Bab. 8

1.2K 34 0
                                    

Kun Hiap yung pengalamannya dangkal, tak tahu apa yang disebut ilmu-jahat Peh-kin lian-beng, cu-sim-loh-hun itu, tetapi dia ingat akan peristiwa ketika ketua Hoa-san-pay Nyo Hwat terkena serangan suara burung sehingga menderita luka-dalam. Jelas ilmu semacam itu sama dengan Hu-sim-sip-hun, ilmu untuk merontokkan semangat dan menggulung nyawa. Khusus untuk mengacau ketenangan pikiran dan hati lawan.

Memang ganas sekali ilmu semacam itu tetapi kalau berjumpa dengan lawan yang lebih sakti kepandaiannya, dia sendirilah yang akan menderita luka yang parah sekali.

Menyadari bahwa yang mengeluarkan bunyi burung itu tentulah Hui Yan dan kini Poa Ceng Cay memerintahkan anak buahnya untuk menghadapi dengan seruling mau tak mau dia cemas juga.

"Poa lo-cianpwe . . . . "

Baru Kun Hiap berkata begitu, Poa Ceng Cay sudah lambaikan tangan dan berkata, "Tak perlu engkau banyak blcara, aku sudah mengerti. Ilmu itu memang terlalu ganas sekali. Karena dia berani sembarangan menggunakannya maka aku hendak memberinya pelajaran. Tetapi tak sampai membuatnya terluka berat."

Kun Hiap tertegun, "Dia akan terluka?"

"Bagaimana? Apakah engkau memang senang bersama dara itu?" balas Poa Ceng Cay.

Sudah tentu Kun Hiap gopoh menolak, "Harap cianpwe jangan salah faham. Kalau bertemu dia aku seperti ular menyurut kedalam lubang, lebih baik tak bertemu saja. Tetapi kedatanganku kemari adalah atas bantuannya. Mana aku sampai hati melihatnya menderita luka?"

Poa Ceng Cay leletkan lidah, "Apakah di Istana Tua itu kalian melihat gambar lukisan orang itu?"

Kun Hiap mengiakan, "Ya, gambar orang itu mirip aku maka Hui Yan lalu berkeras membawa aku kemari, perlu hendak mohon keterangan kepada cianpwe tentang hal yang misterius itu."

Belum Poa Ceng Cay menjawab, tiba2 dari kejauhan terdengar suara burung berbunyi, nadanya tak enak didengar dan diramaikan pula oleh bunyi yang hiruk pikuk.

Saat bunyi hiruk itu mendengung maka bunyi suara burungpun terputus-putus sehingga ketika dengung bunyi hiruk itu meraung sampai yang ketujuh kali, suara bunyi serempak berhenti.

"Karena engkau tak suka bertemu dengan dia, lebih baik kutahannya sampai beberapa hari. Setelah engkau pergi, baru kulepaskan lagi, bagaimana?"

"Ah, itu bagus sekali. Tetapi bagaimana dengan soal yang kukatakan tadi . . . . "

Secara diplomatis Poa Ceng Cay menjawab, "Wajah orang itu memang sering mirip, demikian juga dengan benda2 di dunia mi. Mengapa engkau heran?"

Tetapi keterangan tokoh itu sudah tentu tidak memuaskan Kun Hiap tetapi dia tahu kalau Poa Ceng Cay tentu juga tak mau memberi keterangan lebih lanjut lagi maka diapun tak mau mendesak dan membiarkan dirinya dibawa berjalan oleh tokoh itu.

Ternyata tempat kediaman PoaCeng Cay itu merupakan sebuah bangunan yang penuh dengan rumah2 dan kebanyakan jaraknya saling jauh serta harus berjalan berbiluk-biluk. Kun Hiap hampir tak dapat mengingat lagi dan tak tahu arah yang ditujunya.

Lebih kurang setengah jam kemudian barulah mereka tiba di sebuah gedung. Pintu gedung itu rupanya selama bertahun-tahun tak pernah dibuka. Hal itu dibuktikan dari banyaknya rumput dan rotan hutan yang tumbuh memenuhi depan pintu.

Berdiri di depan pintu, Poa Ceng Cay menghela napas. Wajahnya kelihatan rawan. Kemudian dia mendorong pintu dengan pelahan-lahan. Krek, krek, krek .... rotan hutan yang menjalar diatas pintu, berderak-derak putus semua.

Selekas pintu terbuka tampak di halaman dalam penuh dengan rumput yang tinggi. Beberapa binatang rase dan tikus terkujut berlarian.

Diam2 Kun Hiap heran mengapa dia dibawa ketempat yang hampir tak pernah didiami orang itu.

Kuda BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang