empatpuluh tiga

60 3 0
                                    

"GAVIN."

Sumber suara yang memanggil namanya terdengar dari arah kiri, lalu ia menengok ke arah kirinya dan melihat bahwa teman - temannya yang telah memanggilnya.

Gavin melirik Carlen dan menatapnya selama tiga detik, lalu ia meninggalkan Carlen yang masih duduk di bangku taman itu, dengan mata berkaca - kaca.
Sebenarnya Gavin tak tega meninggalkan Carlen dalam keadaan seperti ini, namun ia sangat kecewa dengan Carlen.

Apa? Perkataan Carlen tadi? Mungkin Gavin tak mempercayainya. Karena mungkin saja ia menyesal karena telah memilih Revan dari pada dirinya, jadi ia mengatakan seperti itu. Perkataan Carlen tak dipercaya oleh Gavin. Ntah mengapa, mungkin karena Gavin sangat kecewa dengan Carlen.

"Lho kok Carlennya ditinggal?" Tanya Rizky terheran, karena ia sangat hafal dengan sikap Gavin. Ia tak setega itu meninggalkan Carlen disaat air mata Carlen sudah menetes.

Tak ada jawaban dari Gavin, ia melanjutkan jalannya dan masuk ke mobilnya. Ketiga temannya hanya pasrah dengan sikap Gavin sekarang. Akhirnya mereka mengikuti Gavin untuk masuk ke mobil dan kembali kerumah Gavin lagi.

Gavin menyuruh Rizky yang menyetir mobilnya, karena pikirannya sekarang lagi sangat kacau. Tak mungkin ia mengendarai mobil dalam keadaan pikiran kacau. Rizky pun hanya menurut saja apa kata Gavin.

Mata Gavin memperhatikan jalanan, dengan pandangan kosong. Ia melamun.
Ketiga temannya juga tak menyadari hal konyol ini. Melamun? Iya tentu saja ini hal konyol, menurut mereka bertiga sih seperti itu.
Rizky tengah fokus menyetir, Dava yang sedang mendengarkan lagu lewat headset sambil berjoget tak jelas, dan Pratama yang sedang asik bermain game.

Setiba dirumah Gavin, mereka bertiga menghentikan aktivitasnya, tapi tidak dengan Gavin. Ia masih saja sibuk melamun memikirkan kejadian tadi. Antara ingin percaya dengan perkataan Carlen atau tidak. Ia berpikir bahwa perkataan Carlen ada benarnya. Ah, andai saja ia menyaksikan kejadian itu sampai habis, mungkin ia tak akan pusing memikirkan masalah ini.

"Woy Gavin!" Teriak Pratama yang sudah menyadari bahwa Gavin sedang melamun, "lo kenapa sih? Ngelamun gitu." Tanya Pratama penasaran. Gavin hanya menatap Pratama dalam - dalam, berharap Pratama tahu maksud dari tatapan Gavin.
Pratama menaikkan alis sebelah kanannya, ia ternyata tak mengerti tatapan Gavin. Namun ia hanya diam, tak ingin bertanya - tanya dulu tentang masalah Gavin. Karena ia tau, Gavin sedang tak ingin menceritakan masalahnya.

⭐⭐⭐

Dengan perasaan yang campur aduk, Carlen tuangkan semua perasaan itu lewat jemarinya. Ia tuliskan semua perasaannya disebuah buku diary miliknya. Perasaan hancur lebur, rasa rindunya dengan seseorang, ialah Gavin.
Seseorang yang bahkan sampai sekarang masih ia rindukan.
Yang bahkan ia masih menyayangi Gavin, walaupun Gavin tak pernah peduli dengannya lagi.

Mungkin saat ini, Thomas lah yang selalu ada disisinya, namun siapa sangka? Hatinya masih bertuliskan nama "Gavin".

Malam sunyiku.
Aku ingin mengatakan beberapa kata.
Kumohon, sampaikan kata ini untuknya.

Untukmu, yang aku rindukan.
Apakah kamu tak pernah tau rasanya merindukan?
Apakah kamu tak pernah merasakan ini?
Kamu tau? Rindu itu sangat membebani hidupku. Rindu itu berat buatku, janganlah kamu buat aku merindu.

Perasaan salah selalu menghantuiku.
Perasaan hancur lebur selalu membebaniku.
Iya, hancur. Ketika kamu, orang yang aku sayang seketika hilang dihadapanku.
Lantas bagaimana kebersamaan kita? Akankah ini jadi sebuah kenangan saja? Kenangan untuk dimasa depan nanti?

Janganlah kamu percaya dengan semua aktivitas sehari - hariku yang menunjukan bahwa aku baik - baik saja tanpamu.

Air mata Carlen menetes, "ngapain sih gue mikirin dia." Lirih Carlen dalam tangisnya.
Ia melamun.
Mengingat semua kejadian - kejadian indah bersama Gavin.
Apakah ia akan bersamanya lagi? Atau mencari yang lain?
Mencari yang lain? Itu bukanlah hal yang mudah. Membuka lembaran baru dengan orang yang baru.
Mengapa harus mengganti yang baru? Jika yang lama saja dapat membawa kebahagiaan. Walaupun sekarang Carlen sedang merasakan paitnya percintaan, tak sedikitpun ia mempunyai niat untuk mencari yang lain.
Ia hanya ingin Gavin kembali, bersamanya lagi dan melewati hari - hari yang menyenangkan tanpa adanya gangguan badai.

Carlen bahagia, dekat dengan Gavin.
Bahkan Carlen ingin memutar waktu jika ia bisa.
Ia ingin memutar waktu dimana ia masih baik - baik saja dengan Gavin.

Perasaan hancur lebur ini selalu mengganggu aktifitas Carlen.
Bagaimana ia bisa seperti dulu lagi dengan Gavin?
Bagaimana caranya agar Gavin dapat memaafkan dirinya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Throwback Of MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang