Vania tidak paham kemana asisten Aldarich akan membawanya, yang dia ketahui mereka telah keluar dari Ballroom dan masih harus berjalan diantara Stateroom kapal. Beberapa kali Vania sempat mengedarkan pandangnnya melihat-lihat arsitektur kapal super mewah ini dengan penuh decak kagum. Dia berpikir Marfella Quantu yang dikatakan Ruel kecil saja sudah sebegini megahnya apalagi Arthur La De Luca salah satu kapal andalan utama perusahaan De Luca.
"Silahkan Nona, Tuan Aldarich sudah menunggu di dalam." Asisten pria itu baru berhenti berjalan ketika mereka telah sampai disebuah pintu ruangan besar yang berada tidak jauh dari area ballroom utama. Lagaknya Vania sedikit khawatir dengan kondisi di dalam sana apalagi saat asisten itu secara suka rela membantu Vania membukakan pintu namun dia tidak ikut untuk masuk ke dalam.
Dalam hati Vania hanya bisa berdoa saja semoga sesuatu yang buruk tidak terjadi kepadanya. Dia melangkahkan kakinya masuk dan langsung disambut dengan alunan musik classic yang berasal dari alat turntable yang sedang berbutar diatas meja kayu berdisain ala Victoria. Ruangan ini tidak terlalu banyak cahaya hanya ada beberapa lampu payung disudut-sudut tertentu, nuansanya sangat klasik ditambah dengan perabotan serta dinding berwarna merah maron yang memberikan kesan mewah serta berkelas untuk penikmatnya.
"Kamu sudah datang rupanya." Aldarich sementara sedang duduk diatas kursi single dekat pojok ruangan sambil menuangkan wine kedalam gelasnya.
Vania menelan ludahnya sendiri, baru menyadari kalau pintu ruangan telah dikunci dari luar dan hanya menyisakan dirinya dan Aldarich.
Aldarich meminum segelas winenya hingga tersisa setengah, ada senyum kecil yang terukir di bibirnya saat melihat Vania yang sedang berdiri tampak gelisah dengan situasi yang terasa saat ini. "Kamu menikmati acaranya Vania?"
"Ya?" Vania buru-buru menjawab gugup. "Oh, iya Tuan."
"Sepertinya hubunganmu dengan Delvin memang sudah sangat sejauh itu."
Vania memainkan jari-jari tangannya gugup, dia tidak tahu harus merespon seperti apa perkataan Aldarich.
Aldarich meletakan kembali gelas wine-nya ke atas meja kemudian bangkit dari kursi single, berjalan mendekati meja turntable, dan mengangkat jarum musik dari piring hitam hingga membuat suasana di dalam ruangan hening seketika karna tidak ada lagi alunan musik classic.
"Apa kamu mencintai Delvin?"
Pertanyaan mendadak dari Aldarich, membuat Vania yang tadinya menunduk secara tegang mendongakan kepalanya.
"Iya, tentu saya sangat mencintainya."
Jawaban Vania membuat Aldarich tertawa mengejek. "Lagi-lagi perkataan itu. Sungguh konyol."
Aldarich berjalan mendekati Vania, berdiri tepat dihadapan cewek berambut panjang itu hingga membuat Vania sedikit memundurkan langkahnya. "Berapa yang kamu butuhkan?"
"Maaf?"
"Berapa banyak uang yang kamu butuhkan?" Aldarich bertanya. "Setahuku wanita sepertimu sangat suka uang dan harta."
Vania menggeleng. "Maaf sebelumnya, tapi saya nggak butuh uang."
"Mengelak rupanya." Aldarich tersenyum miring. "Sebenarnya apa tujuanmu mendekati Delvin? Jika karna hartanya aku bisa memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu menjauhi Delvin."
Vania sempat terkejut dengan perkataan Aldarich, jadi selama ini Aldarich memandangnya sebagai perempuan yang mengincar harta.
"Saya pacaran sama Delvin nggak ada makasud lain. Saya benar-benar menjalani hubungan sama dia karna saya cinta sama anak Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinque
Teen FictionVania Zerlinda pernah berkata. "Gue nggak akan, ninggalin sahabat gue demi cowok." Tiba-tiba, Delvin Arsen Aldarich selaku ketua OSIS paling tampan satu sekolahan lewat. "Minggir dulu lo sono, buset ganteng banget tuh cowok." "Bangsat, Vania." "Maa...