tentang hujan
ia datang. tak lagi sejenak
mengetuk ngetuk jendela
juga atap rumah
hantarkan lipatan sajak
tentang dingin juga basahaku menekur, menghitung ubin ubin basah
sebab atap bocor, bapak tak di rumah
ucapmu;aku terlalu manja, bermandi hujan. sedang, payung tersedia di mana manaini sudah kesekian kali. entah ke seratus, ataupun seratus dua puluh lima. aku tak ingat lagi. tentang hujan yang datang. basahi jalan jalan retak, sirami rindu rindu bengkak juga dada dada sesak
aku masih terpaku, di sini.
di bawah atap bocor. melipat dagu.menyumpahi hujan yang bertamu. tapi-
ia tetap tak mau tahu,
sebab-
gerutuku bukan lagi nyanyian merdu
hanya
penambah deras rerintik bekuaku mulai belajar. memanjat genting. benahi atap bocor. sebab bapak tak kunjung pulang.
tapi
aku terpeleset. tangga terlalu lapuk,
mungkin juga dagingku semakin menumpuk.akhirnya kesimpulan tersulit musti diambil:tak ada yang bisa hentikan tangisan bayi. kecuali puting susu ibunya, tapi ibu tak bangun lagi.
Aku kembali merunduk. hidup tak akan berhenti, meski dingin mendekap enggan berpaling. setidaknya,
aku belajar merangak pada jalanan setapak
yang semalam retak, kini penuh lumpur terinjak injak
demi hantarkan lipatan sajak
kutulis pada kertas koran penuh bercak
hujan, maukah kau berhenti sejenak?Ell2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Kelelawar
Poetry"Aku ingin mengabadikanmu dalam setiap goresan tinta, Lalu memelukmu dalam pandangan hampa, sekali lagi menunggumu yang sia-sia"