Vania memasukan sesendok nasi ke dalam mulutnya penuh, dia mengunyah makanannya dengan teratur dan sesekali mengamati kamar Delvin dengan lirikan matanya ke penjuru sudut ruangan.
Vania duduk di salah satu sofa single, dengan ukuran meja kecil di depannya, dia tampak kenyang sesaat setelah menghambiskan makanannya. Tak di sangka Delvin menyuruh salah satu maidnya untuk mengantarkan makanan ke dalam kamar khusus untuk Vania, ada rasa senang yang menjalari Vania. Setidaknya Delvin tidak akan membiarkan dia mati kelaparan di dalam kamar.
Vania meminum segelas air yang sudah di sediakan, lantas setelah dia menghabiskan makanannya, cewek bersurai panjang itu memilih bangkit dari sofa dan berjalan pelan, untuk beralih duduk di tepi kasur, Sudah beberapa menit berjalan tapi Delvin belum kunjung kembali ke kamar, Apa mungkin cowok itu pergi lagi?
Tak terhitung detik, pintu kamar kembali terbuka dan menampakan Delvin yang baru saja masuk ke dalam, cowok itu sudah berpenampilan baju rumahan, dan bukan lagi seragam. entah sejak kapan dia sudah menggantinya tapi Vania selalu menyukai bagaimana cara style Delvin saat berpakian. Menurutnya cowok itu terlihat berpuluh-puluh kali lebih tampan.
Delvin melirik sekilas ke arah meja kecil melihat piring yang awalnya penuh dengan makanan sudah bersih ludes, setidaknya Delvin ingin memastikan kalau Vania beneran memakan makanannya dengan baik. Cowok berpostur tinggi itu berjalan dan duduk di tepi ranjang tepat di sebelah Vania.
"Udah kenyang kan? Sekarang pulang."
Vania menatap Delvin. "Bukannya tadi lo nggak sekolah? Terus kenapa pas lo pulang ke rumah pakai baju seragam?"
"Itu bukan urusan lo. Intinya lo harus pulang sekarang."
"Lo nggak sakit, nggak izin juga. Itu sesuatu yang aneh banget terjadi sama ketua OSIS teladan. Gue tau lo pasti punya alasan tersendiri tapi paling nggak lo harus jelasin"
Delvin mendengus.
Vania kembali cemberut. "Seharusnya tadi lo sekolah, supaya lo bisa ucapin terima kasih ke gue. Karna loker lo udah gue bersihin dari surat-surat unfaedah itu."
Delvin menatap Vania balik dengan memicing. "Lo bukain loker gue tanpa izin?"
Vania terbelak. Sinting. dia keceploson Akut, seharusnya Vania mengingat bagaimana penguncian loker Delvin yang tertutup sempurna tadi. "Oke, gue salah, gue salah, salah, salah, salah" Vania menepuk bibirnya berulang-ulang kali menggunakan telapak tangan nya. dia tak mengelak, percuma saja apa yang mau di elakan nyatanya Delvin sudah mengetahui faktanya.
Delvin menatap Vania yang menepuk-nepukan bibirnya sendiri. Sebelum tangannya terjulur dan menarik tangan Vania untuk berhenti menyakiti dirinya sendiri. "Sinting, nggak sayang diri ya lo"
"Lo marah sama gue? Serius deh, gue cuman pengen naro coklat di loker lo. Dan mungkin sedikit membersihkan loker lo yang sebelumnya kotor menjadi suci kembali." Pikiran Vania kembali berkalut tentang bagaimana isi surat Yohani, salah satu banci kaleng yang demennya sama yang jenisan. untung saja, Vania sudah duluan mengangkat suratnya sebelum Delvin mengetahuinya.
"Dan apa yang buat lo sampai datang kemari?" tanya Delvin.
"Soalnya lo nggak ada kabar, di SMS nggak di balas, di telpon nggak di angkat, pokoknya tadi lo menghilang deh. jadinya gue cariin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinque
Teen FictionVania Zerlinda pernah berkata. "Gue nggak akan, ninggalin sahabat gue demi cowok." Tiba-tiba, Delvin Arsen Aldarich selaku ketua OSIS paling tampan satu sekolahan lewat. "Minggir dulu lo sono, buset ganteng banget tuh cowok." "Bangsat, Vania." "Maa...