Bab. 14

1.1K 27 1
                                    

Setelah mengucapkan terima kasih kepada Hui Giok dan terus lari kembali ke lembah. Tiba disitu dia melihat Biau-koh masih berdiri termangu-mangu di mulut gua sehingga seperti tak tahu kalau Kun Hiap datang.

Selekas tiba dihadapan Biau-koh, Kun Hiap menyapa tetapi setelah itu dia menjadi bingung sehingga tak dapat berkata lebih lanjut.

Pelahan-lahan Biaukoh berpaling, "Aku tak dapat membantumu melakukan pembalasan itu tetapi aku dapat memberimu sebuah pusaka."

Isi hatinya dapat diketahui Biau-koh, Kun Hiap gembira sekali, serunya gopoh, "Aku .... menginginkan Kim-wi-kah dan Hiat-hun-jiau."

Biau-koh tertegun dan memandangnya tajam, "Siapa yang bilang kepadamu?"

Diam2 Kun Hiap mengeluh dan memuji akan kelihayan Biau-koh. Cepat sekali wanita itu tahu kalau permintaan Kun Hiap itu bukan atas kemauarinya sendiri melainkan diajari orang. Dia tertegun.

Teringat akan pesan Hui Giok, cepat Kun Hiap berkata, "Kedua benda itu merupakan pusaka yang tiada duanya dalam dunia. Mungkin aku,, .... aku terlalu kelewatan sekali."

Biau-koh gelengkan kepala, "Dengan memandang hubunganku dengan ayahmu dulu, walaupun engkau minta lebih dari itu, juga tak ada halangannya. Tetapi aku hendak memberi sepatah kata kepadamu, engkau harus mau menurut."

Diam2 Kun Hiap gembira sekali karena Biau-koh menyanggupi permintaannya, "Silakan cianpwe memberi petunjuk, wanpwe tentu akan menurut."

Sejenak berpikir, Biau-kohpun berkata, "Aku pernah bilang kepadamu supaya jangan sekali-kali engkau bergaul dengan ji-ah-thau. Mungkin engkau segan untuk menurut nasehatku itu . . . dia berhenti sejenak. Matanya berkilat-kilat tajam memandang Kun Hiap sehingga pemuda itu risih dan tersipu-sipu merah mukanya.

Biau-koh menghela napas, lanjutnya pula, "Kalau memang begitu, sungguh tak meleset dugaanku, itu persoalanmu sendiri. Kalau engkau tak mau mendengar nasehatku, akupun tak dapat berbuat apa2. Tetapi setelah kuberikan kedua benda itu kepadamu, jangan sekali-kali engkau mengatakan kepada ji-ah-thau. Ingat baik2, jangan menghilangkan kepercayaanku...

Kata2 Biau-koh itu diucapkan dengan nada yang amat serius sekali. Diam2 Kun Hiap tertegun. Rencana untuk minta kedua pusaka Biau-koh itu berasal dari Hui Giok. Mana mungkin nanti dia tak bilang kepada nona itu. Diapun tak mengerti mengapa Biau-koh tak menghendaki Hui Giok tahu hal itu.

Dalam pikiran yang masih bingung, Kun Hiap hanya mengiakan saja pesan Biau-koh.

"Ikut aku," Biau-koh berputar tubuh, Kun Hiap mengikuti wanita itu masuk kedalam gua. Setelah melintasi beberapa ruang batu, mereka berhenti pada sebuah ruang.

''Ruang ini menjadi tempat tinggal ji-ah-thau." kata Biau-koh, "dia jahat sekali hatinya. Sudah lama dia ingin mencuri kedua pusaka ini. Setiap waktu aku pergi, dia tentu menggeledah seluruh ruang disini. Dia tak menduga kalau kedua benda itu sebenarnya kusembunyikan dibawah ranjangnya. Setiap malam dia tidur diatas pusaka yang diimpi2kannya !"

Sambil berkata biau-koh tiba dimuka sebuah ranjang batu. Ranjang batu itu merupakan batu yang datar, beratnya tak kurang dari ribuan kati. Tetapi dengan mudah Biau-koh dapat mengangkatnya. Dibawah ranjang batu itu terdapat sebuah liang.

Kun Hiap menyaksikan gerak gerik Biau-koh yang aneh. Dilihatnya Biau-koh mengambil sebuah peti baja, panjang satu meter, tinggi hampir setengah meter. Kemudian ranjang batu diletakkan seperti semula lagi.

Tak enak perasaan Kun Hiap melihat perbuatan Biau-koh yang begitu ketat sekali terhadap anak perempuannya sendiri. Tetapi dia tak bisa omong apa2.

Kotak baja itu diletakkan diatas ranjang batu lalu pelahan-laban dibuka wanita itu. Seketika berhamburanlah bau yang anyir. Kun Hiap sampai melonjak kaget. Dilihatnya dalam peti itu terdapat setumpuk jwan-kah atau baju-lemas yang berwarna kuning emas, dibawah baju itu terdapat sebuah kantung kulit rusa.

Kuda BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang