"Gue nginep dirumah lo ya?"
Carlen yang tengah asik makan eskrim seketika terdiam dan menengok kearah Thomas dengan tatapan tanya 'mengapa' namun karena Thomas tak menyadari tatapan itu, ia hanya diam saja.
"Lo tidur di ruang tamu."
"Sip."
Hari semakin petang, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Carlen pulang kerumahnya dan Thomas pulang kerumah Carlen.
🌟🌟🌟
Malam yang menurut Gavin sangat tak berarti.
Penuh dengan kesunyian, penyesalan dan harapan.Pratama is calling...
"Hmm."
"Thomas lagi deket tuh sama Carlen."
"Trus?"
"Dia nikung lo men!"
"Urusan Thomas deket sama Carlen itu biar Revan yang ngurus."
"Lah kok gitu?"
"Carlen kan pacarnya Revan."
"Gue kerumah lo."
Tut..tut..tut..
Pratama mematikan lebih dulu, dan Gavin mengikuti apa kata Pratama tadi.
Sesekali Gavin melirik ponselnya, melihat foto Carlen yang sengaja ia jadikan wallpaper ponselnya.
Seketika senyumnya tercetak jelas, namun tak lama senyumnya memudar.Ketukan pintu terdengar oleh Gavin, ia hanya terdiam dan mengetahui bahwa yang datang ialah Pratama. Ia tak membukakan pintu dan menyuruhnya masuk. karena tanpa ia suruh pun, sahabatnya akan masuk ke kamarnya.
Perlahan pintu terbuka, dan benar yang datang ialah Pratama, Dava dan Rizky. Sahabatnya yang selalu menemaninya disaat suka maupun duka.
Bahkan saat ia terpuruk seperti ini, sahabatnya tak pernah bosan berada disampingnya."Gue perhatiin, kayaknya sekarang lo jadi anak rumahan ya." Ucap Dava yang sedang memperhatikan Gavin, yang diperhatikan justru malah asik bermain game.
"Hmm." Gavin merespon perkataan Dava hanya dengan berdeham, karena ia sedang fokus bermain game. Sebenarnya Gavin bermain game hanya untuk menyembunyikan wajahnya yang buruk itu. Ia tak ingin sahabatnya mengetahui bahwa dirinya sedang dalam masalah percintaan. Karena sahabatnya amat tahu raut wajah Gavin jika sedang ada masalah.
"Lo yakin udah gak peduli lagi sama Carlen?" Pertanyaan Pratama membuat Gavin berhenti fokus dengan gamenya itu dan menengok kearah pratama, menatapnya dengan tatapan berfikir. Ia yakin tak yakin melakukan hal seperti itu, namun pada akhirnya Gavin sudah tak ingin berjuang lagi untuk Carlen.
Gavin mengangguk - anggukan kepalanya, matanya menatap ponselnya dengan tatapan kosong, ia berfikir apakah ia jahat jika melakukan hal seperti ini?
"Gue mau keluar."
"Kita ikut."
"Yaudah."
🌟🌟🌟
Sangat membosankan hari libur hanya dirumah saja, rasanya Carlen ingin keluar dan bermain, namun ia lagi ingin sendiri dulu, tak ingin ada orang lain yang mengganggunya.
Akhirnya ia memutuskan untuk keluar rumah tanpa mengajak Thomas dan membangunkan Thomas yang sedang tidur dengan nyenyaknya.
Ia berjalan keluar untuk duduk di bangku taman dekat rumahnya. Dengan suasana hati yang sangat rapuh baginya, tak mungkin Carlen bisa berdiam diri dikamar.
Matanya memandang anak - anak kecil yang sedang berlarian memperlihatkan betapa bahagianya mereka. Carlen yang melihat mereka, seketika senyumnya terukir. Rasanya pasti sangat senang sekali.
Saat matanya sedang menatap para anak kecil itu, tak lama seorang cowok datang menghampiri mereka dan bermain bersama. Carlen sedikit terkejut, karena sepertinya ia mengenali cowok itu. Sayangnya cowok itu membelakangi Carlen yang membuat Carlen tak bisa melihat wajahnya.
Carlen sangat penasaran dengan cowok itu, dan berharap cowok itu berbalik badan.
Tak lama akhirnya cowok itu membalikan tubuhnya, hingga Carlen melihat dengan jelas raut wajahnya."Itu Gavin!" Ucap Carlen terkejut, sudah berapa lama ia dengan Gavin tak saling sapa. Layaknya orang tak kenal.
Jujur, Carlen sudah tak tahan melihat tingkah laku Gavin yang selalu menjauh darinya. Ia ingin seperti dulu lagi dengan Gavin.
"GAVIN." Teriak Carlen memanggil Gavin, karena jaraknya lumayan jauh.
Gavin menengok dan mencari sumber suara, namun ia tak juga menemukan arah sumber suara itu.
Carlen terdiam, melihat Gavin yang tengah sibuk mencari sumber suaranya. Karena Carlen tak sabaran, akhirnya ia berlari untuk mendekati Gavin.Sekarang Carlen tepat dihadapannya Gavin. Refleks Gavin terkejut, namun raut wajahnya masih saja datar. Selama lima menit mereka berdua tatap - tatapan, hingga akhirnya Gavin tersadar dan ingin pergi dari hadapannya Carlen.
Langkah Gavin terhenti karena Carlen menggenggam tangan Gavin, ia tak membiarkan Gavin pergi begitu saja.
"Gue mau ngomong, mari kita selesain masalah ini. Gue tau lo menjauh dari gue karena gue punya kesalahan." Ucap Carlen yang sudah berkaca - kaca dan tinggal dikit lagi mungkin air matanya sudah menetes. Namun Carlen tetap menahannya agar air matanya tak menetes.
Gavin menatap mata Carlen yang sudah berkaca - kaca, ia tak bisa melihat Carlen meneteskan air matanya hanya karena dirinya. Ia juga harus menselesaikan masalah ini dengan Carlen.
Gavin mengangguk, senyum Carlen terukir, kemudian Carlen menarik pelan tangan Gavin untuk duduk di bangku taman yang tadi ia duduki.
"Lo kenapa ngejauh dari gue? Salah gue apa?"
Tak ada jawaban dari Gavin, matanya menatap anak kecil itu, ia tak berani menatap Carlen, karena ia tahu air mata Carlen sudah menetes."Gue mohon, jawab pertanyaan gue." Ucapnya lagi. Carlen menghapus air matanya yang sudah menetes itu.
Gavin menarik nafasnya dalam - dalam lalu membuangnya perlahan, "lo gak pernah mau nyerah ya. Setiap ketemu gue, selalu minta penjelasan alasan gue menjauh." Jawabnya.
"Karna gue sayang sama lo Vin." Perkataan Carlen membuat Gavin terkejut, matanya membulat setelah mendengarkan perkataan Carlen.
"Bukannya lo sayangnya sama Revan? Bukannya lo pacarnya Revan? Ketahuan banget ya, perkataan lo tadi itu boongan."
"Gue gak pacaran sama Kak Revan." Jeda, "oh jadi lo liat pas kak Revan nembak gue? Dan lo pergi gitu aja pas gue ngejawab perkataannya Revan? Seharusnya lo liat adegan itu sampe habis Vin."
"Jadi intinya?"
"Intinya gue nolak Revan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Throwback Of Memory
Teen FictionSejuta kenangan yang terdapat di dalam hidup Carlen. Ini adalah cerita tentang cowok badboy yang berubah menjadi dingin. Selalu buat onar, sedikit bawel, selalu berbicara yang secara berubah menjadi manusia es. Dingin, namun tak menyejukan. tak pern...