Haruskah aku mengalah? Lalu membiarkan semua menjadi kenyataan?
Bukanlah salah untuk meyakini kata-kata yang kau ucapkan pada wanita itu. Lantas memang kenyataanya aku jauh lebih buruk dibandingkan dengan dirinya. Dia jauh lebih pantas untuk menjadi wanita yang kau cintai dimasa muda maupun masa tuamu. Kau telah berjanji. Penuhilah janjimu, tuan. Seharusnya memang aku tidak berkinergi denganya, apalagi merebut hak-haknya, aku tidak seburuk itu.
Aku sudah mengetahui segalanya, yang kau ucapkan, tuan. Kau bermain-main dengan perasaanku, sedangkan kau tak pernah melihat ringkuk hatiku disini. Hatiku. -- dia rela sakit untukmu, rela mengorbankan kebahagiaanya demi kebahagiaanmu, rela dibohongi dan dikhianati, rela sakit, bahkan rela melakukan apapun untuk dirimu, tuan. Semakin hari, kebersamaan kita, semakin membuatku jatuh. Semakin tak ingin jauh.
Namun, ini lebih kepada kamu. Ingat lagi, apa yang kau katakan pada wanita itu. Seperti aku yang mengemis cintamu. Sedangkan kenyataanya kau yang selalu menginginkanku, membuatku larut dalam rayuanmu, kaulah sebab nya, bukan aku! Namun kata-katamu seolah mencampakanku. Apa kata itu kasar? Sama sekali tidak. Sebab begitulah kenyataannya. ketika aku dicampakan oleh orang yang ku perjuangkan. Ketika dia yang menginginkanku, namun menganmankan egonya dengan bersikap seolah akulah yang berlutut untuknya. Kadang, jatuh cinta bisa berakhir semenyedihkan itu.
Namun, aku harus kembali menata hidupku. Janganlah melihat diriku yang buruk dimasa sekarang adalah yang menjadi seburuk-buruknya manusia. Tapi lihatlah diakhir khayatnya, belum tentu yang baik saat ini, besok akan tetap menjadi baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Kehilangan
RandomSejauh apapun kamu dan aku saling meninggalkan, aku masih punya milyaran detik untuk menungguimu. Ig :tiaraasyafira