Bab 14

174 8 0
                                    

"Dari mana aja sih!?" gerutu Rafto sembari menyesap jus jeruknya. Bulan merenggut dan mengaduk-aduk kuah sotonya.

"Kan aku tadi dari rooftop To!" Bulan mendelik kearah Rafto yang menatapnya tajam.

"Habis ngapain? Selingkuh ya? Kan di sana nggak ada orang!" cecar Rafto. Bulan menghela nafasnya pelan dan menyuapkan sesendok soto kedalam mulutnya.

"Nggak usah soudzon deh! Nggak baik," bujuk Bulan. Rafto mengalihkan pandangannya dan menarik tangan Bulan agar dapat ia genggam. "Eh, aku nggak bisa makan To!"

"Yaudah aku suapin ya?" Rafto mengambil alih sendok yang dipegang Bulan dan menyuapi gadis itu.

Senyum Bulan merekah memperhatikan Rafto yang telaten menyuapinya makanan. Rasa hangat itu kembali menjalar di pipinya. Dengan sedikit malu-malu dia menarik tangannya dari Rafto dan mengambil segelas botol minuman dingin yang ada didepannya.

"Yang pacaran mah emang enak! Suap-suapan serasa dunia milik berdua aja!" Bulan dan Rafto saling berpandangan dan mengalihkan pandangannya menatap Sherin yang berdiri dengan manis di hadapan keduanya.

Bulan menunduk malu sedangkan Rafto hanya terlihat santai dan kembali memakan soto yang ada didepannya.

Rafto bukanlah tipe orang yang merasa cepat tersindir jika hanya dengan ucapan saja. Ia akan terlihat santai seolah tak peduli dan acuh terhadap sekitarnya. Walaupun ia terkenal playboy dan terbilang gombal.

"Woy cowok kagak pekaan amat lo To!" hardik Sherin dan pergi begitu saja.

"Sherin kenapa tuh? Cemburu karena aku ngambil kamu," tanya Rafto polos.

Bulan terkekeh pelan dan mengusap sekilas pipi Rafto. "Iya sayang, makanya peka dong!"

"Apa? Manggilnya apa tadi? Coba ulang!" air muka Rafto berubah antusias mendengar ucapan Bulan. Selain itu, Bulan juga tadi mengusap pipinya dengan lembut.

"Nggak ada siaran ulang, emang ini acara ulang tahunnya S*TV, yang pake diulang karena ada yang nggak nonton?" bantah Bulan.

Rafto mendengus pelan. Dari kisah ini ia belajar lebih banyak tentang Bulan. Gadis itu selalu melakukan hal yang tidak terduga. Maka dari itu, ia akan mempersiapkan HP-nya dengan siaga, siapa tahu ada hal yang lebih romantis yang akan Bulan ucapkan lagi, seperti honey? Baby? Atau sayang lagi.

"Kekelas yuk! Udah hampir bel nih," ujar Bulan memecah keheningan karena sedari tadi Rafto hanya menatapnya dengan wajah memelas.

Rafto bangkit dari duduknya membiarkan Bulan, gadis itu menarik tangannya dan menuntunnya ke kelas.

Bulan berhenti mendadak dan sedikit terdorong kebelakang saat Rafto menarik tangannya dan menghentikan langkah kaki gadis berambut panjang itu.

"Kenapa? Nggak mau kekelas?"

"Ke sana dulu yuk, cari angin! Perut aku kayak kembung gitu," Rafto menunjuk bangku yang ada di bawah pohon beringin yang ada di dekat ruang kelas 11.

"Kemana?"

"Ke pelaminan sayang," gurau Rafto. Ia tertawa dan membimbing Bulan berjalan kearah bangku yang masih kosong ditaman itu.

Ada beberapa siswa yang juga tengah duduk bersantai disana sambil memakan cemilan. Dan tak jarang juga, ada yang hanya sekedar duduk dan melamun di rerumputan yang memang menjadi ciri khas taman tersebut.

"Kenapa nggak ke uks aja? Minum entrostop," saran Bulan. Ia masih mengikuti langkah lebar Rafto yang menuju kearah bangku yang kosong itu.

"Aku nggak diare Bul, kenapa mau minum entrostop? Emang aku bakal mencret gitu kalau nggak minum? Kan cuma kembung,"

"Panjang amat jawabnya, kenapa nggak langsung bilang aja kalau cuma kembung?"

"Kamu juga, kenapa bisa aja jawab partanyaan aku?"

"Kan kamu kasih pertanyaan, ya pastilah aku jawab! Emang mau kamu aku kacangin?"

"Ada aja jawabnya nih,makin sayang aku!" Rafto membalik tubuhnya dan memeluk Bulan yang terlihat menahan nafas dan menutup matanya.

Bukannya ia tak suka di peluk Rafto. Tapi, ini di tempat umum, dihadapan semua siswa yang ada disekitar taman.

Kriiing

Bulan menarik nafas lega dan melepaskan pelukan Rafto. Setidaknya, bel kali ini mampu membuat ia punya alasan untuk melepaskan pelukan kekasihnya itu.

"Udah bel!" seru Bulan. Kembali ia menarik tangan Rafto dengan berlari kecil. Pria yang di tarik pun hanya memandang letih punggung gadis itu. Rambut panjangnya melambai kekanan dan kekiri menambah keindahannya.

Sherin menubruk punggung Ozy yang memang tidak dilihatnya berada didepan pintu kelas. Tadi ia hanya merasa kalau tak ada siapa-siapa disana.

"Lo kok ada disitu sih?! Kayak hantu aja lo!" dengus Sherin dan kembali meneruskan langkahnya.

Gadis berambut pita pink itu bingung dengan perasaannya. Semenjak dari kantin tadi, mood-nya tiba-tiba hancur dan selalu ingin marah. Padahal, hari ini bukanlah tanggalnya untuk dapat.

"Hey, gadis pocong! Lo kenapa sih! Kok lo yang marahin gue? Seharusnya gue yang marahin lo, karena lo yang nabrak gue njir!" omel Ozy. Sherin menatapnya tajam seolah ingin membunuh Ozy dengan segera.

Ozy selalu memanggilnya pocong karena pita yang di kenakan Sherin di rambutnya. Bagi Ozy, pita yang diikat itu lebih mirip dengan tali pocong.

"Lo ngatain gue apa?!" geram Sherin. Ia berjalan mundur dan menunjuk Ozy yang tengah berdiri dengan angkuhnya diambang pintu kelas.

Koridor yang sepi mendukung geraman Sherin agar terdengar lebih besar dan menakutkan. "Ulang perkataan lo tadi!"

"Gue ngomong banyak elah, sampai mulut gue berbusa pun sulit bego kalau diulang dalam satu tarikan nafas,"

"Ulang!"

"Ulang," ulang Ozy. Sherin mengepalkan tangannya membuat buku jarinya memutih. Butuh kesabaran yang banyak untuk menghadapi ketua kelas labilnya itu.

Dalam hati ia menggerutu, kenapa Ozy bisa satu sekolah dengannya? Siapa merekomendasikan pria alien itu untuk bersekolah di SMA swasta ini, dari sekian banyaknya SMA swasta yang ada dikotanya?

Bulan yang memperhatikan keduanya pun bangkit dari duduknya dan berjalan gontai kearah mereka. Ia harus bertindak untuk mengatasi keduanya. Jika tidak, entah akan ada berapa ronde tinju yang di saksikan teman sekelas mereka dengan gratis.

"Kalian berdua mau batle?" tegur Bulan. Keduanya menatap Bulan dengan penuh minat seakan baru saja Bulan membawa nomor lotre yang akan menang. "Kenapa? Gue tahu kalau gue ini cantik. Tapi jangan natap sampe ileran gitu juga,"

"Idiuw, di kelas dilarang memiliki sifat yang over PD!" peringat Ozy.

Seakan tak terima dengan ucapan Ozy kepada Bulan. Sherin menginjak kaki pria yang ada di depannya itu, membuat Ozy meringis kesakitan.

"Kok lo yang sewot sih! Gue ngatain Bulan juga,"

"Bulan sahabat gue! Jadi berhak dong kalau gue sewot. Hak-hak gue juga," sangkal Sherin.

"Bego kok dipelihara! Gue udah kenal Bulan dari janin. Jadi sekarang, siapa yang lebih berhak menurut lo?!" tantang Ozy.

"Kutunya para jelata! Lo ngatain gue bego? Terus apa kabar dengan otak lo yang pas-pasan itu?"

"Siapa bilang otak gue pas-pasan? Gue pintar kali, IQ gue aja lebih tinggi dari Bulan. Gue hanya kasian kalau nanti Bulan tersingkirkan dari peringkatnya!"

"Lebih baik kalian berdua pergi ke lapangan deh! Lebih puas ngatain gue, dan pastinya nggak akan ada yang negur kalian tapi langsung ke ruang BP!" seru Bulan. Ia jengah menatap kedua orang yang saling bertatapan maut itu. Selain mengganggu konsentrasinya belajar, Ozy dan Sherin juga sangat mengganggu pemandangan.

"Lo nggak belain gue Lan?" Sherin menunjukkan wajah memelasnya seolah minta bantuan kepada temannya itu.

"Disini siapa sih yang ketua kelas? Gue atau lo?!"

Cinta dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang