Part 1

4K 138 7
                                    

Reena bangun tepat di tanggal duapuluh satu, bulan ke duapuluh empat yang seharusnya menjadi hari istimewa buat Reena dan Cakra.

Tepat pada tanggal tersebut, mereka selalu merayakan hari jadinya. Entah Cakra yang memberikan surprise atau Reena yang melakukan sebaliknya.

Reena selalu rindu hari itu. Hari dimana Reena dan Cakra resmi menjadi Kita. Reena rindu greeting messages dari Cakra yang selalu membuat lingkungan hidupnya tersenyum setiap pagi.

Reena rindu ketawa Cakra yang melihatkan barisan gigi yang rapih dari bibir tipis miliknya.

Reena mulai membuka album foto milik mereka, sedikit bernostalgia katanya. Ada sebuah foto disana, terlihat Cakra sedang memeluk Reena dari belakang yang melukiskan tawa bahagia bertulis "Adreena dan Cakra selamanya."

dan ada pula foto genic mereka di dalam mobil yang menceritakan "Bahagia itu kita, bukan mereka."

Reena mengusap ujung matanya yang berair seraya membuka satu persatu album foto tersebut, Reena tak tahan melihat semua itu. Reena berusaha tidak pernah membuka album tersebut kala merindukannya.

Namun, rasa rindu Reena sudah membendung hebat. Reena sangat merindukan Cakra, sangat.

Tring..tring..

Ponsel Reena berdering, dengan cekatan ia menggapai ponselnya yang berada diatas nakas. Id caller menunjukan nama Rosse.

"Reen, lo dimana? Buruan dong! Gue sudah depan Stasiun Tebet, nih."

"Sumpah! Gue lupa. Wait for me, just 15 minutes! I'll take a shower first."

Tanpa sadar, Reena melempar album tersebut dan membiarkannya tergeletak di atas lantai kamar. Reena hampir lupa kalau hari ini ia ada janji dengan Rosse. Segera ia ambil handuk dipinggir kamar mandi dan bergegas mengguyur seluruh tubuhnya.

Dibawah derasnya air shower, tiba-tiba wajah Cakra sekelebat muncul dipikiran Reena. Melintas secara perlahan dan menimbulkan beberapa peristiwa manis yang dulu pernah mereka lakukan bersama. Reena memejamkan mata, se akan-akan meminta Cakra untuk pergi dari sana.

***

"Masak yang benar. Nanti kalau sudah berumah tangga gimana kalau gak bisa masak?" Cakra bertanya kepada Reena seraya memotong bawang merah.

"Iya, Cak. Ini aku lagi belajar kok. Kamu diem atau aku kasih garam, nih." Saking gemas nya kepada Cakra, Reena ingin menyodorkan dia sesendok garam halus yang diiringi dengan tawa lepas mereka berdua.

Reena senang bermain bumbu bersama Cakra. Setiap pulang sekolah ataupun libur, mereka selalu menyempatkan diri untuk sekedar belajar masak. Mengolah bumbu dapur, bereksperimen hingga memanggang daging.

Jangan tanya betapa besar rasa bahagia Reena saat bersama Cakra. Tidak bisa ia ungkapkan semua. Canda tawa, sedih suka telah mereka lewati bersama.

Cakra sangat suka makan Nasi Goreng pakai saus sambal bermerk Alphabet. Lalu di campur bersama bumbu pelengkapnya.

Selain saus Alphabet kesukaan Cakra, ia juga memfavoritekan masakan padang. Dari semua jejeran masakan padang, ayam bakar dan paruh yang menjadi menu kesukaannya.

Sesekali pulang sekolah, ia suka mengajak Reena makan di Warung Padang sebrang sekolah. Sederhana, namun penuh cinta.

"Cak, aku masih lapar. Ayam kamu buat aku, ya?" Reena meminta ayam Cakra dengan menunjukan wajah balas kasihan.

Cakra itu paling nggak suka kalau jam tidurnya diganggu. Ia sangat sebal kepada orang yang membangunkannya di pagi hari ketika libur. Makannya kenapa Reena tidak berani memberi kabar terlebih dahulu ketika ia sedang tidur.

Cakra sangat suka jalan-jalan. Sudah menjadi hobi nya di setiap weekend dia tidak ada dirumah. Entah pergi bersama keluarga, atau pergi dengan Reena untuk berbelanja. Dan, yang paling spesifik dari Cakra adalah: ia sangat memperhatikan pakaian dan model rambutnya.

Kamar mandi menjadi tempat favorite Reena untuk berfikir hingga akhirnya menangis. Ya, sejak 10 menit kebelakang dan kini Reena tengah menangis. Reena terisak hebat mengingat beberapa memorinya dengan Cakra.

Kamu memang yang terbaik, Cak. Aku bingung gimana caranya buat lupain kamu. Kamu selalu berotasi bahkan mungkin kamu berevolusi dipikiranku. Semua usaha melupakan dan merelakanmu seketika lenyap begitu saja, Cak. Kamu harus tahu itu.

***

"Eh, Reen. Lama banget sih. Gue sudah nunggu sejam nih." Tegur Rosse dengan wajah tertekuk sesaat Reena tiba di Stasiun Tebet.

"Maaf, Ros, maaf. Gue lupa kalau hari ini kita jadi jalan. Jadi gue baru bangun tadi pas lo telfon." Reena memasang muka melas.

"Santai, Reen. Eh, tunggu deh. Itu mata lo kenapa lebam banget sih? Dipukulin siapa lo?"

"Hush!" Reena menepuk tangan Rosse, "Ga dipukulin siapa-siapa ini. Namanya bangun tidur, Ros. Gue juga semalem kurang tidur sih karna nyari topik."

"Trus, dapet tuh topiknya?" Tanya Rosse yang berusaha meyakinkan lagi kalau Reena benar-benar mencari topik.

"Nggak." Jawab Reena singkat lalu naik kedalam kereta.

Sekarang, pukul setengah 12 siang dan Reena masih duduk didalam kereta seraya menatap keluar jendela. Reena duduk disalah satu gerbong campuran.

Tiba-tiba alarm ponsel Reena berbunyi dan melihatkan peringatan "Mensive dua tahun Adreena dan Cakra".

Darah Reena mengalir dengan deras, jantungnya berdetak lebih kencang seolah ingin keluar, tangannya mendadak bergemetar hebat. Seakan-akan warga kereta menjadi saksi failed mensive Reena dengan Cakra.

Reena kembali menangis. Kali ini tangisan Reena diiringi oleh pelukan Rosse. Reena merasa menjadi orang yang sangat bodoh ketika menangis depan umum.

"Hey, Reena. Sadar. Ini sedang dikereta, bukan kamarmu." Reena berbisik kepada dirinya sendiri.

"Reen, aduh. Jangan disini dong nangisnya. Bener aja kan mata lo lebam gara-gara nangis nih pasti." Rosse memeluk Reena sambil mencari-cari tissue didalam tasnya.

Semua pandangan warga kereta mulai tertuju kepada Reena. Reena berusaha untuk mengehentikan hujan dimatanya, namun tidak berhasil. Kenapa Reena merasa menjadi orang tercengeng didunia setiap kali mengingat Cakra? Reena selalu nunggu Cakra untuk pulang.

Tolong yakinin ke aku kalau kamu benar-benar mencintai dan tulus sayang sama aku. Aku tahu kamu diluar sana masih mau bergantung denganku. Tolong, Cak. Aku hanya membutuhkan penjelasanmu. Aku sudah berjuang selama setahun setelah kamu pergi ini. Aku berjuang sendirian tanpa kamu, Cak. Hargai aku, kumohon.

Reena masih menangis dalam pelukan Rosse. Rosse membisikan Reena sebuah kalimat yang membuat ia semakin menangis, namun sedikit tersadarkan.

"Kalau dia sayang sama lo, dia gak akan buat air mata lo terus-terusan mengalir. Dia justru akan membuat air mata lo bosen terlalu lama didalam mata karna gapernah dibuat mengalir."

"Lo benar, Ros. Dan gue yang salah. Gue salah karna gue terlalu berharap sama orang yang jelas-jelas pergi gitu aja tanpa penjelasan. Tapi kenapa hati gue selalu mau dia yang menjadi sanggahan nya, Ros? Kenapa?."

"Dengar ya. Lo salah, Reen. Dan Cakra pun juga salah. Dalam suatu hubungan 2 orang, gak ada yang benar. Satu benar, ya semua benar. Satu salah, ya semuanya juga salah. Lo salah karna lo terlalu berharap, dan Cakra salah karna Cakra memberikan harapan itu sama lo."

Harapan, sebuah kata yang singkat namun sangat mengikat. Hati Reena sudah diikat oleh Cakra. Jangan biarkan hati yang sudah terikat, dilepaskan begitu aja. Tak mudah menyusun hati dengan baik, sekalinya robek, tidak ada perekat sempurna yang mampu memulihkannya.

Seperti Senja [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang