37 - Pesan Kerinduan

1.8K 163 24
                                    

Hari-hari berjalan seperti seadanya, Vania tanpa Delvin disampingnya dan tak ada kabar sama sekali, Delvin seperti ditelan bumi. Terhitung ini sudah hari ketiga semenjak pria itu menemuinya dibelakang sekolah untuk pamit, Vania penasaran apa yang dilakukan pacarnya sekarang? Mungkinkah Delvin juga merindukannya? Seperti dirinya merindukan cowok itu. Terlalu sulit untuk menyesuaikan keadaan, Vania sudah terbiasa dengan keberadaan Delvin di sekitarnya dan begitu pria itu memutuskan untuk pergi Vania merasa ada sesuatu dalam dirinya yang kurang.

Dalam kurung waktu bersamaan Vania berdecak kesal saat menyadari sekelompok cowok dari klub basket yang tak jauh dari mejanya duduk memandanginya seperti seekor kelinci nyasar ditengah hutan dan mereka ibarat gerombolan Singa yang lapar mungkin karna mereka berpikir tumben Vania duduk sendirian di kantin tanpa Bela maupun Adel, jangan tanya kemana kedua temannya itu sebab Vania sendiri juga tidak tau kemana dua cewek tukang rusuh bin nyebelin seperti mereka pergi.

Tak lama ketika Vania sedang menyedot es tehnya, Delon yang mengenakan seragam Basket sambil membawa semangkok bakso dan es jeruk lewat begitu saja di depannya, awalnya cowok itu sempat melirik tapi Vania balas dengan tatapan seolah berkata 'Apa lo?! Jangan duduk disini kalau leher lo gak mau gue gorok' dan berakhirlah dengan Delon yang duduk membawa nampannya ke meja tempat dimana teman-teman klub basketnya duduk.

Semuanya terasa membosankan dimatanya, Vania rasa setelah ini dia akan mengambil tasnya dikelas dan beralasan untuk pulang ke rumah lebih cepat. Rencana awal memang seperti itu, sebelum sosok Laura yang entah datang darimana tiba-tiba saja sudah berdiri dibelakangnya dan menarik kerah baju Vania hingga dia berdiri kaget disusul dengan tamparan super kuat yang mendarat mulus di wajah Vania. Sontak hal itu membuat seisi kantin heboh, tak menyangka dengan tindakan berani Laura sang wakil OSIS.

Vania tercengang, dia bisa melihat raut wajah Laura yang memerah serta kedua matanya yang telah basah berlinang air mata. "SEMUA INI SALAH LO!!! SEMUANYA KACAU GARA-GARA LO MURAHAN!!!"

Vania tidak mengerti dengan situasi yang diciptakan Laura, dia tak mengerti maksud dari teriakan Laura, sungguh dia tak paham apapun namun dia tahu satu hal penting, bahwa pipinya sudah di nodai oleh tangan nista Laura jadi untuk pembalasannya Vania balik menampar wajah Laura tidak kalah kuat serta mendorong cewek itu kasar hingga dia mundur dari pijakannya berdiri.

Suasana semakin memanas, beberapa telah berkumpul disekitar mereka termaksud Delon yang telah berdiri dari mejanya mendekati Vania dengan cepat.

"Gua nggak tahu apa masalah lo! Tapi kalau lo ingin menyelesaikan masalah pakai cara kasar gue akan terima tawaran lo!"

Laura tahu ini sangat bukan dirinya tapi dia tidak bisa diam begitu saja saat Vania maju dan mencengkram rambutnya, Laura melemparkan balasan tidak kalah kuat menarik kerah baju Vania serta menjambak rambut cewek itu. Semua murid berkumpul mengelilingi mereka seketika suasana semakin tak terkendali. Mungkin mereka akan saling membunuh kalau saja Delon tidak dengan sigap masuk berdiri diantara keduanya kemudian menarik Vania untuk menjauh, tangan Delon tergores akibat kuku-kuku Vania yang tak sengaja menancap di lengannya walaupun begitu dia tetap menenangkan Vania sesaat setelah Laura menerima dorongan kuat dari Vania hingga dia jatuh diatas marmer kantin.

"LAURA! VANIA! HENTIKAN TINDAKAN KONYOL KALIAN!"

Satu suara kencang menggelegar, membikin suasana seketika hening dan semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah Pak Nudin selaku guru BK yang telah berdiri di depan kantin dengan ekspresi wajah menahan amarah, kemungkinan besar seseorang sudah melaporkan kekacauan yang diciptakan Vania dan Laura ke guru hingga membuat kemunculan Pak Nudin yang Vania tebak urusannya disini akan semakin panjang seperti rel kereta api.

"Vania!! ikut Bapak ke ruangan sekarang!!!" Pintah Pak Nudin yang langsung membuat Vania melotot.

"Apa?! Kok cuman saya pak? Gimana dengan Dia?!" Vania menunjuk Laura yang masih terduduk di lantai dengan ringisan yang Vania percaya itu hanya akal-akalanya saja.

KinqueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang