Kau tau?
Aku telah berungkali membereskan meja itu. Juga botolbotol yang berserakan bukan aku yang mereguknya. Aku hanya menuangkannya, dalam gejolakmu yang membara. Tapi percayakah kau? bahwa aku sisi bangsat yang tak pantas kau lumat.
Bukankah pada gelap telah kutumpahkan semua. Sisa serapah dan makian tentang hari sebelum kemarin. Juga beberapa dekah yang berbaur dengan gempita tak berima, bukankah sudah tuntas semalam?. Dan ada anyir yang tersesap sesudahnya, ah...sudahlah, Aku bukan mawar yang pantas kau puisikan.
Rekahku mungkin tampak indah
Tapi apa kau tau? ada duri kejam yang bertengger di bawahnya. Juga busuk sampah yang tersesap oleh akarakarku. Kau tak perlu berpura menggenggamku, karena kutau ada perih pada tanganmu.
Dan rintik ini, aku membencinya. Ada sesak di setiap tetesannya, juga beberapa perih yang menyiksa.Aku ini tuba. Dan akan tetap menjadinya, meski berulang kali madu kau teteskan diatasnya. Lalu bagaimana mungkin aku membiarkanmu menjamahnya, sementara aku tau kematian akan mengintaimu. Sudahlah, lupakan cawan itu. Tak pantas kau mereguknya, biarkan dia berfermentasi. Mengubah pahitnya dan menciptakan manis suatu saat nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Kelelawar
Poetry"Aku ingin mengabadikanmu dalam setiap goresan tinta, Lalu memelukmu dalam pandangan hampa, sekali lagi menunggumu yang sia-sia"