Amuro 💗 shiho

1.1K 29 7
                                    

Ceritanya memang sudah berakhir di part 23. Ini hanyalah part tambahan karena yang bikin author yang baik hati. Jadi akan ada dua tambahan part yang tentunya tidak merusak ending sebelumnya. Karena dua ending ini di bikin kan untuk senang-senang. Menghibur author yang jomblo. Hahahaha... Jadi di nikmati saja.

Lima tahun berlalu setelah akai meninggal. Shiho kembali ke Amerika dan melanjutkan kuliahnya di sana.

"Aku akan pulang ke Jepang, Beika." Kata Shiho.

"Ya. Ini untuk mengenangnya kan?." Tanya Jodie.

"Hem." Shiho mengepak pakaiannya dan tak lama dia pun terbang ke Jepang.

Di bandar udara Narita.

Shiho melihat jam tangannya. "Ini masih siang." Gumam Shiho. Menaiki taksi yang sudah di pesannya Shiho pun pergi menuju tempat yang di mintanya.

Sementara itu di tempat lain.

"Rei. Kamu harus ikut denganku." Seorang pria membentak Rei.

Namun Rei atau dengan nama samaran Amuro berlari menghindarinya. "Maaf. Aku ada keperluan mendadak." Rei berhenti saat dia melihat seorang wanita yang setia menunggu nya.

" Rei berhenti saat dia melihat seorang wanita yang setia menunggu nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ternyata wanita itu." Teman Rei pun pergi meninggalkan mereka.

Rei jalan perlahan mendekati Shiho. "Hai." Sapanya ragu-ragu.

Shiho tersenyum sekedar nya.

"Sudah lama menunggu?." Tanya Rei lagi.

"Tidak. Baru saja."

Rei mempersilahkan Shiho jalan. Lalu mereka duduk di ruang tunggu kantor Rei. "Sudah lima tahun ya." Rei membuka pembicaraan.

Shiho memalingkan wajahnya. "Ya. Tempat ini banyak berubah ya."

"Hem. Aku kan naik pangkat." Rei memberikan segelas teh. "Silahkan."

Shiho melihat gelas itu. "Sepertinya aku sudah bisa sedikit melupakannya."

Rei menatap wajah Shiho. "Masa lalu jangan di buang atau berusaha di hilangkan. Tapi biarlah bisa ada di dalam hati, agar orang yang sudah meninggalkan mu bisa merasa sedikit gembira karena mereka masih menjadi kenangan bagi orang yang masih hidup."

Shiho tersenyum tipis. "Kenapa kamu jadi bijaksana seperti ini?."

"Bukan maksudku..."

"Mengenai permintaan mu waktu itu."

Rei duduk di hadapan Shiho. "Tidak usah di jawab buru-buru."

Shiho berkata. "Ada pepatah jika air terus menetesi batu, lama-lama batu itu akan berlubang."

"Maksud mu?." Tanya Rei.

"Aku seorang wanita yang punya hati yang keras. Tapi kamu terus saja mendekatiku. Lima tahun ini, kamu selalu menanyakan kabarku dan beberapa kali datang ke Amerika. Siapa yang tidak akan luluh jika di perlakukan seperti itu? Waktu aku menolak pernyataan cintamu. Kamu masih bersikap sama. Aku sangat yakin kamu saat itu sedang sibuk. Aku melihat di televisi bagaimana aksimu saat menangkap teroris, atau saat kamu membantu seorang nenek menyebrang jalan."

Rei tersenyum saat Shiho berkata seorang nenek. "Bagaimana kamu tahu?."

"Aku melihat mu." Jawab Shiho.

"Jadi, apa jawabanmu?."

"Lakukan itu sekali lagi dan aku akan menjawabnya." Jawab Shiho malu-malu.

Rei terdiam sejenak. Dia melihat sekelilingnya. "Aku belum ada persiapan."

"Lakukan saja. Atau aku akan kembali ke Amerika."

Rei mengangguk.

Mata mereka bertemu, saling menatap, sesaat tak ada suara yang terucap namun semua rasa tergambar dari wajah mereka.

Lutut Rei menyentuh lantai, satu tangannya memegang jemari lentik Shiho. Mata mereka saling berpadu.

"Aku tidak mengerti tentang rasa cinta. Kamu kehilangan orang yang kamu sangat cintai dan aku pun merasakannya. Tapi bukan itu kesamaan kita. Aku tidak ingin menjadi pengganti pria itu dan aku pun tidak mau menempatkanmu di posisi wanita itu. Aku mengatakannya saat ini pun bukan karena paksaanmu. Tapi ini benar dari hatiku terdalam, sakit hati pernah ku alami saat kamu menolak permintaanku dua tahun lalu. Tapi kali ini aku memantapkan hati karena hatimu pun sudah mulai terbuka. Shiho Miyano, menikahlah denganku."

Wajah Shiho merona merah. Tersipu, begitulah sikapnya saat itu. Air matanya entah kenapa mengalir dan membasahi pipi. Rasa senang dan sedih meluap menjadi satu. Shiho menarik tangan Rei lalu memeluknya.

"Rei. Aku mau." Bisik Shiho.

Rei bahagia mendengar jawaban Shiho. Dia memeluk erat tubuh wanita yang selama ini gencar di dekatinya. Perjuangannya selama ini terbayar ketika dia di terima Shiho. "Shiho, aku senang."

Shiho tersenyum.

Sekali lagi mereka bertatapan, kali ini bukan saja mata mereka berpadu tapi hati mereka pun berpadu dan menyatu menjadi butir butir cinta.

Rei mengelus pipi Shiho, menyeka air matanya lalu mengecup pipi lembut Shiho.

Seolah tidak cukup puas. Shiho menatap wajah Rei sekali lagi lalu mengecup bibir Rei.

Beberapa tahun kemudian.

Di depan sebuah nisan. Bertuliskan Akai Shuichi.

Shiho berdiri di depan nisan itu. "Akai, aku datang kembali sudah delapan tahun berlalu tapi aku masih tidak mengira kamu benar-benar meninggal. Yang terpikir olehku hanyalah berharap bahwa jasad itu bukanlah jasadmu. Akai, aku harap kamu bertemu dengan kak Akemi di sana. Jangan khawatirkan aku. Aku di sini sudah ada yang menjaga dan aku harap bisa bahagia selamanya. Terimakasih sudah menjaga kak Akemi dan terimakasih telah menyelamatkan nyawaku."

"Mama, kapan kita pulang?." Seorang anak mendekati Shiho.

"Dai, jangan merengek. Tunggu sebentar lagi ya."

"Dai jangan begitu. Ayo papa ceritakan cerita yang bagus." Rei memeluk anak itu lalu duduk tak jauh dari tempat Shiho berdiri.

Shiho tersenyum. "Maaf Akai, aku menamakan anakku Dai."

"Shiho ayo." Ajak Rei.

Shiho mengangguk.

"Kamu tidak boleh terlalu lelah. Adik Dai ada dalam kandungan mu." Rei mengelus perut Shiho. "Akai. Kami pulang dulu ya." Rei melambaikan tangan di depan nisan Akai.

_end_amuro💗shiho_

Shiho Miyano : Pria dari masa lalu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang