18

680 35 18
                                    

Di apartemen Amuro.

“Akai?.” Dia melihat dari layar monitor yang tersambung dengan cctv di depan kamarnya. “Dia tinggal di apartemen ini?.” Amuro mengepalkan tangannya. “Aku tidak akan membiarkannya.” Amuro melihat gerak-gerik Akai. “Sikapnya biasa saja. Tapi aku curiga, apa yang sebenarnya dia inginkan di apartemen ini.” Pikir Amuro.

Akai memasuki kamar apartemen yang telah di sewanya.

Dalam benak Amuro dia berpikir bermacam alasan Akai bisa ada di gedung apartemen itu.

“Kepalaku sakit.” Keluh Amuro.

Sementara itu di kamar Shiho.

Shiho membuka tirai jendela kamarnya. “A... Silaunya.” Ia menutup tirainya lagi. “Sudah berapa lama aku tidak keluar kamar?.” Wanita muda itu duduk di tempat tidurnya lalu membaringkan badannya. “Aku tidak mau bertemu lagi dengan pria itu.” Benaknya membayangkan Rain. “Sudah ah. Aku mau tidur lagi saja.”

“KRUUUUUK...”

Shiho memegang perutnya. “Aku lapar.” Dia pun membuka kulkas di dapur. “Kosong?.”

Sekilas dia mengingat kembali kejadian di supermarket. “Aku keluar tanpa membeli belanjaan ku.” Gumamnya. “Aku harus keluar? Tidak ah. Delivery aja.” Shiho meraih gagang telepon lalu memijit nomor restoran cepat saji.

“Sabar ya. Sepuluh menit lagi.” Gumam Shiho.

Sepuluh menit kemudian.

“Ting tong.”

“Akhirnya datang juga.” Shiho segera membuka pintu apartemennya.

“DFC.” Seorang pria berdiri mengenakan seragam pelayan restoran cepat saji. “Ini pesanan anda.”

Shiho melihat wajah pelayan itu. “Rain?.”

Rain tersenyum. “Hai.”

“Kamu kerja di...”

“Part Time.”

“Ooo.” Mata Shiho fokus pada makanan yang di bawa Rain.

“Ini pesanannya. Coba di cek lagi.” Kata Rain sambil memberikan sekantung makanan pesanan Shiho.

“Ini semua benar.” Kata Shiho setelah mengecek makanan itu. “Jadi berapa?.”

Shiho membayar sesuai struk pembeliannya.

“Oke. Terimakasih.” Rain hendak menutup pintu apartemen Shiho.

“Em... Tunggu.”

“Ya?.”

“Apa kakimu sudah sembuh?.” Tanya Shiho

Rain menggerakkan kakinya. “Sudah.”

“Maaf aku tidak membesuk.” Shiho bicara ragu-ragu.

Rain tersenyum lalu dia melihat ke samping.

“Ada apa?.” Tanya Shiho.

“Tidak. Em... Shiho apa selama ini ada yang mengusikmu?.” Rain dengan wajah khawatir bertanya.

Shiho melihat raut kekhawatiran Rain menjadi bingung untuk menjawab. “Maksudmu?.”

“Apa ada seorang pria yang tiba-tiba datang ke kamar ini?.”

Shiho menunjuk ke arah Rain.

“Eh?.”

“Ya. Hanya kamu yang datang.” Jawab Shiho.
Rain tersenyum. “Bukan aku.”

“Tidak ada. Hanya saja...”

“Hanya saja, apa?.”

“Tidak. Hanya saja aku seperti sedang di awasi.” Jawab Shiho.

“Tak heran dia merasa di awasi karena aku selalu memantau nya dari cctv.” Pikir Rain.

Shiho memandang Rain. “Rain...”

“Apa?.”

“Tidak. Bisakah kamu pergi? Aku mau makan.” Pinta Shiho.

Rain mengangguk.

Setelah menutup pintu apartemennya, Shiho bersandar di pintu itu. “Ada apa denganku? Perasaan apa ini?.” Shiho memegang dadanya. Terasa degub jantungnya berdetak lebih cepat. “Apakah ini yang namanya... Lapar? Aku harus cepat makan.” Shiho mengambil bungkusan makanan cepat sajinya lalu memakannya di dapur.

Sementara itu di kamar Amuro.

"Pak, seragam saya." Seorang pria bertelanjang dada berdiri di ruangan itu.

Amuro melepaskan pakaiannya lalu memberikan uang sewa pada pegawai sesungguhnya.

"Aku harus pakai cara ini agar bisa melihat Shiho. Maafkan aku." Pikir Amuro.

Dia melepaskan seragam pegawai resto cepat saji itu. Lalu membaringkan dirinya di sofa. “Ada apa dengan Akai? Dia belum bergerak sama sekali.”

Pegawai resto itu pun pergi dengan uang yang di berikan padanya. "pria aneh." Gumamnya.

Perlu di ingat identitas asli Amuro adalah Rei Furuya seorang anggota khusus di Beika. Dan saat ini sedang menyamar sebagai Rain untuk melakukan penyelidikan mengenai Shiho. Penyelidikannya berlangsung hingga kini namun belum ada kepastian kapan akan berakhir. (Author lebih senang menulis nama Amuro dibandingkan Rei. Karena lebih familiar.)

Esokan harinya.

Shiho berdiri di depan apartemennya hendak mengunci pintu.

“Shiho... Pagi...” sapa Rain.

Shiho tersenyum. “Pagi.”

Senyuman itu terlihat di paksakan dan tentu saja Amuro menyadarinya. “Mau kemana?.” Amuro melihat Shiho membawa atas ransel.

“Aku hanya mau pergi jalan-jalan.” Jawab Shiho.

“Dia langsung menjawab. Aku tidak perlu khawatir.” Pikir Amuro. “Selamat jalan-jalan.”

“Hehe...” Shiho tertawa kecil lalu pergi meninggalkan Amuro.

Amuro kembali ke kamarnya. “Penyelidikan ini tidak akan berkembang. Bagaimana jika bos bertanya? Apa aku akhiri saja??” tanya Amuro dalam batinnya. “Tapi jika aku pergi sekarang. Akai akan langsung bertindak. Aku menghawatirkan itu.”

Di kamar 135. Tempat Akai tinggal saat ini.

Akai mengenakan mantel hitam nya dan menggendong tas besarnya lalu keluar kamar. “Dia sudah pergi.” Katanya. Lalu bergegas jalan menuju tangga darurat.

Amuro melihat di cctv saat Akai mengunci pintu kamar apartemennya. “Di pergi.” Amuro mengontrol laptopnya agar bisa memperbesar gambar yang di tangkap kamera cctv. “Apa yang dia katakan?” katanya sambil mengutak-atik laptopnya. Amuro menyaksikan secara seksama saat Akai bergumam. “Dia sudah pergi?.” Amuro sejenak bersandar di kursinya. “Shiho?.” Amuro dengan segera membuka kamarnya lalu hendak masuk ke kamar Shiho.

“Nak, cari siapa?.” Tanya pengelola gedung apartemen itu.

“Penghuni kamar ini?...”

“Dia baru saja pergi. Dia mengembalikan kunci apartemen lalu pergi, saat aku tanya mau kemana? Dia hanya tersenyum.”

Amuro shock mendengar penjelasan pengelola gedung itu. “Cctv...” dia bergegas masuk ke dalam kamarnya lalu melihat berbagai gambar yang di tangkap oleh cctv. “Terlambat. Shiho sudah pergi.”

“Akai... Bagaimana dia bisa tahu Shiho pergi?.”









Shiho Miyano : Pria dari masa lalu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang