Tigapuluh lima.

38 7 0
                                    

"Saya pun juga bahagia melihat kamu dengan dia tertawa bersama."

------------------------------

Saat ini Gavin sedang melamun, ia kepikiran tentang Carlen. Namun, ia tak ingin berada di hidupnya Carlen lagi.
Ia sadar, ia siapanya? Ia tak berhak melarang Carlen untuk dekat dengan siapa pun termasuk Revan.

Hari ini Gavin dan ketiga sahabatnya tidak masuk, katanya, ia lagi sangat malas masuk sekolah. Jadi ia memutuskan untuk bolos dan mengajak mereka untuk ikut bolos juga.

"Lo kenapa sih Vin? Dari kemaren gue liatin, muka lo kusut banget." Ucap Pratama yang memecahkan keheningan.

"Iya, mana mukanya datar banget lagi. Seakan lo mirip cowok dingin, kayak Thomas." Celetuk Dava dengan menatap Gavin.

"Gue perhatiin, kayaknya lo lagi ngehindar dari Carlen ya?" Tanya Rizky.

"Iya." Jawabnya singkat.

"Lah? Kenapa?" Tanya Dava, Pratama dan Rizky serentak.

"Gue mundur."

"Payah banget lo Vin! Gitu aja udah mundur. Lagian Carlen udah ngebuka hati untuk lo. Satu langkah lagi, lo bakal dapetin Carlen!" Omel Pratama karena ia sudah sangat kesal dengan Gavin.
Gavin menyerah begitu saja, tak ingat seberapa jauh ia berjuang. Seakan gampang melepas orang yang sudah hampir tergenggam.

"Revan nembak dia Pra! Gue bisa apa?"

"Hah?!" Mereka bertiga terkejut mendengar ucapan Gavin. "Dan Carlen nerima dia." Lanjutnya dengan raut wajah yang sedih.

"Gak mungkin Carlen nerima Revan." Sahut Rizky tak percaya.

"Gue liat dan denger sendiri Ky."

"Elo nya juga sih, gue udah bilangin untuk nembak dia, tapi lo malah tetep diem aja. Sekarang dia udah diambil orang kan." Sambung Dava yang sedikit kesal dengan permasalahan ini.

Gavin hanya berdiam diri, dan menenangkan pikirannya.
Ia tak boleh memikirkan Carlen lagi.
Ia harus bisa menjauhi Carlen.

"Gue pengen cabut dulu." Ucap Gavin dan dibalas anggukan oleh mereka bertiga. Dalam situasi seperti ini, mereka bertiga hanya mengikuti permainan Gavin saja.
Karena bagaimanapun, ini masalah tentang Gavin dengan Carlen. Tugas mereka hanya membantu.

Gavin pergi keluar meninggalkan mereka. Ia ingin menenangkan ditempat yang biasa ia kunjungi. Yaitu ditaman di belakang rumah sakit khusus untuk anak - anak yang menderita penyakit parah.

Ia disana melihat dan memperhatikan anak - anak itu. Ia tersenyum melihat canda tawa mereka. Seakan hidupnya tak ada beban. Padahal faktanya, anak - anak itu memiliki beban yang sangat berat, yaitu mempertahankan hidupnya dan berusaha mengusir penyakit yang ada di tubuhnya.

Rasanya sangat tenang ketika Gavin melihat senyum dan tawa mereka. Anak - anak itu selalu tertawa meski ia punya masalah yang rumit.
Gavin ingin seperti itu, namun ia tak bisa.
Kisah cinta nya lah yang membuat Gavin menjadi dingin dan datar seperti ini.

Ia malas dengan percintaan.

Mengapa cewek itu lebih memilih dia daripada dirinya yang berjuang? Sangat aneh.

Tapi, kalau di ingat - ingat, kenangan Gavin dengan Carlen sangatlah mengesankan.
Lucu, ketika Carlen sangat jengkel berada disampingnya.
Lucu, ketika Carlen merona saat Gavin menggombalinya.
Tingkah laku Carlen yang membuat Gavin betah dengannya.
Sikapnya kadang nyebelin, namun itu yang membuat Gavin jadi tambah sayang dengannya.

Throwback Of MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang