20 :: Berandai Mungkin

37.8K 4.9K 274
                                    


Follow instagram ;
@yustikam_

Backsound ; One Ok Rock - Heartache
• • •

Detik jam terdengar memecah hening. Enam orang remaja duduk di basecamp tempat biasa mereka kumpul, lima di antaranya menatap ke satu titik cewek yang sedari tadi hanya duduk diam tidak mengeluarkan suara. Caca menatap gadis itu, raut sedih terpancar jelas di sana. Bukan hanya Sera yang merasa terkhianati, namun mereka semua pun merasa terkhianati. Bagaimana bisa orang yang mereka percaya melakukan hal seperti itu.

Bagas dan Frishca sudah resmi di keluarkan dari sekolah, meski mereka sudah hampir ujian tapi tetap saja pihak sekolah lebih memilih mengeluarkan murid seperti itu, sedangkan Dimas karena sudah melakukan kekerasan di area sekolah terpaksa mendapat skorsing selama tiga hari.

''Gue nggak nyangka,'' ujar Agung. ''Gimana bisa tuh si kutil beruk khianatin kita?''

Eki berdecak. ''Gue nggak tau maunya dia apaan?''

Sera beralih menatap Dimas yang hanya diam memerhatikannya. ''Gue minta maaf Dim, gara-gara gue lo jadi kena skors.''

Dimas menghela napas. ''Gue nggak masalah yang penting bedebah itu udah keluar dari sekolah.''

''Kenapa lo nggak bilang dari dulu sih kalau lo ngerasain sesuatu yang janggal dari Bagas?'' tanya Nanda.

''Gue cuman nunggu waktu buat buktiin itu semua.''

''Coba aja gue yang ngikutin Sera udah pasti gue banting meja ke tubuh si setan itu,'' ujar Eki dengan emosi yang sudah meletup-letup.

''Elah, tadinya juga si Dimas nggak akan ngasih ampun, Ki, tapi kan itu di area sekolah lagian kalau Bagas sampai kritiskan bisa aja orangtuanya nggak terima dan malah nuntut Dimas,'' jelas Caca.

''Iya sih, tapi gue tuh emosi gara-gara dia.'' Eki mengacak rambutnya frustrasi.

Sera menghembuskan napas. ''Gue boleh minta waktu nggak buat sendiri?'' tanyanya membuat seluruh pasang mata kembali menatap ke arahnya.

Nanda menatap teman-temannya seperti memberi kode yang langsung dimengerti oleh mereka.

''Lo yakin mau sendiri?'' tanya Nanda.

Sera mengangguk.

''Mending ditemenin gue, Ra. Secara gue kan ganteng pasti memberikan efek positif buat—"

''Gung,'' potong Sera.

Agung menghela napas. ''It's oke, it's oke.''

''Lagian nyerocos mulu.'' Caca menatap Agung sebal.

Agung mendengus. ''Salah mulu gue.''

''Iya, takdir lo emang harus salah.'' Dimas beranjak lalu melangkah pergi tanpa pamit.

''Heh! Kampret ya lo! Heran gue, dia kalo ngomong nyakitin mulu dah, untung temen.'' Agung mengusap-usap dada membuat Eki tertawa.

''Lagian hidup lo emang patut disalahkan,'' ujar Eki kemudian beranjak. ''Ra, gue balik ya kalau ada apa-apa telepon aja gue. Gue siap 2x24 jam.''

''Lo kata Pak RT,'' sahut Nanda.

''Apaan? Pak RT 1x24 jam, bego!''

''Nggak usah ngatain lu, ketek!''

''Ngaca, beruk! Udah ah gue mau balik.'' Eki melangkah pergi.

''Mas Ekihh, tunggu daku!'' seru Agung. ''Ra, gue balik ya,'' pamitnya langsung berlari mengejar Eki.

Caca bergidik. ''Gue curiga mereka berdua homo.''

''Gue juga gitu sih,'' timpal Nanda. Lalu terjadi hening. Nanda dan Caca menatap Sera yang hanya terdiam melamun. Nanda memegang pundak gadis itu. ''Lo yakin mau sendiri?''

Sera menatap kedua sahabatnya, mengangguk.

Caca menghela napas, beranjak diikuti Nanda. ''Ya udah, kita balik ya, Ra,'' pamit Caca.

''Lo jaga diri lo baik-baik,'' pesan Nanda.

Sera mengangguk, tersenyum. Lalu kedua sahabatnya melangkah pergi meninggalkan Sera yang duduk sendiri dengan kaki tertekuk. Hening. Hanya suara detik jam yang kembali terdengar.

Sera tidak pernah mengerti bagaimana takdir berjalan seperti mempermainkannya. Dua kali ia mendapat pengkhianatan seperti ini, dulu oleh Trisal, meski ia sudah memaafkan cowok itu tetap saja luka di hatinya masih ada. Lalu sekarang oleh Bagas, meski Sera tidak terlalu menyayangi Bagas tetap saja rasa sakit itu seperti luka awal yang kembali tergores lebih dalam.

Kejadian ini membuat ia menjuru ke rasa trauma. Sera takut kembali membuka hati untuk cowok manapun. Sera takut kembali jatuh cinta dan kembali merasakan luka baru. Untuk saat ini mungkin ia akan menutup pintu hatinya rapat-rapat. Gadis itu terisak pelan merasakan rasa sakit yang kini seperti mencabik-cabik hatinya. Jika bisa memilih ia tidak ingin mengenal cinta.

Menit ke menit berlalu ia masih pada posisi yang sama sampai Sera tersentak begitu merasakan sebuah tangan dingin mengusap lembut air mata yang mengalir pada pipinya. Ia langsung menoleh dan mendapati Trisal duduk tepat di sampingnya. ''Ngapain di sini?''

Trisal terdiam, tidak menjawab.

''Tinggalin gue sendiri.''

''Nggak.''

''Sal, please....''

Trisal tersenyum, menggeleng. ''Meskipun lo paksa gue pergi, gue nggak akan pergi, karena dibalik kata 'gue mau sendiri' nyatanya lo nggak mau sendiri.'' Sebelum tangis itu kembali pecah, Trisal langsung mendekap tubuh itu membuat Sera menumpahkan segala kesedihannya.

• • •

Trisal mengusap puncak kepala gadis yang kini tertidur dengan kepala yang berada di pangkuannya. Gadis itu terlelap penuh kedamaian membuat Trisal tersenyum tipis. Ia selalu berandai-mungkin. Andai saja kejadian dulu tidak terjadi, mungkin ia masih menjaga Sera. Andai saja kejadian dulu tidak terjadi, mungkin Sera tidak akan tersakiti oleh cowok lain. Dan andai saja kemungkinan itu terjadi.

Trisal menghela napas, dengan perlahan ia mengangkat tubuh Sera untuk dipindahkan ke kamar. Rumah gadis itu terlihat sepi, hanya ada Gefan yang tertidur di sofa dengan wajah ketumpahan pop corn membuat Trisal tertawa geli. Cowok itu melangkah menaiki tangga, dengan sesekali menatap wajah damai Sera sampai kakinya berbijak di lantai atas ia segera menuju kamar Sera.

Trisal membaringkan tubuh itu di atas tempat tidur, menyelimutinya. Sejenak terdiam sebelum akhirnya mendekat ke telinga Sera dan berbisik, ''Good night. Have a nice dream.'' Cowok itu tersenyum tipis lalu melangkah pergi.

Trisal keluar dari rumah Sera, melirik arloji yang menunjukan pukul 21.34. Tujuan awal ia ke rumah Sera hanya untuk mencari Galen tapi begitu sampai di sini kata Gefan, Galen ada di basecamp namun saat Trisal menghampiri basecamp malah tidak ada Galen di sana, hanya ada Sera yang sedang  duduk dengan kaki tertekuk dan menenggelamkan wajah pada lipatan tangannya.

Awalnya Trisal akan langsung meninggalkan tempat itu namun telinganya mendengar isakan tangis yang membuatnya merinding seketika tapi ketika ia menajamkan telinganya ternyata isakan tangis itu berasal dari Sera. Penasaran Trisal mendekat gadis itu yang tidak menyadari kehadirannya, tangis itu terasa sangat menyayat hati membuat Trisal tertegun.

Gemuruh yang berasal dari langit membuat lamunan Trisal buyar. Cowok itu mendongkak menatap langit malam yang mendung. Menghela napas pelan, Trisal naik ke motor. Sebelum cowok itu pergi dari perkarangan rumah Sera matanya menatap jendela kamar gadis itu.

Trisal tersenyum. ''Seenggaknya gue masih punya waktu buat memperbaiki semuanya.''

• • •

Tbc

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang