Part 6

1.6K 96 10
                                    

Alarm Reena sukses menghancurkan mimpi, mimpi membangun istana dicakrawala bersama Cakra yang mustahil akan terjadi. Waktu sudah menunjukan pukul dua pagi, Reena harus segera bangun dan membersihkan diri. Tiga jam bukan waktu yang lama untuk memejamkan mata, ia menggerutu kesal karna tidur larut malam.

Reena berjalan dengan keadaan setengah sadar untuk mengambil handuk dipinggir kamar mandi. Suara gemericik air shower membasahi rambut panjang Reena. Tak perlu waktu lama untuk membersihkan diri dan langsung dress up seperti tourleader pada umumnya. Tiba-tiba, ponsel Reena bergetar. Mata Reena seketika membulat melihat pesan yang masuk pagi ini pukul 2.17

Danish: lo dimana? Sudah otw belum?

Read.

Danish: Good banget lo, udah ngeread tapi gabales. Gaji lo mau gue potong?

"Bawel banget sih!" Reena berdecak.

Reena semakin yakin bahwa alien itu memang ada. Ini salah satu contoh aliennya. Gak bisa ditebak. Bentar-bentar baik, ngajak makan, ingetin tidur. Bentar-bentar, nyebelin dan sok ngatur. Tanpa berfikir panjang yang membuat Reena semakin kesal, ia membalas pesan Danish.

Adreena: sabar, mobil gue lagi dipanasin. 10 menit juga sampai kalau gak ada begal.

Danish: semoga sampai sini lo masih punya kepala.

Reena tersenyum miring.

Reena berlari keluar kamar, mengetuk pintu kamar kedua orangtuanya untuk meminta izin pergi hari ini. Karin dan Rudy terlihat senang karna Reena, anak semata wayangnya, mau bekerja ditempat orang. Karna semenjak kepergian Cakra, Reena lebih sering mengurung diri dikamar. Pergi jalan-jalan pun harus dipaksa oleh Rosse dulu. Kalau suntuk dikamar, Reena biasa menghabiskan waktu untuk sekedar memesan kopi di cafe hingga enam jam. Jarum jam berputar membentuk waktu yang tak sebentar, tanpa menggoreskan kalimat utama. Tetap, menyendiri itu selalu gagal. Mencoba dikeramaian, jauh lebih gagal. Kadang terasa menusuk didada. Menurut Reena, seramai apapun tempat, Reena masih merasa sendiri.

"Ma, pa, Reena berangkat ya.." ungkap Reena, "Reena diantar pak Yusuf kok." Reena mencium tangan Karin dan Rudy, lalu berlari ke garasi mobil. "Kalau sudah sampai Malang, Whatsapp mama ya, nak." Reena mengacungi jempol tanda mengiyakan apa yang Karin bilang. Reena masuk ke mobil dan meminta pak Yusuf untuk gaspol jalannya mobil.

"Mbak Reena, kalau saya perhatiin kayanya mas Cakra udah gak pernah main kerumah ya." Ujar Pak Yusuf membuka pembicaraan pagi ini yang membuat darah Reena seolah berhenti mengalir.

Reena masih terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan pak Yusuf. Sejujurnya, Reena bingung mau jawab apa. Reena tidak pandai mengelabui sesuatu.

Apa pagi ini menjadi hari pertama bagi Reena untuk belajar berbohong?

"Cakra pindah keluar Negeri, pak." Sahut Reena, "makannya dia jarang main lagi." Yap! Jawaban yang tepat. "Oh mas Cakra pindah." Sahut pak Yusuf.

Reena menundukan kepalanya dalam-dalam. Kenapa harus pagi hari, dihari pertama trip ini sudah kepikiran Cakra lagi. Ada saja halangan disetiap kali Reena ingin melupakan Cakra. Ia menghapus sedikit air matanya dan tersenyum simpul. Ia tidak boleh terpuruk dalam kegelapan. Dunia abu-abu yang diukir Cakra harus segera dihapuskan. Hanya orang bodoh yang selalu terjebak dalam masa lalunya. Reena harus kuat, meskipun hati nya berkata lain.

Reena turun dari mobil dan mengucapkan terimakasih kepada pak Yusuf karna telah mengantarkan ia sampai kantor-dipagi buta. Ia melihat ke segala arah, ada 5 bus yang tersedia dan Danish sedang mengatur semua rencana perjalanan pagi ini. Reena berlari menghampiri kerumunan tourleader yang sedang briefing.

Dengan nafas yang berderu-deru, Reena mengatakan,"maaf saya terlambat." Seketika Reena menjadi pusat perhatian 9 tourleader termasuk Danish. Danish mengabaikan kehadiran Reena dan melanjutkan briefing. Reena merasa tidak enak hati, karna dihari pertama trip ia sudah terlambat.

"Nish, sorry gue telat." Reena berbicara kepada Danish sambil berjalan menuju bus mereka,"gue janji besok besok gue gak telat lagi." Danish menghentinkan jalannya dan menatap Reena tajam tanpa suara. Tatapan yang membuat Reena dagdigdug. Lalu ia melanjutkan jalannya lagi. Reena masih diam, ia berfikir kalau Danish marah kepadanya.

"Nish ih!" teriaknya.

"Danish Lammar gue lagi ngomong sama lo!"

"Gue gak budek. Buruan masuk bus."

Perjalanan pertama menuju sekolah client dimulai, sekitar satu jam Travel milik Danish telah sampai. Reena dan Danish memegang kendali bus satu. Mereka turun dari bus dan mempersiapkan perjalanan. Danish terlihat sibuk mengkoordinasi dengan sebagian guru anak SMP disini. Sedangkan Reena memegang HT untuk memperoleh informasi dari sesama TL.

"Reen, lo pegang absen ya." Ucap Vandy seraya berjalan cepat. "Iya, Van." Balasnya.

Persiapan perjalanan pun sudah selesai, semua siswa dan guru telah masuk kedalam bus. Hanya tinggal tourleader yang masih menunggu diluar, untuk terlaksana pasti perjalanan mereka melakukan briefing untuk kedua kalinya.

Reena terlihat bersemangat mengawali hari ini. Namun, disela-sela kebahagiaan Reena terselip rasa yang masih mengganjal, perasaan yang menggantung, perasaannya terhadap Cakra yang semakin lama meluap. Semakin mencoba lari, semakin perasaan itu mengejar. Tanpa sadar, ia telah memasang wajah murung dan bingung harus seperti apa nantinya.

"Semuanya naik bus, dan seperti biasa. Pembukaan dilakukan sama cowok dan penutup cewek. Paham?" semua tourleader mengangguk. Danish terlihat lebih cocok mengatur, wibawanya dapat. Reena senang melihatnya meskipun ia terkadang sinis, dingin dan sikapnya yang seperti alien.

Reena memperhatikan cara Danish opening, menyapa clientnya. Ia menduga, sepertinya Danish mempunyai dua kepribadian yang gak gampang untuk ditebak. Wangi parfumnya sangat tercium hangat. Reena hanya diam sambil menatap Danish tak berhenti.

"Gue tau, gue ganteng." Ucap Danish disela-sela perjalanan. Reena tak sadar, Danish sudah selesai opening dan sekarang duduk disebelahnya. Reena yang sedari tadi memperhatikan Danish malah berubah melamun. Entah apa yang sedang Reena pikirkan.

Hah? Apa? Apa kata Danish barusan? Ganteng? Pikirnya.

"Gak ada yang bilang lo jelek." Balas Reena. "Oh, kalau gitu biasa aja ngeliatinnya. Ntar lo ngefans lagi sama gue." Sahutnya, dan Reena hanya berdecak malas.

Entah perasaan apa yang sedang Reena rasakan sekarang. Reena belum bisa menerima kepergian Cakra, disamping itu ada Danish yang dekat dengannya. Teman berbagi cerita, meskipun terkadang ia sangat menjengkelkan.

Reena pernah berkomitmen pada dirinya sendiri. Bahwa Reena tidak akan pernah kembali pada masa lalu nya. Menurut Reena, masa lalu ya tetap masa lalu. Tidak perlu ada perbaikan atau pengulangan. Kalau saja ia balik ke masa lalu nya, sama saja ia masuk ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Reena tidak mau hal itu terjadi.

Tiba-tiba ponsel Reena berdering, pemberitahuan Line telah masuk pukul 10 pagi.

Cakra: Reen?

Ponsel yang sedang Reena pegang jatuh. Mata Reena membulat cepat. Tangan Reena seketika bergetar hebat. Darah Reena seolah berhenti mengalir. Keringat sukses membanjiri tubuh Reena sekarang. Nafasnya terasa sesak melihat pesan dari Cakra.

"Lo kenapa, Reen?" Tanya Danish.

Seperti Senja [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang