BAB 7 : Permulaan

899 47 0
                                    

Hari ini tidak seperti biasanya. Irene harus pulang dengan angkot. 

Melihat Irene yang malang, Kayla terus membujuknya untuk pulang bersama, meski sebenarnya Irene juga tak ingin menolak. Tapi ia harus menjenguk sang ibu yang berbaring di rumah sakit.

"Lo kan nggak biasa naik angkot, gue takut lo ada apa-apa," Kayla yang tak berhenti membujuk terus meyakinkan Irene.

"Lo pikir gue bocah SD takut sama orang?"

"Entar kalau ada orang mesum, gimana?"

Seketika bola mata Irene membulat.

"Ih, kok lo doain begitu sih? Entar juga gue ketemu sama anak lain yang biasanya naik angkot."

Sejurus kemudian, vespa Kayla mulai menjauh dan hilang dalam kepulan asap. Terik matahari tak henti memaksa Irene untuk terus mengusap peluh. 

Sambil berdiri dengan posisi agak bungkuk, punggung kecilnya harus menopang beratnya beban yang ada di dalam tas. Sembari membenarkan posisi tasnya, tiba-tiba ia merasa ada seseorang di belakangnya.

"Aw!" 

Dan ia yakin, suara itu bersumber dari seseorang yang terbentur oleh tasnya.

Ia memberanikan diri untuk berbalik, berharap dia bukan orang mesum atau orang jahat.

Tapi yang terjadi, justru sebaliknya.

"Ya Tuhan, lo yang gampar gue!"

Ternyata, seorang Tora tengah berdiri di belakangnya, dan tanpa ia ketahui sejak kapan.

Irene hanya mendesah. Yaampun, apakah bertemu dengannya harus diisi dengan perseteruan seperti ini?

"Ngapain lo disini?" 

"Lo pikir gue ngalong disini, hah? Ya naik angkot lah!"

Melihat Tora yang ada bersamanya saat ini, teringat akan sesuatu.

"Oh iya, ukannya selama ini lo selalu bawa mobil, ya? Kenapa naik angkot?" mendengar pertanyaan Irene, Tora hanya bisa meneguk ludahnya. Bersabar.

Mungkin hari ini, ia sedang amnesia.

"Udahlah, nggak usah dibahas," untuk mengurangi perdebatan, Tora mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

Lama mereka menunggu hingga 20 menit, namun tak satu pun angkot yang Irene tuju melewati jalanan itu. Dan selama dua puluh menit itu pula, tak ada satu pun diantara mereka yang angkat suara, hingga akhirnya panggilan Tora memecah keheningan.

"Kok lo nggak naik-naik dari tadi?"

Irene yang merasa kelelahan mulai merasa aneh dengan keberadaan Tora.

Dan anehnya, Tora hanya memerhatikannya dengan wajah kaget.

"Oi," panggil Tora.

"Lo mimisan." 

Keduanya terdiam sejenak, saling menatap. Irene pun bingung sambil memegang lubang hidungnya. Dan dilihatnya ada bekas darah.

Tak perlu berlama-lama, Tora langsung menyeretnya. 

Irene yang tak tahu apa-apa dan tiba-tiba dibawa sesukanya berontak. "Lo mau bawa kemana hah! Mesum ya lo!"

Tora tetap melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan rengekan Irene.

DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang