambut cokelat ikal tersebut tak menoleh saat mendengar suara tersebut. Bahkan saat pemuda berambut cokelat cepak lainnya mendekat dan duduk di kursi kosong di sampingnya, dia tak jua menoleh. Masih sibuk menatap jalanan kota Los Angeles dari lantai dua sebuah restoran yang menyediakan masakan khas China.
Setelah berjibaku dengan lamunan yang cukup panjang, Harry Styles menoleh dan menatap salah satu rekannya tersebut. Pemuda itu menghela napas dan menundukkan kepala sebelum berkata, "Aku masih kesulitan untuk melupakan semua itu."
Liam Payne mengangguk kecil seakan memahami apa yang sahabatnya maksud. "Aku paham, Harry. Semua butuh proses, kan?"
Harry mengangguk dan kembali beralih menatap jalanan kota Los Angeles. Hingga matanya menangkap sesuatu yang langsung membuatnya bangkit berdiri untuk memastikan apa yang dipandangnya itu nyata, bukan khayalan semata.
"Hei, hei, apa yang kau lihat?"
Liam penasaran dengan apa yang sahabatnya lihat, tapi belum sempat Liam melihat apa yang Harry lihat, pemuda itu sudah kembali duduk dan menggelengkan kepala. Harry tersenyum tipis. "Bukan apa-apa, Liam."
Harry meraih cangkir kopi di hadapannya dan mulai menyesap kopi hitamnya yang sudah tak begitu panas lagi. Liam menyandarkan punggungnya pada sandaran kursinya sebelum bertanya, "Bagaimana pikiranmu? Sudah merasa lebih tenang."
Senyuman miris muncul di bibir merah muda Harry. "How can I? Semuanya masih terlihat sangat jelas dalam pikiranku."
Liam tiba-tiba bangkit berdiri dan menepuk bahu Harry. "C'mon, Mark meminta kita berkumpul di apartment-nya pukul dua dan sekarang sudah pukul dua lewat sepuluh."
Harry terkekeh dan bangkit berdiri. "Dia mana pernah marah pada kita? Bukankah kita agen kesayangannya?"
Kedua pemuda itu melangkah meninggalkan restoran tersebut.
*****
"Apa kau ingin ikut pesta penyambutan musim panas di rumah Leo? Dia menyiapkan banyak minuman dan makanan untuk siapapun yang mau ikut serta." Liam bertanya kepada Harry yang tampak memasukkan sesuatu ke dalam lokernya.
Harry diam sejenak sebelum menggelengkan kepala. "Tidak. Sampaikan salamku untuk Leo dan yang lainnya."
Setelah itu, Harry tersenyum tipis dan melangkah ke luar dari ruang loker. Meninggalkan Liam sendiri di dalam ruangan, menatap kepergian Harry dengan wajah sendu.
Bagaimana tidak? Liam merindukan sosok Harry yang dulu, yang selalu menjadi komedian di sela-sela seriusnya tugas yang tengah mereka jalani. Sekarang, Harry menjadi pemuda pemurung yang hanya akan duduk merenung tanpa melakukan apapun. Sibuk dengan pikirannya yang entah apa.
Liam meraih ponsel yang memang sengaja dia letakkan ke dalam koper dan memutuskan untuk melakukan panggilan.
"Hei, mau sampai kapan? Bisakah kita mengeluarkannya sekarang?
*****
"Kau datang lagi?"
Scott Swift cukup terkejut saat mendapati seorang pemuda berambut kecokelatan keriting itu muncul lagi di hadapannya, tengah tersenyum tipis sebelum duduk di bangku dengan tenang. Harry Styles menarik napas dan menghelanya perlahan.
"Bukankah aku sudah berjanji untuk menemanimu? Aku sudah berjanji untuk memastikan kau selalu dalam kondisi yang baik dan hari ini kau terlihat jauh lebih baik dari kemarin. Batukmu sudah sembuh?"
Pertanyaan Harry membuat Scott mengangguk singkat. "Sudah merasa lebih baik. Terima kasih kau sudah membawakan cookies nanas kesukaanku kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionHarry Styles menyukai Taylor Swift, jauh sebelum akhirnya mendapat kesempatan untuk berada di dekat gadis itu. Tapi tak lama setelah kesempatan itu datang, Harry diberi dua pilihan sulit dan dia selalu berharap pilihannya benar.