Bab. 25

973 29 0
                                    

Diluap oleh emosi maka Tong Wan Giok telah memberi peringatan kepada putranya dengan kata-kata, yang cukup keras.

Kun Hiap gelagapan. Apalagi didengarnya nada kata2 ibunya tadi amat sendu dan saat itu mamanya berpaling memandang ke arah Wi Ki Hu.

Tampak Wi Ki Hu tenang saja tak menghiraukan sikap dan kata2 Tong Wan Giok.

Kun Hiap seperti tenusuk ujung pedang mendengar kata2 mamanya itu. Serentak dia mengertek gigi dan berseru, "Baik, bawalah kemari."

Hui Giok cepat mengangsurkan kuda besi.

Sekali teguk maka cairan manis itupun segera masuk ke dalam tenggorokan Kun Hiap. Gluk, begitu masuk ke dalam perut, sebuah aliran panas segera mengalir dari bawah ketiak menuju ke jari tengah. Tapi serentak aliran itu berhamburan balik kembali.

Dia terkejut dan kebaskan tangan ke atas. Wut, segulung angin bertenaga kuat berhamburan, menyiak Tong Wan Giok ke belakang dan menerbangkan pasir dan batu.

Kun Hiap sendiri kaget tetapi dia rasakan hawa-murni dalam tubuhnya hanya naik turun di antara jalandarah Thian-coan-hiat dan Tiong-jong-hiat saja. Hanya lengan kirinya yang sudah bertenaga kuat, dia minta semua obat dalam kuda besi lainnya dan diminumnya habis.

Setiap obat dalam kuda besi dapat memulihkan kembali sebuah uratnadi besar sehingga hawa-murni dalan tubuhnya akan lancar lagi.

Saat itu Hui Yan sudah sadar dari pingsannya, Berpaling ke arah Wi Ki Hu, terlihat wajah lelaki itu tampak rawan, Entah bagaimana tiba2 timbullah rasa kasihan dalam hatinya.

"Wi tayhiap," katanya, "tenaga-sakti dan ingatan Kun Hiap akan pulih kembali. Mengapa engkau tak cepat2 tinggalkan tempat ini?"

Wi Ki Hu terkesiap. Rupanya dia tak menduga Hui Yan akan berltata demikian demi memikirkan keselamatannya.

Beberapa saat kemudian baru terdengar dia menyahut, "Tidak, aku tak ingin pergi."

"Kurasa Kun Hiap akun membunuhmu nanti!" kata Hui Yan pula.

Kumis dan jenggot Wi Ki Hu meregang serunya tegas, "Apa yang telah kuperbuat dalam hidupku, tak pernah aku merasa menyesal. Andaikata aku jadi setan, pun harus terang-terangan. Perlu apa aku harus pergi?"

"Tutup mulutmu!" tiba2 terdengar suara hentakan yang menggeledek sehingga bumi seolah bergetar.

Pandang mata Hui Yan kembali berkunang. Dia berusaha untuk menghimpun semangat memandangnya. Tampak Kun Hiap sudah berdiri. Walaupun tubuh berlumutan kotoran dan pakaian compang camping, tetapi pemuda itu tampak gagah sekali.

Jelas dilihat Hui Yan bahwa lengan kiri pemuda itu masih menjulai lemak ke bawah seperti tak bertenaga. Sepasang matanya berapi-api memandang Wi Ki Hu.

Tetapi Wi Ki Hu tetap bersikap tenang saja. Dia berpaling memandang Kun Hiap dan beberapa saat kemudian baru berkata, "Apaka engkau sudah sembuh? Tetapi mengapa lengan kananmu itu?"

Memang walaupun seluruh tubuh Kun Hiap sudah dapat mengalirkan tenaga-sakti tapi tak dapat mengalir ke arah lengan kanannya. Bahwa dia mampu memegang pedang itu saja adalah karena memaksa diri dengan susah payah.

Namun akhirnya dia memindahkan pedang ke tangan kiri juga. Tanpa menjawab pertanyaan Wi Ki Hu, dia balas bertanya, "Apakah dulu engkau ingat pernah membayangkan bahwa kelak akan tiba hari seperti saat ini ?"

Wi Ki Hu tertawa gelak2. Nadanya di luar dugaan, tenang sekali. Serunya, "Tidak, aku memang tak pernah membayangkannya,"

Kun Hiap maju selangkah. Waktu menginjak segunduk batu, batu itu terdengar bergemerutukan. Ternyata batu itu hancur berantakan.

Kuda BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang