Bab 27 : kejadian 5 Agustus

152 5 0
                                    

Bulan kembali menggulingkan badannya di atas kasur. Ia insomnia dan benar-benar tak bisa tidur.

Kejadian tadi siang masih terekam jelas di pikiran Bulan. Dimana Rafto membuat pernyataan yang tak bisa di pahami oleh logika Bulan.

"Sebenarnya, di hati lo itu sudah jelas kalau lo suka Ozy. Tapi lo nggak nyadar, dan bahkan lo seperti nggak mau nyadar." itu ucapan Rafto yang paling membuat Bulan tak bisa tidur dengan tenang.

Jujur saja, ia juga sedikit merasa berbeda saat dengan Ozy. Tapi dia sungguh tak yakin kalau itu adalah rasa sayang antar lawan jenis.

Dari kecil, ia dan Ozy sudah selalu bersama. Satu sekolah, walau berbeda kelas. Liburan bersama. Piknik bersama. Dan bahkan ia pernah tidur bersama dengan Ozy waktu mereka masih berumur 5 tahun.

Bulan ingat betul, saat itu ayah dan ibunya sedang pergi ke kantor kakeknya. Dan itu yang membuat Bulan harus tidur siang di rumah Ozy. Waktu kecil, dia memang sangat suka tidur siang, jika tidak tidur siang Bulan akan menangis. Karena kebiasaan itulah, ayah dan ibu Bulan membawa Bulan ke rumah Ozy yang bernotabene tetangga dan sahabat ayah dan ibunya. Di sana Bulan tidur siang di atas karpet berbulu dengan bantal panjang Ozy, dan Ozy yang juga tertidur di sampingnya.

Sejak saat itu, Bulan akan pergi tidur siang di rumah Ozy jika ayah dan ibunya pergi ke kantor sang kakek untuk membantu kakek Bulan mengurus sesuatu. Dulu, keluarga mereka adalah keluarga terpandang. Tapi setelah ayah Bulan memutuskan untuk menjadi seorang guru Bahasa Inggris di salah satu SMP, kakek Bulan benar-benar syok. Hingga beliau meninggal karena serangan jantung. Setelah kakek Bulan meninggal, ayahnya bahkan masih kukuh pada pendiriannya yaitu menjadi guru. Dan seluruh perusahaan dan saham kakek Bulan ayahnya jual dan menyimpannya dalam tiga tabungan. Karena uang yang di simpan terlalu besar, sedangkan pihak bank juga memiliki maksimal nominal dalam menabung jadi ayah Bulan menabung uang tersebut di tiga bank berbeda.

"Kakek sebenarnya sudah tahu cita-cita ayah dari kecil ingin jadi guru. Kakek meninggal bukan karena serangan jantung yang ia dapat saat syok. Tapi serangan jantung yang memang sudah ada dari ayah masih kecil," jelas Surya sang ayah. "Tabungan ini, untuk Bulan kalau gede nanti ya?" lanjut Surya. Bulan mengernyitkan dahinya dan menatap ibunya yang tersenyum sembari mengangguk.

Mengingat kenangan itu Bulan terlonjak dan bangkit dari tidurnya. Dan berjalan dengan tergesa ke kamar kedua orang tuanya. Bulan sangat yakin kalau tabungan itu tak pernah di gunakan ayahnya.

Bau lemon menyeruak di hidung Bulan saat gadis itu menbuka pintu kamar. Berbeda dengan kamar Bulan yang berbau permen karet.

Ayah dan ibunya memang sangat menyukai bau lemon. Kata keduanya, bau itu segar dan bisa membuat siapapun yang menghirupnya merasa tenang.

Memang benar ucapan itu. Bau lemon yang di kamar orang tuanya selalu berperan tersendiri untuk membuat Bulan merasa damai.

Tanpa berlama-lama, Bulan berajalan menuju lemari ayahnya. Ayahnya bukanlah orang gegabah yang akan menyimpan barang berharga di laci meja yang ada di samping ranjang.

Di dalam lemari tak ada apa-apa, hanya ada beberapa pakaian ayahnya yang sengaja ia tak bawa untuk di sumbangkan.

Bulan berpikir sejenak mencoba mengingat dimana ayahnya biasa menyimpan barang.

Matanya menyusuri setiap lekukan bentuk kamar yang luasnya cukup besar. Sama sekali tak ada yang istimewa untuk menyimpan barang.

Tidak ada satu tempat yang membuat Bulan penasaran. Selain perpustakaan mini ayahnya yang memang sengaja di satukan dengan kamarnya. Bulan berjalan lagi ke sudut utara kamar itu dan menyusuri setiap rak yang berdiri membentuk dinding kecil.

"Ayah, kok suka baca buku?" tanya Bulan yang saat itu berumur sekitar 7 tahun. Ia hanya menatap buku kumpulan dongennya tanpa minat.

"Kan ayah mau pintar,"

"Tapi ayah sudah pintar kok! Memangnya kalau kita mau jadi guru, harus belajar juga?"

"Harus dong. Kalau enggak nanti muridnya mau diajarin apa?" Bulan terkekeh dan mengangguk.

"Kalau begitu Bulan tidak mau baca dongeng lagi. Bulan mau jadi dokter, berarti harus baca buku panduan dokter kan Yah?"

Surya tertawa dan membawa anaknya ke pangkuannya. Saat ini, keduanya tengah berada di perpustakaan mini Surya. Sedangkan sang istri sedang membuat minuman agar mereka tidak kehausan saat sedang membaca.

"Jangan jadi dokter deh. Nanti Bulan tahu semua lagi penyakit ayah. Bulan jadi psikologis saja supaya nanti Bulan bisa bantu mengurangi orang stres,"

"Nggak! Bulan mau cari buku panduannya aja deh. Bulan nggak mau dengar kata ayah," Bulan meloncat turun dari pangkuan ayahnya dan berlari ke sudut ruangan perpustakaan.

Ia berniat untuk mencari buku panduan yang ia maksud dari sudut. Saat sampai di sudut, Bulan mulai menyusuri buku-buku bagian bawah. Karena hanya bagian itu yang dapat ia jangkau.

'Dongeng Putri Tidur' judul buku itu membuat Bulan tertarik dan nelupakan apa yang awalnya ingin ia cari. Bulan menarik buku itu dengan susah payah.

Setelah buku itu tertarik, ada sesuatu aneh yang ia lihat diantara buku-buku. Sebuah kotak yang terbuat dari besi. Bagian bawah itu sengaja di desain lebih dalam dan bukan cuma muat untuk para buku. Tapi, di buat juga untuk meletakkan kotak itu dan menutupnya dengan buku-buku di depannya.

Bulan kecil yang memiliki sifat masa bodoh itu hanya acuh dan kembali berlari ke arah ayahnya dengan buku dongeng yang ia pegang.

Beberapa buku berhamburan saat Bulan mengobrak-abrik rak buku bagian bawah. Rak itu khusus dibuatkan untuknya, dan hanya berisikan beberapa buku dongeng pengantar tidur.

Brankas. Kata itu langsung saja terucap dari mulutnya saat melihat kotak kecil yang terbuat dari besi.

Jika waktu kecil ia tak tahu kotak itu apa dan gunanya untuk apa? Kini, ia tahu dan tak bertingkah masa bodoh lagi.

Brankas itu tak tergembok besi dan memiliki kunci, hanya ada sandi atau password yang harus bulan pecahkan.

Ia mencoba memasang tanggal lahirnya, karena ayahnya identik dengan angka atau suka dengan angka. Namun tak terbuka. Sama halnya dengan tanggal-tanggal lain yang ia ingat, tapi dengan hasil yang sama.

Bulan dengan iseng memasukkan tanggal kematian ayahnya, dan dengan lamban kunci brankas itu terbuka. Entah sihir atau kekuatan apa yang terjadi. Kenapa tanggal kematian dirinya sendiri yang ayahnya pasang. Dan kenapa ayahnya bisa menebak kalau itu tanggal kematiannya? Di kepala Bulan, ia hanya menjawab, mungkin ayahnya hanya iseng saja memasukkan tanggal itu.

"Ayah sangat suka dengan tanggal 5 Agustus,"

"Kenapa Yah? Tanggalnya biasa aja, nggak ada yang istimewa. Bahkan tanggal itu tidak warna merah," jawab Bulan. Ia benar, bagi seorang pelajar SMP tak ada yang lebih baik dari tanggal merah bukan?

"Tanggal itu, ayah dan ibu ketemu. Dan mungkin tanggal itu akan menjadi bersejarah lagi," ujarnya.

Dan tanggal 5 Agustus merupakan tanggal ayahnya di panggil untuk berbaring di bawah tanah.

Cinta dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang