Dari sana aku belajar, semua orang akan mengalami satu fase dimana ia akan berubah. Entah dalam wujudnya, sifatnya, ataupun karakternya. Yang pasti, seseorang tak terus hidup dalam keabadian yang ia miliki sejak lahir, seperti halnya seseorang yang terus berkembang menjadi lebih baik atau sebaliknya.Tora Lumbo
**
Malam ini, Irene tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ia mencoba memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri, akan tetapi tetap saja matanya tidak dapat dipejamkan. Membuatnya kesal, apalagi kini ia ditinggalkan seorang diri karena sang Bunda yang ingin mengambil beberapa pakaian untuk Irene, dan sialnya sang kakak justru mendapat mata kuliah malam. Jadilah, ia kini seorang diri ditemani suara televisi yang menemani.
Irene mencoba menelpon Kayla untuk menemaninya yang tidak dapat tidur. Berkali-kali ia mencoba menelepon ulang, tapi tetap saja panggilan itu tak segera dibalas. Dan Irene tetap berpikir positif.
Tak menyerah begitu saja, ia pun mencoba mengirim pesan singkat kepada Kayla. Dan beruntung, di notifikasinya menunjukkan bahwa Kayla sudah membacanya.
Tak lama, deringan di ponselnya menandakan bahwa ada satu notifikasi yang masuk.
"Sorry Ren, tadi gue kebelet, itu sebabnya telepon dari lo nggak gue angkat."
"Kay, Lo lagi sibuk ya? Mau dong, kalo Lo kesini temenin gue. Gue sendirian nih."
"Ke rumah sakit?"
"I-iya, emangnya lo lagi sibuk ya? Yaudah, nggak apa-apa, lo nggak perlu kesini."
"Boleh banget Ren! Gue bakal kesana, tunggu lima menit ya!"
Ya begitulah Kayla, pandai membuat kejutan. Sebenarnya, ia merasa tidak enak karena Kayla harus malam-malam ke rumah sakit. Akan tetapi, ia juga takut bila sendirian.
Irene terus memandangi jam di dinding dan terus berhak Kayla cepat datang. Ia benar-benar tidak sabar ingin menanyakan bagaimana hari-harinya di sekolah, dan tentunya ingin menanyakan keadaan seseorang.
Tepat saat ia melihat jam menunjukkan jarum panjang di delapan, Irene mendengar suara langkah. Menurutnya, itu pasti suara langkah kaki Kayla. Untuk membuat kejutan, ia pun berpura-pura tertidur untuk menjahilinya.
Tiba saat seseorang membuka pintu kamar inapnya, ia begitu terkejut.
Suara laki-laki?
Irene benar-benar bingung. Jantungnya berdegup kencang. Dan ia mencoba untuk berpura-pura tidur agar tidak dicurigai.
Ia bisa mendengar langkah kakinya semakin mendekat, dan kini sosok itu benar-benar berdiri di samping ranjangnya. Napasnya tidak teratur, matanya berusaha untuk tidak membuka.
Dan ia menyelipkan sesuatu di tangan Irene yang membuat jantung Irene berdetak lebih cepat.
Dan samar-samar orang itu membisikkan kata-kata yang tidak bisa ia tangkap dengan nalar.
Irene, gue turut bersedih melihat Lo yang bakal jauh dari Tora. Gue yakin, bisa ngedapetin cepat atau lambat. Dan asal Lo tau, orang yang berhasil bikin Lo menderita seperti ini adalah Tora Lumbo.
Dan Irene benar-benar tidak bisa meyakininya.
***
"Gimana nih, gue takut."
"Gue telpon Ibu, ya."
"Jangan telpon siapa-siapa," perintah Irene. "Kalau kita kabur diam-diam dari sini, gimana?"
"Ngaco, lo! Luka lo masih belum pulih, lo sayang nggak sih sama diri lo sendiri?"
"Ya, mau bagaimana lagi? Gue nggak mau terus-terusan dihantui disini," Irene menangis. Tangisannya semakin membuat keadaan riuh, Kayla yang menghadapinya sendiri dibuat kelagapan.
Kayla memeluk Irene dengan penuh pethatian. Dia terus menghapus air mata yang jatuh di wajah Irene. Terus menerus, hingga isakan itu hilang.
Di tengah-tengah kebersamaan mereka, seseorang masuk ke dalam ruangan, melihat mereka berdua yang dilanda kesedihan bertubi.
"Maaf, gue datang di waktu yang salah, ya?"
*******
"Irene diteror?"
Setibanya Tora, Kayla langsung membawanya keluar dari ruangan perawatan. Ia menggiringnya ke balkon rumah sakit, meski akan terasa seram bila datang ke sana di tengah malam. Hawa dingin, suara anjing menggonggong, nyamuk dimana-mana, semakin memperkeruh suasana.
"Iya, dan sekarang dia nggak bisa jaga emosi. Gue takutnya, lukanya makin kambuh. Dan kita nggak mungkin izin sama dokter untuk kabur dari sini."
Tora berteriak, sepuas-puasnya. Salah satu hal yang akan ia lakukan ketika dirinya sedang terpuruk, dan terbebani banyak permasalahan.
"Gue, boleh tanya satu hal nggak, sama lo?" pertanyaan yang keluar dari mulut Kayla berhasil mengacuhkan perhatian Tora. Ia yang sedang tidak ingin berbicara hanya mengangguk mengiyakan.
"Lo sayang sama Irene, sejak kapan?"
Mata Tora membulat. Selama ini, setelah ia berhasil jauh dari orang-orang yang dikasihi, meninggalkan sahabat-sahabatnya yang telah meruntuhkan rasa kepercayaannya, Tora berjanji untuk tidak mudah percaya kepada orang lain, terlebih lagi urusan perasaan. Mendengar pertanyaan Kayla, ia bingung, apakah akan percaya dengan perempuan ini atau tidak.
"Sekarang bukan waktu yang tepat untuk ngungkapin itu."
"Gue sayang sama Irene, meskipun gue hanya butuh waktu sepekan untuk bisa jadi sahabatnya. Dia pernah bilang, waktu kecil, dia suka main di rumah pohon. Dan di tempat itu, dia pernah mengenal seseorang, yang sampai sekarang belum pernah dia kasih tau siapa sosoknya, ke siapapun. Termasuk gue."
Tora berdeham. Seakan ucapan Kayla merasuk dalam tubuhnya, dan memuncak di ubun-ubun, ingin rasanya memeledakkan diri.
Minggu-minggu kelam yang dialami Tora bukanlah hal yang mudah. Yang setiap paginya ia bermain bola di lapangan, kini ia harus membantu Galih mengurus bar yang mereka berdua rintis. Yang setiap senjanya ia habiskan untuk berlama-lama menunggu Irene di perpustakaan, kini harus menyaksikan perempuan yang dikasihinya terkapar.
Dan saat ini, untuk pertama kalinya, Tora merasakan perubahan itu.
**

KAMU SEDANG MEMBACA
Diam
Novela Juvenil"Saat kau merasa tersakiti oleh seseorang, menangislah, tak apa. Karena mungkin, itu salah satu caramu untuk menghadapi seseorang yang pernah menggores luka di hatimu. Setelah kau merasa lelah, menangislah, tak apa. Mungkin, itu salah satu cara jitu...