Saat kau tersakiti, menangislah, tak apa
Mungkin, itu caramu tuk menghadapi seseorang yang pernah menggores luka di hatimu
Saat lelah, menangislah, tak apa
Mungkin, itu caramu tuk mengurangi beban di hatimu
Saat ketenangan telah kau kuasai, berteriaklah sekencang-kencangnya
Mungkin, itu caramu tuk lampiaskan amarah yang kau pendam
Diam tak berarti apa-apa
Sekalinya bebas, lepaskan dia
:)
"Itu puisi buatan lo?" Irene yang sibuk dengan kertas puisinya membuat Kayla penasaran.
Seperti itulah Irene, bila sudah berkutat dengan tulisannya, mau digoda lima ratus mangkuk mie ayam pun tidak akan goyah.
"Jaga baik-baik. Entar ada yang nyolong lagi," ucapnya sekali lagi.
Tak ada kelanjutan dari percakapan mereka. Merasa terabaikan, Kayla pun beranjak entah kemana.
"Iya, Buna," Irene yang tak tahu Kayla telah lama beranjak justru baru saja meladeni. Seseorang yang berada di meja sampingnya akan mengira ia sedang berbicara sendiri.
Masih sibuk dengan pekerjaannya, Irene terus mendapat gangguan. Entah kali ini dari siapa, yang jelas ia benar-benar terganggu. Ia berkali-kali menyela, namun tetap tidak berhenti.
"Kay! Ih lo dikasih tahu daritadi ya! Bentar dong gue kan lagi fokus makan nih!"
"Makan mulu lo, badan segentong baru tau rasa!"
Kalimat itu sukses menjadi peluru tajam bagi telinganya. Tanpa pikir panjang, begitu melihat Kayla yang duduk di sebelahnya justru asyik cengingis, ia tidak terima.
Kayla yang sedari tadi merasa tidak melakukan apapun justru terjingkat, "Eh, apaan sih lo nyubit pinggang gue? Sakit tau!"
"Lo barusan ngomong apa? Gue kerjaannya makan mulu? Eh gue kasih tahu ya, gue tahu kalau gue bisa ngehabisin lebih dari tiga mangkuk mie ayam sehari, tapi bukan berarti gue gemuk!"
Kayla semakin bingung, tak pernah dilihatnya Irene semarah ini. "Eh, siapa ngatain lo gemuk?"
"Lo lah! Siapa lagi!"
"Eh, sejak kapan kuping lo punya 3 lubang, hah? Gue dari tadi diem. Lo lihat nih gue lagi main Instagram juga!"
Situasi semakin runyam. Mereka pun saling menyalahkan.
"Terus, siapa dong yang ngomongin gue?"
"Ternyata, lo anaknya pelupa ya. Pantas aja, sampai sekarang lo belum nemuin Tora untuk minta maaf sama dia," kedua gadis itu pun menoleh. Dan benar, di belakang mereka telah berdiri tiga orang perempuan dengan tawa jahat.
"Ristya?"
"Minggir lo!" Meli yang datang secara tiba-tiba langsung menggeser segala barang milik keduanya dan memaksa mereka untuk angkat kaki dari sana.
Karena pengusiran tersebut, semua yang tergeletak di atas meja pun berserakan. Dengan sigap Irene menarik buku diarynya dan berlalu bersama Kayla menuju kelas. Kejadian ini semakin membuat Kayla menunjukkan kebenciannya dengan tiga orang itu.
***
Serasa rumah sendiri, keberadaan Geng Devil's di berbagai sudut sekolah sudah menjadi hal biasa. Mereka leluasa melakukan apapun tanpa siapapun berani membentak. Lagipula, percuma saja hukuman dijatuhkan pada mereka. Ujung-ujungnya, hal itu pasti akan terulang lagi.
Seperti saat ini, mereka berubah lokasi markas dari kantin menuju tambak belakang sekolah. Hal ini membuat para murid Tunas Hijau yang beberapa bertugas mengganti air kolam tidak berani beroperasi hari ini.
"Goyang mamah muda ... Mamah muda .... "
"Eh Mi, suara lo bisa dimusnahin nggak sih? Gendang telinga gue rasanya pecah nih!"
"Heh, suara lo kagak enak mblo!" seru Jacob.
"Mbla mblo mbla mblo, eh sorry ya gue nggak jomblo," dengan bangganya, Fahmi menobatkan diri sebagai pria sejati.
"Mana ada cewek yang mau sama lo? " merasa kenyang dengan setiap bualan yang selalu sama, Dicka melemparkan es batu yang sedari tadi ia sesapi ke arah Fahmi. Namun sialnya, barang itu justru mendarat di tempat yang salah.
"Jorok banget sih lo!" pekik Tora.
Suara Tora yang lantang langsung menghentikan pembicaraan seisi tambak.
Dan kejahilan Fahmi tak berhenti sampai di situ. "Gue punya pacar, kok."
"Siapa?" sorak mereka semua serentak, kecuali Tora.
"Pacar gue kan bayangan. Kasat mata, tapi bisa lo rasain dalam hati."
"Gue kira pacar lo gelembung spongebob."
"Enak dong bisa ganti-ganti!" lawakan tersebut sukses memecah kebekuan yang sempat tercipta beberapa saat.
"Oh iya, ngomongin masalah cewek nih, bagaimanakah kelanjutan drama percintaann antara Tora dengan anak perpus itu?" dengan nada bicara selayaknya pembawa acara program gosip.
Tak banyak gerakan, Tora langsung ganti memukul kepala Fahmi dengan sendok makanannya, "Gak ada hubungannya."
Julio yang dianggap pakar mencoba menenangkan, "Jangan terlalu dipikirin lah, ntar yang ada lo jatuh cinta lagi."
"Gue nggak akan mikirin cewek, sedikitpun, lo camkan itu!" seruan tersebut lebih mengarah pada ancaman.
"Wuih, yakin lo? Biasanya tuh ya, cewek puitis tuh bisa bikin lo klepek-klepek sama puisinya. Hati-hati sama hati Tor, salah tangkep bisa baper!" seperti tak tahu malu, Fahmi terus menggoda Tora hingga membuatnya terpojok. Tak kuasa, ia pun pergi dari sana.
Pertanyaan Fahmi barusan memaksa Tora untuk mengingat masa lalunya. Teringat akan seorang gadis yang pernah membuat Tora merasakan kebimbangan paling dahsyat dalam hidupnya. Saat ia harus bertaruh jarak dengan seseorang yang sangat dipercayainya, justru dialah orang pertama yang menggoreskan luka mendalam di hati Tora.
"Kamu mau pilih dia atau Ibu kamu!"
Dan sesaat setelah bertemu Irene, ia merasa tengah bercengkrama dengan perempuan masa lalunya itu. Membuatnya terus dihantui perasaan bersalah. Ingin ia meminta maaf pada Irene, namun ia tahu bahwa Irene pasti telah membencinya jauh lebih dalam.
Di tengah perjalanannya menuju kelas, tanpa sadar, sebuah benda mengganjal alas kakinya. Membuat langkahnya terhenti.
Didapatinya beberapa sketsa gambar yang terlukis di halaman depan amplop tersebut. Secarik kertas yang ada di dalamnya membuat Tora tergugah untuk membacanya lebih jauh. Tulisan itu pun tersusun sangat rapi hingga Tora terkesima.
"Siapa ya pemilik surat ini?"
Sambil membolak-balik surat tersebut, sekilas didapatinya satu kata tertulis di baliknya.
"Terima kasih atas pertemuannya?" membaca puisi itu membuat Tora tersenyum sendiri, seakan suasana hati yang terwakilkan dengan isi surat yang dibacanya.
"Kenapa gue jadi baper begini sih?"
Tora pun membawa surat tersebut dan mengantonginya ke dalam saku seragamnya. Ia melihat sekeliling, memperhatikan situasi, berharap tak ada satupun yang melihatnya mengantongi amplop tersebut.
"Gue juga bisa bikin beginian."
Semoga aja nggak ada yang lihat.
******

KAMU SEDANG MEMBACA
Diam
Teen Fiction"Saat kau merasa tersakiti oleh seseorang, menangislah, tak apa. Karena mungkin, itu salah satu caramu untuk menghadapi seseorang yang pernah menggores luka di hatimu. Setelah kau merasa lelah, menangislah, tak apa. Mungkin, itu salah satu cara jitu...