BAB 17 [KEHIDUPAN YANG BARU]

724 32 5
                                        

Hari ini, Tora memang berniat untuk kabur dari rumahnya secara diam-diam. Tora tak ingin Abinya ataupun Kakaknya memergokinya ketika memasuki rumah. Dengan suara motor yang semaksimal mungkin ia kurangi dan langkah kakinya yang berusaha untuk tidak mengeluarkan suara hentakan yang keras, Tora memasuki rumahnya yang sebentar lagi akan menjadi mantan rumahnya. Dan yang pasti, mantan keluarga pula.

Ia memasuki kamarnya, mengemasi barang-barang, dan ia masukkan ke dalam tas ransel besarnya.

Tiba ia hendak memasukkan bingkai foto seorang gadis, ia menitikkan air mata.

"Ren, gue nyesel udah ninggalin lo. Gue nggak bisa bahagia selama kita pisah. Maaf, gue nggak bisa nepati janji Lo untuk buat gue selalu bahagia."

Setelah semuanya selesai, ia bergegas keluar dari rumah dan segera menjalankan motornya. Melajukan motornya menuju rumah Galuh.

***

"Katakan, pasien bernama Irene Faye dirawat di ruang apa?"

"Em, di Ruang Bougenville, Mas."

"Terimakasih. Jangan panggil satpam atau saya akan bunuh pasien."

Dan pria itu berjalan menuju ruang yang telah dikatakan oleh salah satu perawat. Dengan memegang sepucuk surat dan setangkai mawar, ia mendatangi ruangan Irene, meski bukan lagi waktu untuk kunjungan.

Koridor rumah sakit terasa sunyi. Sepi, apalagi hanya terlihat hanya satu atau dua perawat saja yang lalu-lalang.

Sampai ia di depan kamar Irene, pria itu membuka pintu. Mendapati tubuh seorang gadis yang terbujur lemah. Dengan mata tertutup dan tanpa seseorang mendampinginya.

Pria itu dengan santai menggenggam tangan Irene, seakan diantara mereka tidak terpaut jarak. Membisikkan sesuatu di telinga Irene yang malang.

Merasa ia tidak perlu lama-lama berada di ruangan itu, pria tersebut pun bergegas meninggalkan ruangan. Tak lupa meninggalkan sepucuk surat itu dan setangkai mawar yang ia selipkan diantara jari jemari Irene.

Pria itu melihat sekeliling koridor. Setelah dirasa aman, ia pun berhasil keluar dari rumah sakit dengan rencana yang sukses.

"Kali ini, Lo jauh di belakang gue, Tor."


***

"Assalamualaikum," Tora memberi salam, mencoba untuk menyapa orang-orang yang ada di dalam rumah barunya kini.

"Lo bau alkohol tapi masih inget Tuhan," celetuk Galuh yang kini di tangannya tengah mengisap rokok yang sedari masih belum habis.

"Gue emang suka main miras, tapi gue nggak akan pernah lupa siapa yang ngatur hidup gue. Meskipun hidup gue bener-bener ancur sekarang, gue yakin suatu saat nanti, kebahagiaan pasti berpihak pada gue." Galuh melongo mendengarnya.

"Agaknya, gue bakal denger ceramah setiap hari selama Lo tinggal disini," Galuh berderai tawa, meskipun Tora hanya membalas dengan senyum miring. Dalam hati Tora, sebenarnya ia tak ingin berurusan dengan dunia-dunia kelam seperti ini. Namun, kenyataan memang benar-benar tidak bisa dihindari. Bila ia masih ingin hidup, dengan terpaksa ia harus bergelut dengan barang-barang itu.

Seketika, ingatan Tora kembali mengingat bagaimana Renata berusaha sekuat tenaga agar mencegahnya pergi. Setelah  Tora diangkat oleh orangtua barunya, yakni Abi dan bertemu Liliana, perempuan yang dianggapnya sebagai seorang kakak. Yang membuatnya berpisah dari Renata.

DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang