Mission 27 - Frightened

11.6K 1.1K 6
                                    

"MIA!!" Tiba-tiba Richi melompat dan berdiri dari kursinya lalu berdiri tegang dihadapan pintu ruang ICU.

"Ada apa?" Tanya Kevin was was. Matanya sudah memerah dan air mata sudah meleleh membasahi wajahnya.

"Suara ini..." Richi mengepalkan tangannya lalu meninju tembok yang ada disampingnya dengan sekuat tenaga.

"APA?! CEPAT BERITAHU KAMI!" Aldo berteriak histeris lalu mencengkram baju Richi dan mendorongnya hingga menempel ditembok yang berada tak jauh dibelakang punggungnya.

"Ventricle Fibrilation." Jawab Richi pelan. "Serangan jantung." Kata Richi merosot kelantai.

Aldo melepaskan cengkramannya lalu berteriak histeris memanggil nama Mia.

Kevin hanya diam dengan wajah pucatnya, sama seperti Richi ia juga jatuh merosot bersandar di tembok, seketika itu pula kakinya tak kuat menahan berat badannya.

Masing-masing dari mereka tak ada yang berbicara ataupun menenangkan satu sama lain. Mereka sama-sama tahu, cara terbaik adalah diam dan menunggu.

Dari semua orang yang paling kacau adalah keadaan Kevin, wajahnya begitu pucat, matanya merah, bajunya penuh darah, dan tatapan matanya hanya memandang ke satu arah yaitu pintu ruang ICU.

***

"Pasien kehilangan banyak darah! Ambil kantung darah!" Alvin memerintah.

"Nadinya semakin melemah." Kata salah Satu dokter yang ikut mengoperasi Mia.

Tiba-tiba saja EKG (monitor detak jantung) menunjukkan gelombang tak beraturan dan membuat alat itu berbunyi terus menerus seperti alarm.

"Ventricle Fibrilation!" Teriak salah satu suster.

"Defribilator!" Teriak Alvin cepat, lalu seseorang membawanya kehadapan dokter Alvin."All clear!" Kata dokter Alvin memberi aba-aba memastikan tak ada seorangpun yang memegang tubuh pasien.

"Clear!" jawab mereka serempak.

"Shot." Dokter Alvin menempelkan alat kejut jantung ke dada Mia. Setelah dua menit masih tak ada reaksi dokter Alvin menempelkannya lagi. "Shot!"

Setelah beberapa detik kemudian kembali terdengar suara EKG kembali normal.

Dokter Alvin menghela nafas lega lalu kembali mengoprasi luka dibahu Mia. Setalah operasi kecil itu berhasil, ia kembali menjahit luka itu dan membiarkan dokter bawahannya menyelesaikannya. "Selesaikan, lalu pindahkan ia keruang VVIP." Perintah dokter Alvin diikuti dengan jawaban dokter dan suster yang ada diruangan itu. Dokter Alvin lalu keluar dari ruang ICU.

"Dok!" Kevin menatap Dokter Alvin dengan tatapan tegang.

"Tenanglah, ia sudah melewati masa kritisnya.

"Serangan jantung?" Richi bertanya.

"Kau bisa mendengarnya rupanya. Ia sudah baik-baik saja sekarang. Tapi ada masalah dengan bahunya, walaupun ia pulih mungkin ia tak bisa menggunakan bahunya dengan semestinya." Alvin menatap Kevin.

"Sudah, tenang saja." Dokter Alvin memegang bahu Kevin untuk menenangkannya. "Mia sudah baik-baik saja, sebentar lagi ia akan dipindahkan keruangannya."

Kevin hanya diam, ia tak mengangguk ataupun bereaksi terhadap perkataan dokter Alvin. Ia sama sekali belum tenang jika belum melihat keadaan Mia dengan mata kepalanya sendiri.

Setelah menunggu kira-kira 20 menit, Mia dipindahkan keruang VVIP diikuti dengan Kevin dan yang lainnya.

"Richi bisa bicara sebentar diluar?" Dokter Alvin menyuruh Richi keluar bersamanya dari ruang tempat Mia dirawat.

Secret Agent (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang