Bab 15

172 7 0
                                    

Suara langkah Bulan terdengar lirih saat memasuki rumahnya. Suasana hening menyambut kedatangan gadis itu. Ia mengedarkan pandangannya mencari sosok tegap ayahnya yang biasa tengah bereksperimen di dalam dapur.

Tak ada siapa pun di dalam dapurnya, bahkan aroma tumisan yang biasa menyambut siangnya tak tercium sama sekali.

Ia bergegas menaiki tangga rumahnya untuk mengecek apakah ayahnya baik-baik saja.

Sudah hampir seminggu ayahnya selalu merasa sakit kepala dan terlihat lebih pucat dari biasanya. Bahkan tanpa sengaja Bulan pernah melihat ayahnya meraung dan menahan sakit yang menggerogoti kepalanya itu.

"Yah," Bulan mengetuk dengan lembut pintu kayu kamar ayahnya.

Surya yang tengah meringis memegangi kepalanya. Sontak langsung berlari kearah kamar mandi dan menahan nyeri dikepalanya. Ia tak mau putrinya itu melihat ia kesakitan dan membuat Bulan jadi khawatir.

"Yah, ayah nggak papa?" tanya Bulan. Ia langsung saja membuka pintu kamar ayahnya saat sang empunya tidak menyuarakan apapun.

"Bul, udah pulang?" ujar Surya dengan suara terbilang parau.

"Ayah sakit apa?"

"Oh, tadi ayah cuma ngerasa sakit perut doang," alibi Surya, Bulan nampak mengangguk percaya. "Kamu masak dulu ya, ayah sakit perut lagi nih," Bulan terkekeh pelan melihat ayahnya yang berlari kearah kamar mandi.

Bulan keluar dari kamar ayahnya dan berjalan dengan semangat kekamarnya untuk berganti baju. Ia bersyukur ayahnya tidak apa-apa. Ternyata feelingnya selama ini salah.

Setelah mengganti bajunya Bulan bergegas menuju dapur. Ia sudah sangat lapar. Dan pasti ayahnya juga lapar.

Tepat saat di pintu dapur, Bulan menganga tak percaya. Disana ia melihat Bang Nick dan Ozy yang menata makanan di meja makannya. Bulan merasa bahwa, ia tak pernah memanggil kedua saudara itu untuk menyajikannya makanan.

Nick yang menyadari kehadiran Bulan, menyenggol lengan Ozy yang sedang menata beberapa yang sudah terisi makanan di atas meja.

"Siang bung!" sapa Ozy dengan lantang.

"Ngapain lo kerumah gue? Mau ngeracunin gue ya lo?" selidik Bulan.

Nick yang merasa tersinggung. Menghentikan pekerjaannya dan menatap Bulan dengan lembut. "Bulan, ini bunda yang nyuruh. Sebenarnya gue ogah datang untuk nyusun makanan gini. Tapi kalau gue dan Ozy nggak pergi, pasti si Catty jadi tanggung jawab kita berdua lagi," jelas Nick.

Bulan dan Ozy saling berpandangan dan menatap Nick. Belum pernah ia mendengar Nick berbicara sepanjang itu. Sebegitu takutnyakah seorang Nickhol Dirgantara dengan kucing anggora milik sang bunda?

"Kok tante yang nyuruh? Kenapa?" tanya Bulan mengalihkan percakapan. Tidak mungkin ia akan bertanya kepada Nick, kenapa ia berbicara dengan begitu panjang.

"Nggak tahu, bunda cuma bilang doang kalau gue dan Bang Nick harus nurut!" kata Ozy. Kemudian, dua bersaudara itu duduk dengan tenang di kursi meja makan Bulan tanpa disuruh.

"Gue dan Bang Nick belum makan," jawab Ozy sebelum Bulan bertanya, dan mewakili Nick yang terlihat masih enggan membuka suaranya.

"Eh Nick, Ozy!" tegur Surya di ambang pintu dapur. Semua mata tertuju kepada asal suara.

Ozy dan Nick bangkit dari duduknya untuk menyalami tangan Surya.

"Om sakit? Kok pucat? Tangannya juga kok dingin?" tanya Nick sembari membantu Surya untuk berjalan menuju kursi makan yang tersedia.

"Iyanih Nick, perut om agak kembung!" Surya terkekeh dengan kepedulian Nick yang masih belum berubah.

"Wah om, kok sakit! Lo Bul, jagain Om Surya, om gue tuh! Awas kalau dia jadi sakit, gue gigit lo," ancam Ozy. Ia duduk disamping Nick tepat dihadapan Bulan. Bulan menatap Ozy dengan geram.

Cinta dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang