Saat itu Wi Kiam Liong sedang duduk di bawah sebatang pohon. Ia mengangkat muka dan seperti menghitung-hitung daun pohon yang lebat. Wajahnya tampak sarat.
Beberapa saat kemudian baru dia menjawab, "Pada waktu itu ketika menjelang senja ...."
Ia lalu menceritakan peristiwa yang dialaminya ketika itu.
Saat itu senja hari. Kabut malam berwarna merah. Hawa udara panas sekali, pertanda bahwa hujan lebat segera akan turun. Waktu itu Wi Kiam Liong yang masih, muda, tengah berjalan mondar mandir di ruang tulis. Kadang dia berhenti memandang keluar jendela.
Sedang saat itu Wi Ki Hu sedang duduk memandang tak berkesiap pada pedang kim-liong-kiam yang terletak di meja.
Beberapa saat Wi Kiam Liong hendak membuka suara tetapi setiap kali tak jadi. Cuaca langit merah membara. Guntur dan guruh berdentam-dentam sahut menyahut. Tak lama kemudian hujanpun turun seperti dicurahkan dari langit.
Wi Kiam Liong melangkah. ke serambi. Tiba2 dia mendengar suara orang bertengkar. Seorang wanita dengan nada yang melengking tajam tengah mendesak pengurus rumahtangga keluarga Wi.
"Bilang terus terang saja, Wi Ki Hu ada atau tidak?" seru wanita itu.
Mendengar Wi Kiam Liong bergegas menuju ke pintu. Dilihatnya seorang gadis berpakaian biru, basah kuyup ditimpah hujan. Rambutnya terurai kebahu dan sikapnya gugup sekali. Tetapi kecantikannya sangat menonjol sekali.
Buru2 Wi Kiam Liong menyambut, "Apakah nona ini . . . ."
Nona itu mendorong pelayan dan menjawab pertanyaan Wi Kiam Long, "Aku datang kemari hendak mencari Wi Ki Hu."
"Apakah nona ..."
"Aku Tong Wan Giok," seru nona itu dengan sengit.
Wi Kiam Liong terperanjat, "O, kiranya nona Toan, silakan masuk, biarlah kuberitahukan suko . . . "
"Tak perlu," seru Tong Wan Giok, "aku ada urusan penting dengan dia. Antarkan saja aku kepadanya."
Pada saat Wi Kiam Liong sedang bersangsi tiba2 dari arah belakang terdengar suara Wi Ki Hu berseru, "Wan Giok . . . . "
Tentulah karena mendengar suara Tong Wan Giok maka Wi Ki Hu terus keluar. Wajahnya tampak tak sedap dipandang.
Tong Wan Giok cepat maju menyongsong ke muka Wi Ki Hu lalu berseru dengan keras, "Ki Hu, dimana dia? Engkau tahu tidak?"
Wajah Wi Ki Hu makin pucat. Saat itu cuaca makin gelap sehingga wajah Wi Ki Hu makin tampak jelas. Dia berusaha untuk mencerahkan wajah dengan seri tawa tetapi malah makin jelek dilihat.
" Siapa? Siapa yang engkau tanyakan? " sahutnya.
"Ih, Ki Hu, engkau ini bagaimana? Engkau tentu tahu siapa yang kutanyakan itu. Dia pergi dengan engkau. Dimana dia sekarang? "
Wi Kiam Liong yang berada disamping, berdebar-debar. Dia tahu siapa yang dicari Tong Wan Giok itu. Ya, tentulah Can Jit Cui..
Wi Ki Hu geleng kepala, " Engkau maksudkan sam-te? Aku, . . . sudah berpisah dengan dia hampir 10- an hari."
Tong Wan Giok tertegun,"Lalu bagaimana ini? Ya, bagaimana ini?" Wajahnya makin gelisah.
"Wan Giok, dengarkan," kata Wi Ki Hu, "sam-te itu romantis sekali. Siapa tahu dia sudah punya teman baru lagi. Tak perlu engkau memikirkan dia."
Tiba2 Tong Wan Giok tercengang. Beberapa saat kemudian baru dia mengangkat muka. Air yang berada di rambutnya mengucur ke mukanya.
"Bagaimana aku tak memikirkannya? Engkau tahu, saat ini aku tak dapat tidak memikirkan dia," katanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kuda Besi
DiversosBeberapa tokoh persilatan diundang ke suatu tempat oleh seseorang yang misterius, beberapa tokoh itu kedapatan meninggal dengan misterius di sebuah istana kuno. Tidak ada yang tahu siapa pembunuhnya maupun si pengundang sebenarnya. Wi Kun Hiap yang...