Tak terasa, Ujian Akhir Semester akhirnya berakhir dan Taylor bisa menghabiskan waktu di apartment untuk belajar memasak. Setidaknya, itu yang memang menjadi rencana Taylor sejak awal jika waktu liburan tiba.
Taylor sudah men-download sangat banyak resep dan video tutorial masakan berbagai negara. Yang menjadi bahan percobaannya hari ini adalah masakan sederhana bernama omlet. Taylor sudah membeli bahan-bahan masakan kemarin, Harry yang menemaninya bahkan, Harry berniat untuk membayar semua belanjaan Taylor, tapi tentu saja Taylor menolak. Taylor baru saja mendapat honor atas tulisan barunya.
Membuat omlet itu mudah bagi sebagian orang, tapi tidak untuk Taylor. Gadis itu berjuang mati-matian untuk menggunakan bahan-bahan yang ada meski terkadang dia harus menyesal karena memilih bumbu dapur mentahan daripada bumbu masakan yang sudah jadi. Pasalnya, Taylor bahkan kesulitan membedakan mana yang dimaksud jahe, lengkuas, kunyit dan sebagainya.
Berkutat dengan pikiran, sibuk mencoba membedakan bumbu dapur itu, meski membuat omlet tidak menggunakan semuanya. Ya, dia menghabiskan tiga perempat waktu membuat omlet untuk mempelajari bumbu-bumbu dapur tersebut.
Omlet baru saja matang dan Taylor sajikan di atas meja satu-satunya yang ada di apartment-nya alias meja belajar, saat bel berbunyi. Taylor menyeka keringat di dahinya sebelum bergegas membukakan pintu yang tanpa ditebak pun Taylor tahu siapa.
"Harold!"
Taylor langsung menyapa ceria, bahkan pintu belum dibuka sempurna sementara, pria yang berdiri di depan pintu hanya dapat memutar bola mata. Harry melangkah memasuki apartment Taylor seperti memasuki apartment-nya sendiri sambil berkata, "Sudah kukatakan berulang kali, aku tak suka dipanggil Harold."
Wajah kesal Harry langsung berubah seketika mendapati omlet buatan Taylor yang tersaji di atas meja belajar gadis itu. Apartment Taylor memang kecil. Tapi itu memberi keuntungan tersendiri. Setidaknya tak banyak ruang untuk mencari ketika kita kehilangan sesuatu.
"Apa yang kau masak?" Harry bertanya dengan satu alis terangkat, menunjuk omlet di atas meja tersebut.
Taylor tersenyum lebar. "Menurutmu apa?"
"Terlihat seperti...tidak bukan. Bentuknya seperti...tidak juga."
Harry menggeleng-gelengkan kepala, berpikir. Bentuk masakan jenis apa itu? Memang tak terlihat seperti omlet. Taylor malah menjadikan omlet yang seharusnya berbentuk bagus itu menjadi tak berbentuk. Aneh untuk siapapun yang tak tahu jika itu omlet.
Sebelum Harry menjawab pertanyaannya, Taylor sudah menarik kursi dan mendorong Harry untuk duduk di kursi yang berada di dalam meja. Harry menatap Taylor dengan penuh tanda tanya.
"Itu omlet, bodoh! Aku baru saja selesai membuatnya. Kau beruntung karena masih hangat." Taylor melipat tangan di depan dada. Harry menahan tawa. Omlet? Dia serius?
Harry berusaha menormalkan wajah sambil mengambil garpu dan menyeringai kepada Taylor. "Jadi, aku akan menjadi orang pertama yang mencoba masakanmu? Ingin memberi jaminan apa jika tiba-tiba aku masuk rumah sakit?"
Taylor mengerucutkan bibir sebelum ikut meraih garpu. "Ya, sudah. Biar aku dulu yang mencobanya!"
Baru Taylor ingin menusuk omlet tersebut, Harry menggeser piring sambil menggelengkan kepala. "Tidak, Tay. Kau yang bilang, aku yang pertama mencoba. Jadi, aku dulu, baru kau, mengerti?"
Harry mulai menyendok omlet tanpa bentuk itu dengan garpu ketika Taylor lugunya berkata, "Aku butuh waktu hampir satu jam membedakan bumbu dapur. Aku belum yakin apa itu benar."
Gerakan Harry terhenti sejenak saat mendengar kejujuran Taylor sebelum terkekeh geli. "Baiklah, aku mengerti, Chef Swift."
"Kita bisa memesan pizza saja jika kau mau?" Taylor menawarkan dan Harry menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
FanfictionHarry Styles menyukai Taylor Swift, jauh sebelum akhirnya mendapat kesempatan untuk berada di dekat gadis itu. Tapi tak lama setelah kesempatan itu datang, Harry diberi dua pilihan sulit dan dia selalu berharap pilihannya benar.