Amare #19

825 166 60
                                    

Sorry for any typo(s), buatnya buru buru soalnya.

Pastikan kamu sudah vote sebelum membaca dan comment sesudah membaca😉

💐💐💐

Chapter 19 - Pertengkaran

+

I wanna know, what you think, when you're alone, is it me? Are you thinking of me?

💐💐💐

  "HALO Tante, Om. Saya Raffael. Maaf saya gak izin, tadi saya ngajak Dilla ke Festival deket sekolah."

  Lina tersenyum. "Tidak apa-apa, Raffael. Kami juga baru sampai."

  "Kalau gitu saya pulang ya, Om, Tan. Sudah malam," ujar Raffael sambil tersenyum sopan, lalu mengangguk pada orang tua Dilla. Ia menyadari kalau Dilla yang berada disebelahnya ini mungkin masih shock karena kepulangan orang tuanya yang mendadak. Yang membuatnya lebih prihatin, orang tua Dilla pulang karena cabang perusahaan mereka di Indonesia sedang bermasalah, bukan karena merindukan Dilla.

  "Kalau ada apa-apa, telfon gue." Raffael berbisik pada Dilla. Dilla mengerjapkan matanya, lalu mengangguk.

  "Thanks ya, buat hari ini." Dilla tersenyum kecil.

Raffael mengangguk, lalu memakai kembali helm full face -nya dan menjalankan kembali motornya. Dilla menatap motor Raffael yang menjauh sampai punggung Raffael hilang dari penglihatannya.

Dilla menarik napasnya, lalu membuangnya. Berusaha menetralkan emosinya.

"Dilla, ayo masuk. Diluar dingin," ajak Lina.

Tanpa menghiraukan perkataan orang tuanya, Dilla langsung masuk kedalam rumah sambil memeluk bonekanya.

  "Jangan masuk kamar dulu. Papa ingin bicara," ucap Fedri yang membuat Dilla menghentikan langkahnya.

  Dengan malas, Dilla melangkah lagi menuju ruang tamu, lalu duduk di sofa yang berada didepan Fedri dan Lina.

  "Kenapa?"

  "Kami baru pulang. Kenapa kamu terlihat tidak senang?"

  Dilla mendengus lelah. "Aku senang. Tapi, aku juga butuh penjelasan. Kenapa Papa dan Mama baru pulang?"

  "Kamu tahu jawabannya. Kami bekerja untuk kamu dan Raka. Kenapa? Uang yang Papa kirim masih kurang?"

  "Papa mikir gitu?" tanya Dilla sambil menaikkan sebelah alisnya.

  "Pa, hidup Dilla tuh gak semuanya tentang uang. Papa sama Mama gak mikir kalau Dilla dan Bang Raka butuh kasih sayang dari kalian?" tanya Dilla. Hatinya terasa kosong sekarang. Bahkan untuk menangis pun Dilla tak ingin.

  Bukannya merasa bersalah, Lina justru terkekeh. "Kalian membutuhkan baby sitter?"

  Dilla membulatkan kedua matanya. Sedatar itukah pemikiran Ibunya?

  "Mama, Dilla bilang, Dilla butuh kasih sayang dari Mama dan Papa, bukan dari baby sitter!" Sudah cukup dari tadi ia mencoba mengatur emosinya. Lama-lama ia jadi kesal juga.

  "Kalian pasti tahu betapa sibuknya kami. Kalian sudah besar kan?"

  "Tapi Mama sama Papa sudah keterlaluan. Aku butuh Mama dan Papa ambil rapot aku, aku butuh Mama dan Papa tanya kabar aku, aku butuh Mama dan Papa menghibur aku kalau lagi sedih. Aku butuh Mama dan Papa buat bimbing aku untuk lanjut kuliah. Itu yang aku butuhin!"

  "Dilla," gumam Lina sambil tersenyum miris. "Papa dan Mama bekerja untuk kalian."

  "Iya, Dilla tahu. Tapi, apa semua yang kita punya ini masih kurang, Ma?"

  "Cukup." Ferdi berucap sambil menatap tajam Dilla. "Kamu sudah besar, dan saatnya untuk mandiri. Jangan manja!"

  Dilla terkejut mendengar bentakan dari Ferdi. "Manja dari mananya sih, Pa? Dilla pernah minta apa sama Mama dan Papa selama ini? Dilla cuma minta diperhatikan sedikit!"

  "Tapi Papa bekerja gila-gilaan ini untuk biaya sekolah dan kebutuhan kamu, Dilla. Apa semua itu tidak butuh uang?"

  "Tapi Papa dan Mama gak pulang 2 tahun. Lupa ya, sama Dilla? Oke, karena Papa dan Mama udah lama gak pulang, Dilla mau cerita. Jadi, baru baru ini Dilla ke rumah Raffael, cowok yang tadi pulang sama Dilla. Mamanya, Tante Rayna namanya, baik banget sama Dilla. Keibuan banget, sayang sama Raffael." Dilla bercerita dengan nada menyindir.

  "Rayna?" gumam Lina sambil mengerutkan keningnya.

  "Belum selesai, Ma, Pa. Papanya Raffael, namanya Om Hardi. Walaupun sering tugas keluar, dia selalu bela-belain pulang kerumah sebulan sekali. Terakhir Dilla kerumah Raffael, Om Hardi lagi di Berlin, katanya kerja sama dengan perusahaan Papa," ujar Dilla sambil menaikkan kedua bahunya cuek.

  "Bahkan, Tante Rayna gak nyangka kalau Dilla anak Papa sama Mama," ucap Dilla sambil tertawa miris.

  "Tante Rayna kira Papa sama Mama bawa anaknya ke Berlin. Nyatanya, kayaknya Mama sama Papa udah lupa punya anak disini." Dilla berucap sarkastik yang membuat Ferdi langsung emosi, lalu berjalan menghampiri Dilla.

  "Kamu iri sama mereka?!" Ferdi membentak, membuat Dilla menahan napasnya. Ferdi mengambil boneka yang dipeluk Dilla erat sedari tadi dengan kasar.

  Dilla memekik saat melihat Ferdi dengan kasarnya merobek boneka itu, membuat kapasnya berterbangan dimana-mana. Pertahanannya luntur, Dilla meneteskan air matanya. Perjuangannya menembak dengan Raffael tadi, uang yang Raffael keluarkan hanya untuknya, semuanya sia-sia.

  "Kamu tahu rasanya mendengar anak yang jadi alasan Papa bekerja keras, memuji keluarga lain? Seperti ini, Hancur," bentak Ferdi sambil membanting boneka itu ke lantai. Dilla menatap boneka itu nanar, lalu kembali menatap Ferdi yang sedang ditenangkan oleh Lina.

  PLAKK

  "Kamu jadi anak gak tahu diri banget sih?!" Lina membentak setelah menampar pipi Dilla. Dilla menutup matanya sambil memegang pipinya yang terasa panas.

  "Kalau kamu lebih nyaman dengan keluarga lain, lebih baik kamu keluar dari rumah ini!"

  Mendengar usiran langsung dari Lina, tanpa aba-aba, Dilla langsung berlari cepat, keluar dari rumah yang menurut Dilla kosong, tidak ada kenangan sama sekali. Dilla memeluk tubuhnya sendiri, lalu menyenderkan tubuhnya di pagar rumahnya sambil menangis kencang. Dengan tangan bergetar, Dilla mengambil ponsel yang ia taruh di tas, lalu menelfon seseorang.

  "Ada apa, Dill?"

  Dilla berucap dengan nada gemetar, sambil menahan tangisnya. "Raffael, lo dimana? Gue butuh lo." Nyatanya, yang ia pikirkan saat sedang sendiri seperti sekarang hanya Raffael, dan akan selalu Raffael.

💫💫💫

TBC

Pendek ya? Hahaha. Ini konflik pertama dari cerita Amare. Yang menangis bisa ancungkan tangan!!!

Spam komen next doang? Gak bakal marah kok!

Amare [ALS #1] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang