BAB 9 [ TAK TERDUGA ]

777 40 0
                                    

"Assalamualaikum," ucap Tora saat langkahnya mulai memasuki serambi pintu rumahnya.

"TORA!!!" terdengar suara teriakan dari dalam rumahnya yang membuat Tora bingung. Bisa ia dengar suara itu semakin mendekat, dan kini sumber suara itu ada di depan matanya. Liliana, kakak Tora. "Kakak?"

"Tora! Ya ampun Tora, aku kangen sama kamu!!" ucap kakaknya itu sambil memeluk tubuh Tora yang basah oleh air hujan.

"Kakak kapan datengnya? Kok, Abi kagak ngabarin?" tanya Tora pada kakaknya itu.

"Ya ngapain juga ngabarin, mau aku dateng atau nggak juga kamu sama aja, nggak pernah kangen kan."

"Ngapain juga kangen sama cewek tukang nangis," celetuk Tora seolah ucapannya tadi tak terbebani sedikitpun.

"Kayak kamu nggak pernah nangis aja." Timpal Liliana.

"Lah, kapan coba aku nangis?"

"Beneran nih nggak inget sama sekali?" tanya Liliana, yang semakin membuat Tora penasaran.

"Nangis apaan?"

"Inget 5 tahun yang lalu."

5 tahun yang lalu, di sebuah rumah pohon.

"Kenapa Tora pindah ke Bandung?" Renata melontarkan pernyataan pada seseorang yang kini berdiri di sampingnya. Seseorang yang kini menatap indahnya langit dan menikmati semilir angin pedesaan. Menghembuskan napas, menahan tangis yang ia simpan dari senyum yang mengembang di wajahnya. Seolah, kisah hidupnya di tempat itu adalah yang terakhir kalinya.

"Abi mau pindah tugas. Tora nggak tau sampai kapan." 

"Ya, Tora kok ninggalin Renata sih? Nanti, siapa yang nemenin Renata main congklak di sawah? Nanti, siapa yang jemput Renata buat sholat maghrib di surau? Nanti, siapa yang jadi sahabat Renata?" 

"Tora tetep jadi sahabat Renata kok. Tora nggak kemana-mana, cuma ke desa seberang aja."

"Tapi, Bandung kan jauh. Lebih jauh dari ke desa seberang. Jauh dari Bengkulu," gadis itu semakin membuat Tora kecil tak dapat membendung air matanya. Hingga akhirnya, tangis itu berhasil keluar dari bendungannya.

"Bandung sama Bengkulu sama aja. Sama-sama ada sawahnya, sama-sama ada sapinya." Renata menatap Tora yang sedari tadi hanya menjawab pertanyaan Renata dengan senyum. Tora kecil hanya mengerti kegiatan bermain, bermain, dan bermain. Dan semasa hidupnya, ia hanya mengenal Renata.  Renata yang merupakan sahabat kecilnya, yang berjanji untuk selalu menjadi sahabat, hingga kelak ia dewasa. Tora tak menyangka bahwa mereka berdua akhirnya harus berpisah karena peristiwa ini. Tora harus ikut dengan Abi yang akan pindah tugas ke Bandung. Meninggalkan Renata, rumah di Bengkulu, dan rumah pohon, saksi persahabatan mereka berdua. 

"Tora," panggil Renata yang tengah menangis di sebelahnya itu.

"Apa?"

"Ini," ucap Renata dan memberikan sebuah dreamcatcher pada Tora.

"Jaga barang ini baik-baik ya, anggap aja ini kado perpisahan kita." Renata menggenggamkan gantungan itu di tangan kanan Tora, membuat Tora berjanji untuk tak pernah melupakan barang itu, dan selalu mengingat sahabatnya itu.

"Tora!" terdengar Abi memanggil namanya, untuk segera naik ke mobil dan memulai perjalanan.

"Tora berangkat ya. Tora janji suatu hari nanti, Tora pasti pulang." Ia pun turun dari rumah pohon dan segera masuk ke dalam mobil.

"Aku taruh gantungannya di sini aja." Tora kecil menggantungkan dreamcatcher pemberian Renata di kaca mobilnya.

Tora yakin, Tora pasti pulang.

DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang