Bab 5

333 7 0
                                    

Ruang cheers nampak terlihat sepi dan berdebu saat Bulan dan Sherin membuka pintunya.

Ada beberapa pompom yang tergeletak terkulai di lantai. Sherin menggeleng prihatin melihat ruangan cheers. "Ini ruangan apa gudang ya?" gumamnya dan memunguti beberapa plastik cemilan yang berserakan.

"Nggak tahu! Ini bukan lebih mirip gudang Rin! Malahan lebih parah," seru Bulan mengikuti Sherin masuk. Tangan kanannya menggenggam kresek hitam besar dan memasukkan sampah kedalamnya.

"Kira-kira kalau nanti kita lulus anggota penerus cheers bisa diandalin nggak ya?" tanya Sherin dan duduk di salah satu bangku yang ada.

Bulan hanya mengangkat bahunya dan kembali memunguti pompom yang berserak dan memasukkannya kedalam lemari alat.

Sherin mendengus saat sahabatnya itu hanya acuh terhadap pertanyaan serius yang ia lontarkan. Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri Bulan yang masih merapikan lemari peralatan.

"Gue bingung mau ngasih jabatan gue ke siapa! Seharusnya yang jadi ketua itu dulu lo, bukan gue!" jelas Sherin. Ia melirik Bulan yang masih terlihat santai dengan ucapannya.

"Lan! Gue serius! Lo harusnya marah!" pekik Sherin.

"Kenapa gue marah? Emang lo salah kalau gue bukan ketua cheers dulu!?"

"Iya lo harusnya marah sama gue! Lo selalu nyumbangin gerakan cheers yang bagus, tapi gue? Nggak ada yang gue lakuin buat cheers!"

Bulan memegang bahu Sherin membuat gadis itu mendonggakkan kepalanya menatap mata hitam Bulan. "Itu udah takdir! Gue memang suka banget dengan cheers tapi gue  nggak pernah mau pegang tanggung jawab. Karena gue yakin gue nggak pantes!" Bulan mengangguk membuat Sherin tersenyum dan mengangguk mengikuti Bulan.

"Kak Bulan, Kak Sherin! Aduh maaf kak. Kami belum membersihkan ruangan! Nanti biar saya yang bersihkan!" tegur salah satu siswa yang berambut kuncir kuda, ia menatap Bulan dan Sherin yang saling berhadapan dengan tatapan bersalah.

Akhir-akhir ini banyak sekali lomba yang diadakan oleh sekolah membuat anggota cheers harus terlibat untuk memeriahkan acara. Bulan dan Sherin mengetahui hal itu. Tapi ia mencoba untuk memberikan kesempatan kepada adik kelasnya yang belum pernah mencoba.

"Nggak papa! Biar gue dan Sherin aja yang bersihin ruangan. Lagipula masih banyak hal yang harus kalian lakukan!" adik kelasnya itu tersenyum dan mengangguk girang kemudian berlari keluar ruangan setelah mendapat persetujuan dari kedua kakak kelasnya itu.

"Gue," Sherin menatap Bulan lekat. Mata Bulan masih terpaku pada pompom merah jambu yang tergantung di dalam lemari alat. Di samping pompom itu ada baju cheers sekolahnya yang berwarna biru dan ungu.

"Gue tahu kalau hal ini!" ia menarik Bulan mendekati pompom dan baju itu. "Itu baju dan pompom lo! Buat yang terakhir kalinya sebelum kita lulus gue mau lo ikut lomba di Palembang!" Sherin berseru dan mengambil baju beserta pompom dan memberikannya pada Bulan.

Ia berjalan menuju lemari yang satunya dan mengambil pompom berwarna merah dan baju yang sama dengan Bulan. "Kita tunjukkan kemampuan kita di sekolah ini untuk yang terakhir kalinya!"

"Heh bocah! Mau kemana lo?" Ozy menendang pintu ruangan sebagai tanda akan kehadirannya. Di samping kanan dan kirinya Farid dan Leonard. Sedangkan di belakang Farid berdiri Rafto yang terlihat kaku.

"Diem lo! Lebih baik lo mikirin bagaimana caranya untuk menjadi budak dan supir gue tolol!" geram Bulan.

"Jangan optimis dulu dong! Hasil ulangan belum dibagi!" cetus Ozy ia memandang Bulan dengan benci.

"Lo mau kemane?" seru Farid berusaha menghentikan tatap-tatapan dari kedua rival itu.

"Lomba yang ada di Palembang!" Sherin menarik tangan Bulan menuju toilet wanita untuk mengganti pakaiannya dengan segera.

Bis sekolah yang akan membawa mereka akan pergi jam 11 nanti. Dan sekarang sudah jam 10. Masih banyak hal yang harus dilakukannya.

"Eh! Kak Bulan dan Kak Sherin jadi ikut?" tanya adik kelasnya saat kedua gadis itu baru saja tiba di ruang ganti.

"Perlombaan terakhir!" gumam Bulan. Sherin mengangguk membuat beberapa anggota cheers yang ada di dalam ruangan tersenyum antusias. "Ina tidak ikut ya?"

"Kak Ina nggak bisa ikut kak! Katanya ia harus belajar, 4 bulan lagi kan kakak harus UASBN?"

"Iya nih! Jadi degdegan!"

"Tapi kakak nggak belajar? Nanti nilai kakak gimana?"

"Ini perlombaan terkhir, lagipula jika sampai final waktunya cuma 3 hari kan?"

♡♡♡

Sudah 2 hari Bulan dan Sherin ada di Palembang. Bagi Ozy, kedua gadis itu benar-benar nekad untuk pergi. Padahal jika menjelang akhir seperti ini akan ada banyak ujian dan seminar yang diadakan sekolah agar melakukan persiapan mantap untuk UN nanti.

Ozy benar-benar merasa kesal dengan keduanya terlebih Bulan. Gadis ceroboh yang satu itu sangat naif. Entah mengapa perasaannya saat ini bercampur aduk, ada kesal, sedih, dan kecewa.

"Lo kenape? Mikirin si Bintang?" tegur Farid saat memperhatikan Ozy yang hanya diam sambil mengaduk-aduk soto ayam yang ia pesan.

Dahi Ozy mengkerut mendengar pertanyaan Farid. "Bintang naon atuh?" ia menaikkan kedua alisnya tak mengerti.

"Maksud gue si Bulan itu! Lo mikirin die kan?" ralat Farid. Ozy menjitak kepala sahabatnya itu membuat Leonard tertawa terbahak.

"To! Lo kok diem aje? Kagak suka ya kalau si Ozy ngejitak kepala ayang bebepmu ini?" goda Farid seraya mencolek dagu Rafto. Membuat pria jangkung itu mendengus.

"Najis ama lo njiir!" serunya saat Farid tiada hentinya mencolek dagunya.

"Lo beneran suka sama Bulan To?" tanya Leonard. Rafto menunduk malu. Ekspresi yang belum pernah Ozy, Leonard, dan Farid lihat. "Gue anggep respon lo sebagai jawaban!"

"Dari kapan lo suka?" tanggap Ozy setelah hening beberapa saat.

"Sejak gue bilang suka dia!" racau Rafto. Ketiga temannya menatapnya sinis membuat Rafto bergidik ngeri.

"Elah si anjing! Nenek-nenek pencat silat pun tahu kalau lo suka Bulan sejak lo bilang!" geram Leonard.

"Yaudah, udah tahu juga kok malah nanya lo pada?!" timpal Rafto. Ia menyeruput jus jambunya setelah mengunyah suapan terakhir baksonya.

"Rafto! Lo bener-bener ngeselin kampret! Maksud Ozy tuh lo suka dengan Bulan sejak kapan? Yang tanpa lo bilang! Awas lo sekali lagi ngejengkelin gue kubur lo!" ancam Leonard gemas dengan tingkah Rafto yang sangat menjengkelkan.

"Gue suka dengan dia itu sejak Ozy selalu ngebuat dia marah!" Rafto menerawang pikirannya saat ia pertama kali ketemu dan akrab dengan Bulan.

Saat itu, mereka baru saja naik kelas 3 SMA. Bulan, Ozy, Rafto, dan Farid satu kelas. Berbeda dengan Leonard.

Awal mereka masuk yang paling berisik dikelas adalah Bulan dengan Sherin. Kedua gadis itu seolah tak bisa berhenti berbicara, ada saja berita yang mereka bahas.

Ozy dan Rafto yang duduk dibelakang bangku keduanya resah. Hingga Ozy memutuskan menjadi jahil terhadap Bulan, gadis berambut panjang dan bermata besar yang berwarna hitam pekat.

"Bulan emang cantik! Tapi dia kayak orang yang nggak suka bercanda deh!" Leonard bergumam kecil. Hanya Ozy yang tepat di sampingnya mendengar perkataan pria berketurunan cina itu.

"Siapa bilang? Dia anak supel kok! Gue kenal dia dari masih janin! Jadi, gue lebih tahu dia daripada lo!" ceplos Ozy.

Leonard menatapnya tak percaya. Dan menaikkan sebelah alisnya.

Cinta dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang