Bab. 4

1.7K 38 0
                                    

Tiba2 dara itu berpaling memandang Kun Hiap lekat2. Sebenarnya Kun Hiap sendiri juga heran pada lukisan yang menempel dinding tembok itu. Tetapi dikarenakan selama dua hari ini dia bagaikan layang-layang yang putus tali alias tak tahu apa yang akan terjadi, dia sampai tak sempat untuk meneliti sampai dimana kemiripan wajah pada lukisan itu dengan wajahnya sendiri.

Mendengar si dara menyebut nama Poa Su Cay barulah Kun Hiap tahu kalau lukisan itu dibuat oleh tokoh she Poa yang termasyhur.

Poa Su Cay sebenamya seorang pendekar besar dalam dunia persilatan. Tetapi diapun juga seorang pelukis yang ternama. Bun-bun-cwan-cay atau tokoh serba bisa baik dalam ilmu silat maupun sastera. Namanya terkenal sekali.

Diam2 Kun Hiap mengambil keputusan. Apabila ada kesempatan dia hendak mencari tokoh Poa Su Cay itu untuk meminta keterangan, siapakah gerangan orang yang wajahnya mirip dengan diri-nya itu.

Beberapa saat kemudian terdengar si dara berkata pula, 'Tokoh yang dilukis itu jelas bukan engkau. Poa Su Cay sudah mengundurkan diri pada 27 tahun yang lalu. Tak mungkin dia akan meminta engkau untuk dilukis."

"Kan sejak tadi aku sudah bilang kalau bukan aku," sungut Kun Hiap.

Si dara mengikik, "Kalan engkau melihat lukisan itu, seperti halnya kalau engkau berhadapan dengan kaca, bukan ? Nah, dengan begitu mayat itu belum tentu kalau paman Lo Pit Hi."

Sebelumnya, Kun Hiap merasa kali ini akan menang angin tetapi siapa tahu dalam beberapa percakapan saja. kembali dia sudah kalah suara. Dia makin mangkel.

"Kalau engkau mengatakan yang mati itu bukan Lo tayhiap, ya sudahlah. Anggap saja begitu. Maaf aku hendak pergi...." ia memberi salam dan terus mundur.

Dara itu hanya tersenyum simpul memandangnya dan tak mencegahnya.

Brukkkk, setelah keluar dari pintu, Kun Hiap terus mengabrukkan pintu lagi dan terus melesat keluar. Tiba2 dia mendengar si dara menangis dalam ruang tadi.

Kun Hiap tertegun. Sesaat kemudian timbullah keinginamiya untuk mengetahui apa yang terjadi pada dara itu. Dengan langkah berjungkat-jungkat supaya tidak menerbitkan suara. dia kembali ke muka pintu.

Sudah berpuluh-puluh tahun istana kuno itu tak pernah diperbaiki. Pintunya banyak lubang2 retak. Dari retak2 itu dia mengintip kedalam. Dilihatnya dara itu tengah berlutut disamping mayat Lo Pit. Hi. Mukanya basah dengan cucuran airmata. Ia tengah merabah-rabah baju Lo Pit Hi seperti sedang mencari sesuatu.

Benar juga. Tak berapa lama, dara itu telah menemukan sebuah benda dari baju Lo Pit Hi.

Melihat itu, heranlah Kun Hiap. Tetapi dia tak dapat melihat benda apa yang diperoleh si da Ta. Hanya samar2, ia melihat benda itu sebesar kepalan tangan, berwarna hitam mengkilap.

Setelah mendapat benda itu, sidarapun ber-henti menangis, Dia membolak-balikkan benda itu dan menelitinya. Saat itu barulah Kun Hiap dapat melihat jelas bahwa benda itu terayata sebuah benda berbentuk seekor kuda kecil, terbuat dari besi. Indah sekali kuda itu.

Sejenak memain-mainkan benda itu, walaupun mukanya masih basah dengan airmata tetapi dara itu tampak berseri gembira. Dia memasukkan kuda hitam itu kedalam baju lalu pelahan-lahan berbangkit.

Melihat itu Kun Hiap terus hĕndak melesat pergi. Tetapi saat itu sidara hanya menghampiri kemuka lukisan. Sejenak menandang baru berpaling dan berseru dengan tertawa, "Ih, perlu apa engkau main mengintip di luar?"

Bukan main kejut Kun Hiap, ia tak menyangka kalau dirinya telah diketahui si dara. Wut, dia cepat enjot tubuhnya melayang mundur.

Dia terkejut dan tergopoh-gopoh loncat dengan sepenuh tenaga maka begitu kaki menginjak papan loteng yang kayunya sudah lapuk, pantai papan itu amblong, kaki terperosok dan tubuh pun ikut merosot ke bawah, brak.

Kuda BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang