Bab 9

242 9 0
                                    

Panas matahari menyengat kulit Bulan yang tengah berdiri di depan gerbang sekolah menunggu angkutan umum lewat.

"Ngapain lo nunggu angkot yang nggak pasti? Lebih baik lo nunggu gue," Bulan tersentak saat Rafto tiba-tiba ada di sampingnya.

"Nunggu lo?" ulang Bulan. Ia berjalan menuju halte mengurungkan niatnya naik angkutan umum. Dia lebih memilih untuk naik bus saja, walaupun harus jalan masuk kembali ke kompleksnya.

"Gue anter lo balik yuk!" ajak Rafto seraya memukul-mukul jok belakang motornya.

"Gue naik bis aja deh To! Nggak enak ngerepotin nanti,"

"Nggak kok yuk!" Rafto menarik tangan Bulan agar gadis itu mau naik keatas motornya.

Belum sempat Bulan menolak kembali Ozy datang dan sontak Rafto melepaskan tangannya dari tangan Bulan.

"Bulan balik bareng gue!" bantah Ozy. Bulan mendengus pelan. Apakah akan ada perang lagi? Pikirnya.

"Gue yang ajak Bulan duluan. Jadi, dia balik bareng gue! Enak aja lo main nyambar aja," sindir Rafto.

"Bulan dan gue tetanggaan. Dan orang tua kami juga sahabatan, jadi gue punya hak!" jelas Ozy dengan angkuh.

Bulan yang berada di belakang motor Rafto melirik kearah halte. Ada satu bis yang jurusan ke kompleksnya yang sedang singgah di sana.

Ia melambaikan tangannya kearah bis itu seolah mengatakan agar menunggunya. Kakinya perlahan mundur menjauhi Ozy dan Rafto yang masih sibuk beradu mulut.

"Kok ninggalin pacarnya neng?" tanya kornet bis saat Bulan berhasil duduk dengan nyaman di salah satu bangku bis tersebut.

"Bukan pacar gue bang! Mereka itu hama dihidup gue. Mungkin mereka salah makan kali," dengus Bulan. Bis sudah berjalan melewati gerbang sekolah. Tepat di hadapan Ozy dan Rafto, Bulan menjulurkan lidahnya membuat kedua pria itu saling bertatapan dan mengumpat satu sama lain. Bulan terkekeh pelan membiarkan angin meniup rambutnya.

♡♡♡

Ia merebahkan badannya di kasur tanpa melepaskan atribut sekolahnya yang masih melekat. Hanya tasnya saja yang sudah tersimpan dengan manis di kursi meja belajarnya.

"Hari yang melelahkan," gumam Bulan.

Tangannya tergerak mengambil sebuah foto yang terpajang indah di samping ranjangnya.

Foto seorang gadis berambut panjang yang di kepang dan diapit oleh kedua orang tuanya. "Bulan rindu dengan ibu," lirih gadis itu.

Ait matanya mulai menitik kembali. Hari ini sudah dua kali ia menangis karena rindu dengan ibunya.

"Bulan?" ketukan pintu kamar Bulan terdengar merdu, seiring dengan masuknya seorang pria paruh baya dan duduk di kursi meja belajarnya.

"Ada apa ayah?" tanya Bulan. Ia mengusap air matanya dengan selimut tebal yang ada di kasurnya agar ayahnya tak mengetahui bahwa ia sudah menangis barusan.

"Ada Ozy di bawah. Katanya kamu buat ulah lagi ya?" cibir sang ayah.

Bulan bangkit dari tidurnya dan berjalan tergesa menuju ruang tamu. Ia sangat yakin kalau Ozy telah membuat laporan salah ke ayahnya.

"Lo ngapain kesini? Buat pengaduan yang nggak bener lagi kan lo!?"

"Santai aja dong! Lo emang buat ulah lagikan tadi di sekolah!" cibir Ozy.

Cinta dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang