16

729 35 5
                                    

“Ting tong...”

“Aku tidak mau membukanya.” Gumam Shiho lalu kembali menyelimuti dirinya dengan selimut.

Suasana pun hening.

Sementara itu.

“Sepertinya dia tidak di sini.” Kata Akai sambil memperhatikan ruang apartemen yang berdebu. “Hem, apa dia ada di tempat lain?.” Pikir Akai. Dia kembali mengenakan topi hitamnya. Rambutnya kembali di panjangkan setelah penangkapan para anggota organisasi Hitam. “Kemungkinan akan ada banyak tempat yang di datanginya.”

Akai mengambil tas hitamnya lalu kembali mencari keberadaan Shiho.

“Di kamar itu, walaupun sudah lama tidak di gunakan kakak. Tapi entah kenapa hawa keberadaan nya sangat terasa. Kamar itu begitu hangat seperti kakak.” Shiho menyeka air matanya. “Aku sangat merindukannya.”

Shiho menatap foto dirinya bersama sang kakak. “Aku tidak bisa pergi sekarang. Aku harus cari info di kamar itu. Tapi untuk masuk ke kamar itu lagi aku tak sanggup.”

Amuro melepaskan wignya lalu duduk di depan laptop. “Wanita itu kenapa sih?.” Pikirnya.

“Hei Rei... Masih mau diskusi tidak?.” Tanya salah satu rekan Amuro yang sedang berkomunikasi dengannya via telekonferensi.

“Ya. Maaf.” Jawab Amuro.

“Rei Furuya. Jangan terlalu lama menangani Sherry. Lama-lama kamu bisa mabuk.” Saran yang lain. Sherry sebenarnya adalah nama wine. Semua anggota organisasi Hitam di beri nama samaran dan nama mereka di ambil dari nama-nama wine atau minuman keras.

Pernyataan itu membuat beberapa orang tertawa.

“Sudahlah. Aku mau tanya. Apa cctv di apartemen ini masih berfungsi?.” Tanya Amuro. “Aku tidak tahu apa kalian melepaskan atau tidak.”

“Tidak. Kami belum sempat ke sana lagi. Jika kamu mau melakukan pengintaian seharusnya cctv itu masih bekerja.” Kata salah satu diantara mereka.

“Baiklah. Aku akan mencobanya.”

“Tapi Rei. Jangan sampai kamu masuk lebih dalam di kasus ini. Aku takut kamu terbawa dendam lamamu.”

Amuro mengingat wajah Akai. “Tidak. Aku tidak akan melakukan hal itu.”

“Baiklah. Jika tidak ada yang tidak mau di katakan lagi kami permisi karena jam istirahat nya selesai.”

“Ya. Terimakasih teman-teman.” Kata Amuro lalu memutus sambungan telekonferensi nya. “Shuichi Akai. Aku tidak akan melupakan dia, sang pembunuh.” Gumam Amuro.

Dua hari ini Shiho tidak keluar dari kamarnya.

“Aku harus membuang sampah dan juga membeli bahan makanan. Tapi jika aku keluar dan melihat Rain, apa yang harus aku katakan?.” Shiho duduk termenung di depan tv. “Lagipula aku ingin mencari sesuatu di kamar itu. Siapa tahu ada petunjuk mengenai kekasih Kak Akemi.”

Amuro sudah menyamar sebagai Rain. Dia mengambil tangga lalu memanjatnya di sisi gedung apartemen.

Shiho membuka pintu apartemennya lalu menoleh apa kah ada Rain atau tidak di luar sana. “Aman.” Gumamnya saat dia melihat tidak ada seorang pun di luar. Sambil membawa plastik berisi sampah Shiho jalan ke lantai dasar apartemen itu.

“Akhirnya aku bisa membuang sampah.” Kata Shiho, dia melihat kerumunan orang di sisi gedung apartemen. “Ada apa yang?.” Tanya Shiho. Dia hendak melihat namun saat dia melihat arlojinya dia mengurungkan niatnya. “Aku harus ke supermarket.”

“TOLONG PANGGILKAN DOKTER.” Teriak salah satu dari orang yang berkerumun itu.

Shiho mendengar lalu di bergerak mendekati kerumunan orang. “Ada apa?.” Tanyanya.

“Dia jatuh...”

Shiho mendekati orang yang di maksud. “Rain?.”

Rain tergeletak di tanah tak sadarkan diri.

“Tolong panggilkan ambulans.” Kata Shiho lalu dia memeriksa denyut nadi Rain. “Detak jantungnya bagus.” Lalu dia memeriksa kepala Rain.

Rain memegang tangan Shiho. “Jangan bawa aku ke rumah sakit.” Bisiknya.

Shiho terkejut melihat Rain tiba-tiba membuka matanya. “Tapi kepalamu berdarah.”

“Ini hanya benturan.” Rain mencoba untuk duduk.

Shiho membantunya agar tidak terjatuh. “Tapi kita harus periksa...”

“Tidak perlu.” Kata Rain.

Orang-orang yang berkerumun pun satu per satu meninggalkan mereka. Hanya tinggal Shiho , Rain dan pengelolaan apartemen.

“Apa kita perlu panggil ambulans?.” Tanya pengelolaan apartemen.

“Tidak. Orang ini keras kepala.” Kata Shiho. “Bantu papah dia sampai ke apartemen nya.” Pintanya.

“Baiklah.” Kata pengelola apartemen. Dia membantu Rain berdiri.

“Kamu mau kemana?.” Tanya Rain.

“Aku mau ke supermarket.” Jawab Shiho.

“Kamu tidak mau membantuku dulu?.”

Shiho menatap wajah Rain. “Kamu saja tidak mau di bawa ke rumah sakit. Bagaimana bisa aku membantu orang bebal seperti mu!.” Setelah bicaea seperti itu Shiho pergi meninggalkan Rain.

“Ayo kita ke kamarmu.” Ajak pengelola apartemen.

Rain melihat atap kepergian Shiho.

“Wanita memang seperti itu. Nanti juga dia akan baik sendiri.” Pengelola apartemen setengah baya itu mengomentari apa yang terjadi barusan.

“Pria tua ini bicara asal.” Pikir Amuro.

“Ini bukan asal. Tapi ini memang seperti itu...”

“Astaga dia bisa membaca pikiran ku.” Pikir Amuro.

Setelah sampai di kamar Amuro. Pria itu membaringkan Amuro di tempat tidurnya. “Aku hanya menyarankan kamu, jujurlah pada perasaanmu.” Katanya. “Jika tidak perlu apa-apa aku kembali ke bawah.”

Amuro mengangguk perlahan. “Pria itu banyak bicara.” Dia termenung sesaat. “Kenapa aku memikirkan kata-katanya? Aaargh... Lebih baik aku tidur saja.”

Di supermarket.

“Pria itu sangat menyebalkan.” Shiho menggerutu sambil membawa troli belanjaan. “Sudahlah. Aku kan mau belanja makanan.” Gumamnya. “Aku harus beli sayuran dan daging.”

Sementara itu di sisi lain supermarket.

“Satu tempat lagi ada di sekitar sini.” Gumam Akai. “Aku akan makan siang di sini saja. Setelah itu baru pergi ke sana.” Katanya lalu dia mengambil bento siap saja di supermarket itu.

“Perasaan apa ini?.” Pikir Shiho. Dia memegang dadanya. “Organisasi hitam?.” Pikirnya. “Aku harus cepat keluar dari sini.” Shiho melangkahkan kakinya dengan cepat namun dia tidak bisa menahan tekanan yang di rasakannya. “Itu pintu keluarnya. Aku harus...”

“Nona... Nona... Anda baik-baik saja?.”

Shiho Miyano : Pria dari masa lalu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang