And they say that I will find another you, that can't be true
Pagi ini, Irene terpaksa untuk tetap absen demi kondisi tubuhnya. Larangan Bunda membuatnya bosan berada di rumah.
"Tapi Bun, hari ini udah hari ketiga Irene nggak masuk. Irene udah ngelewatin ulangan biologi sama matematika." Irene mencoba membela diri untuk meyakinkan Bundanya.
"Irene, Bunda nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Buat jalan saja kamu masih dituntun."
"Iya Re, mending kamu nurut sama Bunda. Apa yang dibilang Bunda juga yang terbaik buat kamu."
Irene hanya bisa pasrah. Ini adalah hari ketiganya untuk absen, dan pastinya tanpa Kayla disisinya. Tak lama, Bunda pun keluar dari kamar dan diikuti oleh Piya yang masuk ke dalam kamar dan mencoba menenangkan Irene.
"Kamu udah punya pacar ya Re?" ucapan Kakaknya itu membuatnya menganga.
"Pacar?"
"Kemarin malam, waktu kamu udah tidur, ada tukang pos kasih surat ini. Ya, bisa aja itu surat dari pacar kamu. Coba gih kamu buka, Kakak mau ke kamar dulu."
Irene terdiam. Setelah Piya memberikan surat tersebut, ia pun keluar dari kamar Irene. Banyak hal tidak terduga yang terjadi belakangan ini, dan tentunya di luar dugaan. Tanpa menunggu lama, Irene pun membuka surat itu yang masih tersegel rapi dengan perangko yang tertempel disana. Ia pun membuka kertas tersebut dan membacanya.
Kepada: Irene Zahra Faye
Segera temui saya di taman kompleks perumahan Griya Asri Blok 7H, Selasa 18 April 2017 pukul 16.00.
"Siapa yang ngirim surat ini?" Irene membolak-balik kertas itu dan sesekali kembali merogoh apa yang ada di dalam amplop. Dan ia kembali menemukan satu petunjuk yang terselip di dalam amplop coklat itu.
"From TL?" Irene hanya dapat mengernyitkan dahi melihat nama itu.
****
"Eh Tor, lo kenapa senyum-senyum gitu sih?" Fahmi yang tengah menyelesaikan tugas ekonomi dari guru mata pelajaran hanya dapat geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu.
"Kagak papa." Tora hanya menjawab singkat pertanyaan Fahmi dan kembali memusatkan perhatiannya pada guru bahasa yang kini tengah mengajar di depan kelas.
"Lo senyum-senyum mulu, apa karena hari ini Bu Karmila cantik ya?"
"Ngapain juga gue merhatiin Bu Karmila."
"Habis, kenapa lo senyum-senyum sendiri gitu sih? Kagak biasanya lo kayak gini," Fahmi yang sedari tadi sibuk dengan tugas ekonominya itu mau tak mau terus memperhatikan Tora yang hari ini sedikit berbeda.
"Serah gue lah." Fahmi pun melirik Tora yang tengah menulis sesuatu di atas kertas.
"Lagi nulis surat nih? Buat siapa?" Fahmi yang melihatnya langsung bertanya penasaran. Namun Tora tetap diam tak menggubris.
"Lo keliatannya bahagia banget ya Tor. Kalau gitu, traktir gue bakso di kantin ya?" Ucapan Fahmi barusan rupanya membuat Tora berjingkat.
"Yakin cuman bakso doang?" jawab Tora santai.
"Widiih, beneran nih!" Ucap Fahmi dengan kerasnya hingga membuat salah satu teman sekelas memperingatkannya.
"Ssstt." Ucap Bintang sambil meletakkan telunjuk di bibirnya isyarat untuk memperingatkan Fahmi. Fahmi seketika membekam mulutnya sendiri karena tak sadar telah membuat keributan di kelas.
"Biasa aja kali." Rupanya, Tora benar-benar berbeda hari ini. Siapa sangka, seorang Tora yang sebelumnya cuek dan dinginnya minta ampun, hari ini hatinya benar-benar sedang cair.
"Beneran nih?"
"Beneran Fahmi. Diam napa, entar lo disuruh maju ke depan tau rasa lo." Tora meninggalkan Fahmi yang tengah berjingkat disampingnya itu dan kembali memperhatikan penjelasan Bu Karmila.
****
Sore ini, Irene benar-benar memenuhi permintaan seseorang dalam surat itu. Sebenarnya, ia tak ingin datang untuk memenuhinya sebab ia tak mengetahui siapa pengirim surat itu. Namun, demi mengurangi kebosanannya, dengan senang hati ia memenuhi permintaan tersebut.
"Akhirnya, gue bisa keluar rumah juga!" jingkat Irene yang masih sibuk menguncir rambut panjangnya yang tergerai dengan indah di depan kaca. Setelah selesai, tanpa menunggu waktu ia langsung pamit dengan sang kakak dan pergi menuju taman di belakang kompleks perumahannya itu.
Sesampainya disana, ia tak melihat seorang pun. Lama Irene menunggu hingga waktu menunjukkan pukul 16.30. Membuatnya badmood karenanya.
"Setengah jam gue nunggu disini, tapi dari tadi kagak nongol satu orang pun. Atau jangan-jangan gue lagi dijebak ya?" Perasaannya mulai tak enak dan mulai memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Lo nggak lagi dijebak kok." Suara itu muncul dari belakang Irene. Ia pun membalikkan badan dan mendapati seorang laki-laki tengah berdiri disana, lengkap dengan jaket, T-shirt berwarna biru navy dan jeans yang melengkapi pesonanya.
"Tora?"
"Hai Ren. Kaget ya?" Tora melontarkan satu kata yang membuat Irene semakin bingung.
"Lo tahu darimana kalo rumah gue deket sini?" Irene mulai berdiri dan berbicara berhadapan dengan Tora.
"Mending, lo duduk dulu aja biar ngomongnya enak." Ucap Tora sambil memegang bahu Irene dan menuntunnya untuk duduk di salah satu bangku taman.
"Gimana ceritanya sih?" pertanyaan itu kembali muncul sampai membuat Tora tertawa karenanya.
"Lo lucu tiap kali lo mbambet kayak gitu."
Irene hanya diam. Bukan karena tak senang dengan ucapan Tora, melainkan mencari cara untuk tetap terlihat biasa saja di hadapan Tora.
"Ren, gue kesini sebenernya mau minta maaf sama lo."
Irene menaikkan alisnya tak mengerti maksud ucapannya. "Minta maaf apaan?"
"Ya, andai lo tahu, lo bisa kayak gini karena gue."
Untuk kesekian kalinya, Irene semakin dibuat bingung dengan kedatangan Tora dihadapannya. "Maksud lo apaan sih? Gue tambah bingung tau nggak."
"Jadi, gue yang udah ngunci lo dari luar waktu lo ketiduran di perpustakaan kemarin. Gue minta maaf." Dengan kepala menunduk, ia berusaha untuk menyembunyikan malu atas kecerobohan yang ia perbuat.
"Gimana ceritanya?" tanya Irene dengan sedikit menyentak.
"Ya, waktu itu, gue mau ke perpustakaan. Gue kirain, masih ada petugasnya di dalem, eh ternyata waktu gue liat dari luar, kayaknya sepi banget. Karena bel pulang juga udah lama bunyi, gue minta kunci perpustakaan ke Pak Bibu, ya terus gue kunci deh. Gue minta maaf, ya."
Irene menatap Tora bahagia. Tak biasanya seorang Tora melakukan hal seperti ini. Terkesan jauh dari kata menakutkan seperti yang dikatakan banyak orang.
"Ren?" Tak sadar bahwa ia telah larut dalam lamunan.
"Yaudah, gue anter pulang, ya. Sebagai usaha untuk dapat permintaan maaf dari lo."
Dan mereka berdua pun berjalan menyusuri taman dengan bahagia. Sepanjang jalan, mereka bercengkerama membahas segala hal. Dan di sela-sela percakapan, Tora mengatakan satu hal yang sangat tak disangkanya.
"Gini terus ya, jangan suka marah-marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam
أدب المراهقين"Saat kau merasa tersakiti oleh seseorang, menangislah, tak apa. Karena mungkin, itu salah satu caramu untuk menghadapi seseorang yang pernah menggores luka di hatimu. Setelah kau merasa lelah, menangislah, tak apa. Mungkin, itu salah satu cara jitu...