Bab 18

169 7 0
                                    

Setelah mendengar ucapan Pak Kurso, guru kimia serta wali kelasnya Bulan mengacak rambutnya frustasi.

"Yang benar saja pria kumis itu, baru mengatakan kalau UN kelas 12 tinggal 1 bulan lagi, bukankah itu terlalu sadis?" decaknya.

Sherin hanya mengangguk-angguk mengerti dan menyesap jusnya.

"Tapi, sejak kapan bahasa lo kayak aneh gitu? Kayak lebih baku aja!"

"Masa sih? Pasti terlalu sering baca subtittle drama nih!" keluhnya.

Salah satu alasan yang membuat Bulan menghardik wali kelasnya itu karena selama ini ia hanya menonton drama di rumah dan jarang belajar. Bisa dikatakan Bulan mempelajari bahasa orang asing dan sedikit-sedikit menerapkannya.

Selain itu, ia juga frustasi karena Ozy menjauh darinya. Semenjak insiden saat Ozy mengikat rambut Bulan 3 bulan yang lalu.

"Lan, tadi gue ketemu dengan Ozy,"

"Nggak usah bahas dia lagi Rin, bete gue sama dia tau nggak!"

"Dia tad--"

"Gue bilang nggak usah bahas!" sela Bulan cepat. Ia bangkit dari bangku tempatnya duduk dan keluar dari arah kantin.

"Yaelah sensi banget lo!" Sherin bangkit dari duduknya dan mengikuti langkah Bulan.

Sherin tahu kemana arah perginya Bulan jika sedang ingin sendiri. Perpustakaan. Nama tempat itu langsung saja terlintas dibayangan Sherin saat mendengar ocehan Bulan tentang Pak Kurso yang baru memberitahu tentang ujian nasional yang akan diadakan sebulan lagi.

Dari kejauhan, terlihat Rafto yang sedang berjalan mendekati Bulan. Sudah seharusnya seperti itu, mereka memang pacaran. Dan sudah lebih sebulan ini, Rafto juga baru terlihat ingin bersama Bulan.

"Bul!!" panggil Rafto. Ia berlari kecil kearah Bulan yang sudah ingin berbelok kearah koridor belakang.

"To,"

"Mau kemana? Bareng aja yuk!" tawar Rafto. Ia menarik bahu Bulan dan merangkulnya.

"Kok baru muncul, kemana aja? Akhir-akhir ini aku jalannya sama Sherin mulu," keluh Bulan dengan blak-blakan.

"Nggak kemana-mana?" ujar Rafto sembari menarik pipi Bulan dengan gemas. "I love you," tuturnya setengah berbisik di telinga kanan Bulan.

Bulan hanya tersenyum tersipu. Rasa hangat yang menjalar di pipinya membuat ia diam membisu. Rafto benar-benar bisa mengalihkan dunianya.

"Kok nggak dibales," rengek Rafto seraya menghadang langkah Bulan.

"Nggak mau!" bantah Bulan.

"Kenapa? Nggak sayang lagi sama aku? Yaudah," rajuknya lagi. Bulan hanya menggeleng dan menarik Rafto masuk kedalam pelukannya. Beruntung mereka berdua berada di koridor perpustakaan. Setidaknya tidak akan ada guru atau siswa yang bersifat jail untuk memotretnya.

"Hangat," desis Bulan. Ia selalu merasakan nyaman berada di pelukan kekasihnya itu. Pelukan seorang lelaki kepada wanita.

Selama ini, yang selalu Bulan rasakan yaitu pelukan sang ayah dan ibunya saja. Tapi saat ini, ia sudah punya kekasih yang akan memeluknya seperti ayah dan ibunya memeluk Bulan saat gadis itu sedang down.

"Jangan lepas," pinta Rafto. Bulan mengernyitkan dahinya dan menarik tangannya yang terulur untuk memeluk Rafto.

"Kenapa?"

"Kan aku bilang jangan lepas, peluk lagi," kata Rafto, ia mengacak rambut Bulan membuat gadis berambut panjang itu mengerucutkan bibirnya.

"Cup cup cup sayang jangan gitu, nanti aku cium," bujuk Rafto dengan nada sedikit mengejek.

Cinta dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang