Sebelum kita berpisah menjadi kedua orang asing seperti sekarang ini, kamu masih sibuk memeluk dan menatap mataku. Mataku yang terlihat samar-samar dalam keremangan. Siluet wajahku yang disinari sedikit cahaya dari langit malam itu.Kamu masih menyeringai, kudengar suara tawamu merasuki telingaku. Aku masih tidak percaya pada pernyataanmu.
Dari malam itu, aku benar-benar bisa merasakan setiap detak jantungmu. Jantung yang entah mengapa berdenyut dengan cepat saat kita semakin berpeluk erat.
Itu pertemuan terakhir kita.
Kamu selalu memanggil namaku dialam bawah sadarku, berbisik di telingaku, meraih puncak ubun-ubun kepalaku, kemudian mengecupnya. Segalanya membuat aku bertanya didalam mimpi, nyatanya kita tidak lagi bertemu, jika aku merasa rindu, sanggupkah kamu memenuhi permintaanku untuk segera bertemu? Tidak.. tidak... kau tidak menginginkanku lagi.
Malam ini, aku merindukanmu. Dan, berulang kali, sejak kemarin, aku selalu membaca pesan singkat kita, walaupun isinya itu-itu saja.
Ponselku berdering dan kuperiksa semua pesan di sana, tak ada pesan darimu. Sudah seminggu sejak kamu mengatakan kalimat yang tak ingin kudengar itu, aku selalu menangisimu semalam suntuk.
Aku menangis sejadi-jadinya, sekeras yang aku bisa. Ini benar-benar tidak adil buatku, buat sosok yang selalu mencintai dan memperhatikanmu.
Aku tidak yakin bisa melewati ini semua. Aku tidak lagi punya upaya untuk menjalani hari-hariku. Memang ini terkesan bodoh, setiap orang yang sedang bersedih dan patah hati pasti merasa bahwa dirinya sosok paling sedih sedunia. Dan, aku merasakan itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Kehilangan
RandomSejauh apapun kamu dan aku saling meninggalkan, aku masih punya milyaran detik untuk menungguimu. Ig :tiaraasyafira