Kita tak sedang berpuisi kan, Tuan?
Melainkan tengah berdiskusi dalam diam yang gamang.
Dalam satu meja kita berbicara, tentang sebuah impian yang menawan.
Kau dengan kemeja permata, tuturkan ribuan rencana kencana, dan aku tertunduk mendengarkanmu dengan bangga, sesekali sorak dan tepuk dari tanganku yang kaku menyahuti ucapanmu.
Ya, dalam satu ruang yang tenang, kita berdiskusi dalam bimbang! tak ada perang, tak ada rejam! Tuturkanlah sebuah cerita yang pernah kau umbar di awal kedudukan. Bukankah kau berjanji akan mengubah tanah tanah resah menjadi surga nan asri?
Bukankah kau berjanji akan bangunkan jembatan besi di sudut sudut pertiwi yang belum tersebrangi?
Bukankah kau berjanji akan bangunkan istana istana kaca di tengah kota?
Dan aku masih mendengarkanmu berbicara bukan? dengan hormat dan hikmat, di sudut ruang dengan asa yang hampir sekarat.
Baiklah, aku sudah mendengarkanmu bukan?
Bagaimana jika giliranku untuk sedikit berbincang? mengenai beberapa harap dan perencanaan.
Tak banyak Tuan, tak banyak yang aku harapkan.
Hanya beberapa angan kecil yang terabaikan.
Mari ku bisikkan, mendekatlah! tak payah kau gunakan lengan kekarmu tuk mengeram, dengarkan rintihan kami, para sampah jalanan.Ell.Hongkong13feb2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Kelelawar
Poetry"Aku ingin mengabadikanmu dalam setiap goresan tinta, Lalu memelukmu dalam pandangan hampa, sekali lagi menunggumu yang sia-sia"