13 :: Sedikit Rasa, Sebesar Dendam

38.4K 4.4K 261
                                    


Follow instagram ;
@yustikam_

Backsound ; Audy - Dibalas Dengan Dusta
• • •

Sera mengeratkan jaket tebal yang melekat pada tubuhnya. Malam ini gadis itu berjalan-jalan di taman kota yang terlihat ramai, kedua bola matanya memperhatikan sekitar. Ada beberapa kamera terbang yang memotret keramaian di sana, beberapa anak kecil berlari sambil bercanda.

Sera tersenyum ketika seorang anak kecil hampir menabraknya kalau saja ia tidak menghindar duluan. Lalu langkahnya membawa ia menuju pedagang permen kapas, Sera mengeluarkan beberapa uang untuk membayar permen yang sudah dibelinya. Kemudian kembali melangkah menuju bangku yang berhadapan dengan kolam air mancur.

Gadis itu duduk di sana, membuka plastik permennya. Dengan penuh penghayatan ia memakan permen kapas itu, kedua bola matanya menatap kolam yang jika di malam hari akan terang oleh lampu warna-warni. Terlihat indah.

Tiba-tiba mulutnya berhenti bergerak ketika kilasan masa lalu kembali terbayang, Sera memejamkan mata. Tak bisakah masa lalu itu tidak kembali hinggap dalam benaknya? Sera sudah sangat tersiksa, hatinya kembali tercabik.

Gadis itu kembali membuka mata dengan kini air mata sudah menggenang.

Pagi hari itu Sera menatap pantulan dirinya di cermin, tangannya membenarkan tatanan rambutnya yang sudah rapi. Lalu senyum cerah terbit pada wajah cantiknya, gadis itu mengambil tas selempang dan berjalan keluar kamar.

''Ma, Sera keluar dulu ya,'' pamit gadis itu seraya mengambil paper bag di atas meja, di ruang tengah.

''Iya, hati-hati.''

Minggu itu Sera berniat ke apartemen Trisal untuk mengantar makanan favorit cowok itu. Dari semalam memang Trisal mengatakan bahwa cowok itu tidak pulang ke rumah dan menginap di apartemen, maka Sera pagi ini berinisiatif mengantarkan makanan untuk Trisal.

Sera menjalankan mobilnya dengan kedua bola mata memperhatikan jalanan sekitar, gadis itu melirik paper bag yang ia taruh di jok penumpang. Senyumnya kembali mengembang, dalam benaknya Trisal pasti suka makanan favorit yang dibuat olehnya. Setiap detik semenjak Sera mengenal Trisal dan mulai menjalin hubungan dengan cowok itu, rasanya hidup yang tadinya monoton jadi lebih berarti.

Sera bahagia, dan berdoa semoga kebahagiaan itu tidak berakhir.

Sesampainya di apartemen, gadis itu berjalan melewati lobby dan melangkah menuju lift. Masuk ke dalam lift, memijit tombol lantai menuju apartemen Trisal. Tangannya memegang tali paper bag dengan erat saking tidak sabarnya.

Saat denting lift terdengar dan pintu terbuka, gadis itu buru-buru melangkah keluar dan menuju apartemen Trisal. Saat di depan pintu, seperti biasa ia tidak mengetuk, langsung masuk ke dalam.

''Trisal,'' panggil Sera, menatap ruang tengah yang sepi. Ia berdecak. ''Pasti masih tidur,'' gumamnya langsung melangkah ke kamar Trisal.

Sera membuka pintu kamar, melongokan kepalanya ke dalam dan mendapati Trisal yang masih berbaring di atas tempat tidur, gadis itu mendengus melangkah masuk.

''Sal, bangun.'' Sera menyibakan selimut, Trisal tidur tanpa kaus dan hanya memakai celana panjang kain. ''Trisal, kebo banget sih!'' Sera menepuk pundak cowok itu.

Trisal menggeliat, membuka matanya perlahan. ''Hm,'' gumamnya dengan suara serak, ''masih subuh, Yang.''

''Ngelindur dasar!'' Sera menaruh paper bag di atas nakas, lalu membuka gorden kamar Trisal yang masih tertutup seketika cahaya matahari meluas masuk ke dalam kamar membuat Trisal mengernyit. ''Nih subuh!''

''Silau Ra, astaga, tutup lagi.''

''Kalau ditutup entar kamu tidur lagi, udah cepet bangun! Ini lagi tumben kamu tidur nggak pake baju.''

Trisal terduduk di atas tempat tidur, menatap Sera. ''Semalem gerah jadi aku buka.''

''Ya udah, sana mandi. Aku bawa makanan kesukaan kamu.'' Sera tersenyum lebar, menunjukan paper bagnya.

Trisal balas tersenyum. ''Morning kissnya mana?''

''Nih morning kiss.'' Sera melotot, menunjukkan kepalan tangannya.

Trisal terkekeh, beranjak dari tempat dan mengacak pelan puncak kepala Sera. ''Galak banget sih.''

''Udah sana mandi.'' Sera mendorong Trisal agar menjauh darinya.

''Iya, iya.'' Saat Trisal akan melangkah menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamar, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan muncul lah sosok perempuan dengan balutan kimono dan tangan yang sedang berusaha mengeringkan rambut.

Kini tiga orang dalam ruangan itu mematung, saling pandang bingung. Sera menatap Trisal dan perempuan itu bergantian, Trisal menautkan alis saat melihat perempuan itu keluar dari dalam kamar mandinya.

Ketiganya sama-sama terdiam, tidak ada yang berani membuka pembicaraan. Terlebih Sera mematung tidak percaya apa yang ia lihat, tenggorokannya tercekat, matanya memanas. Trisal yang tidur tidak memakai baju, dan Frishca yang keluar dari kamar mandi. Sedang apa perempuan itu ada di apartemen Trisal?

''Frish,'' panggil Trisal memecah hening.

Frishca masih terdiam.

Sera menghela napas, air matanya mengalir melewati pipi. Sekarang sudah jelas apa yang ia lihat itulah atas jawaban dari keberadaan Frishca di sini.

''Lo jahat.''

Trisal menoleh pada Sera, cowok itu tertegun mendapati Sera menangis. Lalu ia menggeleng pelan, memegang kedua pundak gadis itu. ''Nggak Ra, ini nggak seperti apa yang kamu pikirin. Aku bisa jelasin.''

Sera menyentakan tangan Trisal. ''Nggak perlu lo jelasin kalau apa yang gue liat udah jelas! Lo jahat, Sal! Gue kira lo udah berubah, tapi nyatanya lo sama sekali nggak berubah!''

''Nggak Ra, aku bisa jelas...'' ucapan Trisal terhenti ketika Sera mengangkat tangan, tanda menyuruh cowok itu berhenti mengatakan sepatah kata pun.

''Kita putus,'' lirih Sera, dan langsung melangkah pergi dari tempat itu.

Sera menghapus air matanya, lalu berdeham. Semenjak kejadian itu ia bertekad menjauh dari Trisal, tidak menganggap bahwa dulu mereka saling kenal atau menjalin hubungan. Dulu setelah kejadian itu Trisal memang berusaha menjelaskan, namun Sera bersikukuh tidak mau mendengarkan. Akhir, entah apa alasannya cowok itu berhenti mengejar Sera untuk menjelaskan.

Rasa benci memang sudah menyelimuti hatinya, namun tanpa disadari bahwa sedikit dari rasa benci itu Sera masih menyimpan perasaannya terhadap Trisal.

• • •

Seorang cowok duduk di sofa dalam kamarnya, suara dentum musik dari tape yang dinyalakan mendominasi keadaan kamar malam itu. Ada tiga botol vodka di atas meja. Yang satu sudah kosong, yang satu tinggal setengah, dan yang satunya lagi masih terisi penuh. Namun, ia masih dalam keadaan sadar.

Cowok itu memandang ponselnya, lalu terkekeh. ''Ini belum apa-apa, belum juga awalan.''

''Kalau gitu lo harus bisa lebih semangat!''

Cowok itu menatap perempuan yang duduk di seberangnya, seringaian terbit pada wajah tampannya. ''Tenang, gue masih pengin main-main.''

''Nggak usah kelamaan, entar malah senjata makan tuan.''

Cowok itu terkekeh. ''Itu nggak akan pernah terjadi, karena rasa dendam gue ke dia jauh lebih besar.''

''Oke, itu terserah lo. Tapi, hati-hati karena dia banyak pelindung.''

Segelas vodka kembali cowok itu minum. ''Gue nggak pernah takut.''

• • •

Tbc

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang