when you were gone

1.9K 96 4
                                    

Alunan musik jazz terdengar dari sudut cafe. 4 jam sudah kanaya terduduk diam dengan green tea latte yang ia pesan. Minuman ini,minuman favorit Ian. Awalnya kanaya tidak suka minuman ini. Karena ian lah ia menyukainya.

Tiba-tia ada seorang cowok datang dan duduk di depan kanaya. Saat Cowok itu menatap kanaya,Kanaya hanya mengalihkan pandangannya dari cowok itu. itu Yoky.

"tuh kan, gue udah ngira lo disini." sambil meminta minuman Kanaya.

"gue ngga ngerti, kenapa hanya masalah sepele kayak gini. dia lebih milih ninggalin gue?"

Yoky menarik panjang dan menghela nafasnya "sepele maksud lo?! pertama, lo udah bohongin dia. Kedua, lo sama reza dulu belom putus secara sah kan? seharusnya tuh lo bilang kak. ini bukan sepele, ini masalah hati dia udah sakit gara gara lo bohongin." sembur yoky kepada kanaya.

"tapi kan gue nggak mintak reza buat dateng lagi yok." ujar kanaya sambil melempar kan tatapannya keluar jendela.

Mereka sama sama saling terdiam hingga waktu menunjukan pukul 6 sore. Yoky mengajak Kanaya pulang.tapi, kerena mereka berbeda mobil. Kanaya menyuruh Yoky untuk pulang duluan.

"mas bill nya mas."

Seorang pelayan menuju ke tempat meja kanaya. Tetapi, anehnya pelwyan itu tidak membawa kertas apapun. Itu yang membuat Kanaya bingung.

"permisi mbak, pesenan mbak sudah di bayarin tadi."

deg.

Kanaya mengucapkan terima kasih kepada pelayan tersebut dan berlari ke luar cafe. Ian? yatuhan? itu ian? ian kamu dimana? Mata kanaya tak henti hentinya melihat setiap sudut jalan luar cafe.

"kata orang, amarah itu tercipta karena otak kita berfikir tidak sempurna. Karena itulah penyesalan terjadi." Kanaya mendengar suara seorang laki-laki dari belakangnya. Ia cepat cepat menoleh dan mendapati cowok bertubuh tinggi namun tak setinggi ian, memakai kemeja hitam dan celana jeans.

Itu bukan ian, bukan dia. melainkan, Reza. Kanaya kecewa. Kanaya berlutut sambil menangis.

"oh, ternyata lo.Z aaaaaaaa tolong jangan pernah lagi muncul dihidup aku! Aku sayang Ian za!" tangisan kanaya semakin keras. Tiba tiba hujan turun dengam deras.Reza berlari ke arah Kanaya berlutut. Langkahnya semakim cepat membuat sepatunya basah tetapi ia tak peduli. Reza tetap berlari menuju kanaya. Reza melepaskan Kemejanya lalu memakaikannya ke tubuh Kanaya.

Tak lama kemudian Kanaya jatuh pingsan di pelukan Reza. Dengan sigap Reza pun menggotong Kanaya menuju mobilnya. Segera ia membawa Kanaya ke Rumah Sakit.

.

.
"nggak papa kok ini, suhu tubuhnya panas sepertinya dia kecapekan atau mungkin stress. Nanti kalo sudah siuman boleh langsung pulang kok." ujar dokter setelah keluar daru ruang UGD.

Reza masuk ke tempat Kanaya berbaring. Memang benar. Kanaya hari ini lebih kurus, di bawah matanya terdapat kantong mata. Reza menggenggam tangan Kanaya dengam erat.

"coba gue nggak ninggalin lo waktu itu."

tring tring tring

ponsel kanaya berbunyi. Reza mengambilnya dari dalam tas nya. Ternyata, yang menelfon adalah mama Kanaya. Reza menjelaskan apa yang telah terjadi dan Mama kanaya mengerti.

"yan...iyan" kanaya memanggil nama itu, tetapi matanya masih terpejam. Reza yang awalnya berdiri tegap jadi memajukan badannya mendekat ke wajah Kanaya. Reza mengerti kanaya masih selalu memikirkan Ian.

Mata kanaya perlahan terbuka.Cahaya lampu masuk ke mata Kanaya. Saat menyadari tangannya di genggem oleh reza, ia langsung menariknya.

"kok gue bisa disini?" tanya kanaya.

"tadi kamu pingsan, nih aku beliin kamu air putih. Minum dikit mau yah?" ucap reza sambil membukakan segel botol plastik tersebut. Kanaya hanya terbangun dan mengangguk.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari luar. Ternyata, mereka adalah Widya, Ryan dan Eva "lo gapapa kan?apanya yang sakit?" tangan widya meraba raba kepala kanaya.

"aduh wid, muka gue ngapain lo serampuk serampuk gini sih" sambil menyingkirkan tangan Widya dari wajahnya. Ryan dan Eva melihatnya hanya tertawa. Namun, tawa mereka hanya berlangsung sebentar. Karena, tatapan kanaya berpaling kepada Reza.

"za,lo harus pulang dan makasih"

"tapi lo ka-" eva langsung maju kearah Reza berdiri "ada kita kok za, lo tenang aja" Tanpa berkata apa apa lagi. Reza melangkah pergi dari ruangan itu. Langkah reza terhenti dan ia memutar badannya menghadap kanaya kembali.

"kalo kamu ngira aku yang bayarin minuman di cafe tadi, kamu salah. it's him"

.

.

Kanaya pov.
a month later

Hari ini adalah hari terakhir liburan kenaikan kelas gue. Kalo diitung itung gue udah putus sama Ian sebulan 6 hari. Tapi, rasa gue ke dia masih sama. sama persis tidak berubah sedikit pun.

Ian sih waktu liburan kemaren nggak keliatan sama sekali. Emang dia lagi ke Jakarta yang waktu itu janjinya gue sama Reza yang nganterin. Tapi karena..ya udahlah.

kata Eva sih ian mau pindah sekolah lagi. Abi bilang dia pindah ke luar kota. Gue udah bener bener nggak pernah ngomong sama dia. Gue percaya aja sih, kalo dia mau pindah soalnya terakhir gue liat dia di ruang kepsek sama mamanya.

"kok nggak dimakan? mau aku pesenin yang lain?" Dia yang sekarang sebulan terakhir ini nemenin gue. Gue nggaktau kenapa perasaan gue ke dia gak bisa tumbuh layaknya seorang kepada pacarnya sendiri.

"nggak usah za, ini aku makan kok" jawab gue ke Reza. ya, gue balikan sama Reza. Kok bisa? semenjak pulang dari rumah sakit Reza yang rajin jengukin gue, merhatiin(lagi) gue, dan sampai akhirnya, dia minta kesempatan sekali lagi ke gue. why not? mungkin dengan adanya dia gue jadi bisa lupa sama ian.

Sebenernya gue kasian sama reza. Dalam hubungan ini dia layaknya yang berjuang sendirian. Gue ga bilang gue nggak sayang dia. cuman rasanya nggak kayak waktu gue pacaran sama dia dulu.

"hiiii guyss!!" Ucap widya dan Eva yang datang entah dari mana.

"za,katanya kamu mau jemput mama kamu? biar aku pulang sama widya sama eva ajadeh. Aku nggakpapa" jujur gue lagi nggak pengen sama Reza hari ini. Dari pada mood gue jelek kan kasian dianya juga.

kayak nya Reza ngerti maksud gue. Dia langsung bayar makanan gue dan pamit ke gue, dia cium kening gue. Gue memejamkan mata gue dan dalam hati gue "yatuhan maafin gue"

Reza berjalan dan mobilnya hilang pada belokan pertama. Gue ngerti temen temen gue lagi ngeliatin gue. Mereka ngerti apa yang gue rasain sebulan akhir ini.

"kan lo harus tau Rony sama Sheila jadian tauga." sahut Eva yang gue jawab hanya tawa dan tak percaya. Gue diem lagi.

Widya menghela nafas "kanaya, lo sampek kapan mau kaya gini? kalo lo nggak sayang dia,putusin ajadeh. Lo tuh dosa bikin mainan perasaan orang"

"kita kangen lo yang dulu kan. lo yang ceria, lo yang cerewet, lo ya.."

Telinga gue panas dan gue langsung motong "iya itu waktu gue sama ian dulu!!" mereka tersentak denger jawaban gue. Lagi lagi gue nangis.

"lo harus nerima lah kan, lo harus terbiasa. Apalagi Ian abis gini pindah ke luar kota lagi. Apa lo mau lebih stress dari ini?" eva menatap gue dengan serius.

Gue diem.

SORRY UPDATENYA LAMA SAMA PENDEK,LAGI BANYAK TUGAS WKWK

Aya!Stop Make Me..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang