61 - Yang Aku Inginkan

1.6K 123 11
                                    

Hiruk-piruk Macau dengan segala hiburan dan kemegahan gedung mencakar langitnya yang tak pernah burujung menyentuh langit menjadi pusat dari segala esensial duniawi yang sebenarnya. Setiap penjuru kota tak henti gelap, mengerlipkan cahaya bahkan kembang api pun yang selalu menghias langit Macau setiap pukul tengah malam kalah meriah dari sorakan orang-orang yang masih sibuk mencari kesenangan tanpa kenal waktu. Tampak sibuk dan padat, itulah kesan yang diberikan kota manja satu ini tanpa pamrih menilai pengunjungnya.

Mari tinggalkan kebisingan di luar sana, dan memasuki atmosfer salah satu restoran berbintang di tengah-tengah pusat kota yang berdiri kokoh dengan arsitektur barat penuh kemegahan. Semuanya kelihatan normal saja namun tidak untuk salah satu ruang VIP yang ada di lantai paling teratas. Gelas yang telah terisi penuh oleh wine serta jenis makan malam yang tersaji di atas meja terasa hambar dengan cekamnya suasana saling tatap antara Aldarich sang penguasa De Luca dan saingan bisnisnya Adibrata.

Dari pada di bilang makan malam, keduanya lebih kelihatan ingin saling membunuh, hal itu tidak bisa di pungkiri dengan eksistensi para penjaga masing-masing dari mereka yang berdiri di belakang dan jika di hitung kisarannya bisa mencapai dua puluh orang lengkap dengan senjata yang di simpan dibalik punggung. Jika salah satu dari mereka melakukan kesalahan bisa jadi malam ini akan menjadi tragedi penuh darah akan aksi saling baku tembak.

Bisnis, memang bisa semenyeramkan itu kawan.

Papan catur di tengah-tengah meja seolah menjadi pusat perhatian bagi Aldarich maupun Adibrata. Mereka sibuk terhanyut dalam permainan yang sudah berlangsung hampir tiga puluh menit namun tidak menjadi tujuan utama dari alasan pertemuan ini diadakan, keduanya hanya saling menutupi dibalik topeng kekejam dan hasrat ingin saling menjatuhkan satu sama lain.

"Aku dengar istrimu sudah siuman?" Adibrata menyeringai sembari memindahkan pion caturnya.

Aldarich tetap kelihatan tenang. "Dan aku dengar anakmu sudah dimasukan ke neraka?"

Sekretaris Aldarich yang berdiri di sebelahnya sontak ingin tertawa namun dia tahan dengan senyuman. Adibrata sendiri mengepalkan tangannya begitu mendengar lelucon yang di lontarkan Aldarich, dia tidak terima anaknya yang telah meninggal di perlakukan seperti demikian.

Aldarich tersenyum tipis. "Tenanglah Adibrata, kamu terlalu tegang untuk seukuran orang yang sedang main catur. Kenapa? Kamu takut kalah?"

"Aku tidak yakin kamu bisa tenang di menit berikutnya Aldarich, jadi jangan sia-siakan kesempatanmu."

"Kamu terlalu fokus ke hal pribadi," Aldarich menghela nafas. "Kamu tau sendiri, waktuku sangat berharga kenapa harus bahas sesuatu yang membosankan, kenapa tidak kita bahas soal kesepakatanmu untuk angkat kaki dan mengangkat semua sahammu dari Unionpay."

Unionpay adalah salah satu perusahaan raksasa di Macau yang berbasis di bidang Fintech. Tujuan Aldarich menerima pertemuan dengan Adibrata karena dia ingin bernegosiasi dan kalau perlu menyingkirkan Adibrata dengan segala sahamnya agar bisa tidak mengambil peran dengan mega proyek yang ditawarkan Unionpay.

"Ambisius seperti biasa." Adibrata menyatukan jari-jarinya di atas meja. "Bagaimana kalau aku sarankan kamu kembali ke Indonesia, dan melihat istri tercintamu. Mumpung dia masih hidup."

"Kamu tidak perlu repot-repot memberi saran, bahkan anakku bisa mengurus hal sepele seperti ini."

"Sepele?"

"Ya. Kamu hanya salah satu dari sekian banyak serangga yang lewat, bahkan tanpa aku turun tangan pun anakku juga bisa menyelesaikannya dengan mata tertutup. Jadi kamu bisa fokus ke masalah kita berdua saja. By the way, itu saranku untukmu."

KinqueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang