Bab. 7

1.4K 30 0
                                    

Mendengar olok-olok si orang aneh, Kun Hiap gerakkan tangannya menyangkal, "Tidak, tidak. Ah, aku sudah cukup gelisah, sahabat, jangan engkau bertanya lagi."

Orang itu ternyata berwatak terus terang dan lincah, "Baik. Lalu engkau ingin hendak mencari siapa?"

Mendengar kata2 itu, Kun Hiap menganggap bahwa orang itu memang mengerti tata kesopanan maka diapun menjawab, "Ya aku memang hendak mencari susiok (paman guruku) si Pedang-terbang Wi Kiam Liong."

Tiba2 orang itu tertawa gelak2. "Ho, kiranya hendak mencari Wi-heng, Dia sudah kenal lama dengan aku," serunya.

Mendengar pengakuan itu, serentak Kun Hiap bertanya, "Siapakah nama cianpwe?"

"Namaku mungkin engkau belum pernah mendengar," sahut orang itu, "tetapi engkohku mempunyai nama besar di dunia persilatan."

"Siapa?"

"Naga-emas-sakti Nyo Hwat!"

Nyo Hwat adalah ketua dari partai persilatan Hoa-san-pay. Kun Hiap sudah tahu. Waktu berada di rumah keluarga Li, ketika mendengar suara kicau burung, Nyo Hwat telah menderita luka-dalam. Saat itu Kun Hiap juga disitu maka dia tahu peristiwa itu. Tetapi dia belum tahu kalau Nyo Hwat masih mempunyai seorang adik.

Dipandangnya orang itu dengan lekat. Kecuali perawakannya yang jauh lebih pendek dari Nyo Hwat, roman mukanya memang agak minp.

Diam-diam Kun Hiap mengeluh dalam hati karena pengalamannya yang begitu sempit sehingga banyak sekali tokoh persilatan yang belum dikenalnya.

"O, kiranya Nyo cianpwe," serunya sesaat kemudian, "apakah cianpwe tahu bahwa Nyo Hwat tayhiap telah menderita luka di rumah keluarga Li?"

"Ya, kutahu," sahut orang itu, "aku sudah bertemu Wi Kiam Liong dan toako yang menuju ke rumah Wi Ki Hu. Kedatanganku kemari tak lain hendak melihat siapakah tokoh yang begitu lihay sehingga dapat mengalahkan beberapa ko-jiu yang sakti."

Mendengar nada ucapan orang itu, Kun Hiap menganggap kalau orang itu tentu berada di fihaknya.

"O, ternyata mereka. sudah sama menuju ke tempat ayah?" serunya.

Sejenak memandang Kun Hiap, orang itu mendesis lalu berkata: "O, kalau begitu engkau ini Wi hiantit!"

Kun Hiap terkesiap, "Apakah cianpwe kenal dengan ayahku?"

Orang itu tertawa mengekeh, lalu menepuk bahu Kun Hiap dengan keras, "Sudah tentu kenal hiantit. Seharusnya engkau memanggil aku Nyo jisiok (paman kedua)."

Sejenak bersangsi, akhirnya Kun Hiap menyebut, "Nyo . . . jisiok."

"Hiantit yang baik, tahukah engkau siapa musuh kita itu?"

Kun Hiap menghela napas, ''Sudahlah, tak perlu dikatakan lagi. Dia adalah nona Tian yang selalu mengejar-ngejar aku itu1"

Orang itu kepalkan tinju dan berseru, "O, hanya seorang anak perempuan saja. Sungguh besar sekali nyalinya. Naga-sakti Nyo Hwat dan Rajawali-emas Li Goan Siu itu kan bukan tokoh sembarangan, mengapa dia berani mempermainkan mereka. Hm, kalau tak kuberi hajaran, budak perempuan itu tentu belum kapok!"

"Nyo . . . jisiok," seru Kun Hiap, "kurasa lebih baik kita pulang saja. Setelah bertemu ayah baru nanti kita berunding lagi."

"Apa?" teriak orang itu, "engkau mengang-gap aku tak mampu menghadapi budak perempuan itu?"

"Nyo jisiok," kata Kun Hiap, "ilmusilatnya memang sakti sekali."

Orang itu menepuk dada dan berseru, "Jangan kuatir, jika aku ada, Tian Hui Yan tentu tak berani bertingkah."

Kuda BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang