Part 5

1.8K 88 3
                                    

"Cinta itu dinikmati, bukan dikhianati." Danish bergumam, setelah mendengar beberapa potongan cerita Reena tentang Cakra.

Semua orang dipelosok dunia, pasti pernah merasakan patah hati. Galau, nangis, buang-buang tissue, segala cara pasti digunakan untuk melampiaskan semua kegundahan dan kemarahan dihati yang sedang menggebu-gebu.

Diary yang dulunya selalu tergoreskan tinta hitam, sekarang memojok lalu membeku oleh tumpukan debu. Tangan dan telinga yang seharusnya bekerja seharian untuk mengetik lalu mendengarkan cerita seseorang, kini tidak memiliki arti.

Serpihan aspal jalanan kota Jakarta yang menjadi saksi bisu antara Reena dan Cakra, sekarang.

Semua cerita hidup, tidak ada yang bisa menerka-nerka. Mereka terukir dengan sendirinya. Kita hanya bisa menikmati lalu menjalani.

Tidak ada yang harus disesalkan apa pun yang telah terjadi. Jalan hidup sudah menjadi pilihan diri kita sendiri. Alurnya akan terus mengikuti sebagaimana ia berjalan.

Termasuk, pengalaman berbagi hati.

Entah apa yang Reena rasakan sekarang, dengan mudahnya dia percaya pada Danish untuk menjadi orang kedua setelah Rossie yang menampung ceritanya.

Mereka bertemu di transportasi umum, berkenalan ditempat kerja yang sama, lalu saling bertukar pikiran. Reena tidak mempercayai ia sepenuhnya, Reena hanya ingin mencari teman bersandarnya.

"Iya, Cakra itu bisa dibilang bagian dari hidup gue waktu itu, Nish. Dia orang kedua setelah cowok yang gue kenal dulu. Dia yang memenuhi hidup gue semasa SMA. Gue merasa berhasil punya masa SMA ketika ada Cakra. Tapi, dia pergi gitu aja setelah kita naik kelas 12."

Cairan bening kembali turun, tidak deras, namun terasa mendalam. Tatapan mata Danish tajam ketika melihat Reena bersendu.

Reena mencoba membasuh air matanya dengan tangan, namun Danish menghalangi.

Untuk kedua kalinya, Danish memberikan Reena sapu tangan. Sapu tangan dengan warna yang sama, menangis karna kejadian yang sama, namun hanya tempatnya saja yang berbeda.

"Wanita akan...." ucapnya, lalu Reena potong dengan melanjutkan kalimatnya. "Wanita akan selalu terlihat jelek ketika menangis. Itu kan yang mau lo bilang?" Reena tersenyum ketika melanjutkan kalimat tersebut.

Air mata Reena mungkin harus dihentikan mulai sekarang. Ia bisa saja datang ketika bayangan Cakra hadir.

"Lo sudah hafal ternyata, sialan lo ya. Sudah, jangan nangis. Nanti lo kalah sama anak SD waktu lagi tour." Tukasnya.

"Yaudah, yuk balik." Reena bangkit dari duduk sambil menarik tasnya diatas meja.

"Kenyang aja lo minta balik, dasar cewek."

"Ngomong apa lo barusan?"

"Nggak, itu kucing lewat pakai konde."

Reena berdecih.

***

Halo, buku catatan. Hari ini, gue mulai bekerja. Moment ini harus dicatat sebagai moment terbaik dihidup Adreena ditahun 2017.

Pekerjaan yang gue idamkan sejak dulu, tercapai. Meskipun jadi penulispun sudah lebih dari cukup. Dan pada hari ini juga, gue bertemu dengan stranger kereta, ya Danish.

Selidik punya selidik, ternyata ia adalah Deputi Manager dari Travel tempat gue magang. Travelnya sendiri itu punya bokap dan nyokapnya. Sekarang, setiap pagi selama liburan 5 bulan yang membuat bosen hidup, gue memulai rutinitas menjadi seorang tourleader.

Semoga ini menjadi awal terbaik menjadi seorang tourleader. I love this job.

Reena menuliskan pengalamannya dibuku harian. Selain membuat cerita dilaptop untuk mencetak novel, Reena sangat suka berbagi pengalaman sehari-hari kepada buku ini.

Karna, gak semua cerita pribadinya dapat ia tuangkan didalam novel. Namun, tetap saja, kalimat utama untuk novel keempat Reena ini belum dapat ditemukan.

Ia masih mengumpat bersama kenangan manis dengan Cakra.

Ponsel Reena berdering, pesan singkat yang ia terima malam ini bukan lagi dari pria berkulit bibir tipis, namun pria yang selalu memberikan sapu tangan berwarna biru laut.

Danish: "Istirahat, jangan kebanyakan mikirin novel. Besok kita jalan ke Malang."

Reena: Besok lo ganti profesi jadi peramal aja, ya. Tahu banget lo, gue lagi mikirin itu.

Balas Reena setelah 3 menit pesan itu ia terima. Besok adalah pengalaman pertama Reena untuk memboyong murid-murid SMP pergi ke Malang.

Ya, hanya Malang selama 3 hari. Bus yang Reena naiki pun berdampingan dengan Danish. Katanya sih Reena harus banyak belajar dulu dari Danish.

Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, Reena masih merapihkan baju-baju untuk ia bawa esok hari.

Peraturan pertama Travel ini adalah: Semua tourleader dilarang membawa baju berlebih dan koper. Mulai sekarang, Reena harus terbiasa membawa tas jinjing besar.

Ia membuka sisi kedua lemari gantung, mencari baju hangat untuk persiapan trip ke Gunung Bromo.

Selip punya selip, Reena menemukan baju hangat yang pas. Ketika wajah Reena terseyum menemukan baju tersebut, berdampingan disebelahnya sweater rajut pemberian Cakra.

Reena lemas melihat sweater itu masih tergantung rapih, sweater tersebut adalah sweater couple yang mereka miliki. Bagian belakang sweater ini bertuliskan einundzwanzig atau dalam bahasa Indonesia duapuluh satu.

Tanggal terfavorite Reena dan Cakra, dulu.

Dengan tangan bergemetar hebat, Reena ambil sweater tersebut dan meletakkanmya didalam kardus berwarna maroon. Reena melipatnya dengan baik.

"Aku masih menyimpannya, Cak. Apa kamu sama sepertiku?"

Sesak didada ketika melihat sweater tersebut akhirnya Reena bawa tidur. Jam tiga pagi nanti Reena harus berangkat ke kantor Travel dan meneruskan perjalanan ke sekolah client lalu menuju Malang. Reena membuang jauh-jauh mimpi tentang Cakra, ia fokus kan pikiran nya pada setiap trip yang akan Reena jalani esok.

Danish: Tidur, Lo kesiangan gue gaplok.

Reena tersenyum tipis membaca pesan dari Danish. Segitu perhatiankah ia pada anak baru dikantornya? Entah.

Reena: Bawel, lo diem gue tidur.

Reena membalas pesan singkat Danish, lalu ia aktifkan flightmode dan mulai memejamkan matanya perlahan.

Seperti Senja [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang